Kujawab, tidak. Percuma, tidak ada siapa pun di rumah.
Kujelaskan bahwa orang tuaku akan pulang sekitar dua hari lagi. Oleh karena itu, kakek Ajaib mengizinkanku menginap di perpustakaan sampai mereka pulang. Aku langsung setuju tanpa basa-basi.
Waktu berjalan lambat, mungkin jarum jam juga lelah karena setiap hari harus berputar, tapi aku menikmati waktu yang bergerak pelan itu. Kucoba beberapa sihir baru sambil menyeruput teh bunga melati.Â
Ckckck, rugi sekali mereka yang tidak senang mencoba sihir-sihir baru sepertiku. Padahal, sihir-sihir ini bukan hanya sekadar khayalan belaka seperti yang mereka katakan. Tak mungkin seorang penyihir menciptakan sihir tanpa filosofi yang mendalam, tanpa tujuan yang jelas, dan tanpa tekad yang menggebu-gebu. Tak tahu saja orang-orang itu bahwa sihir-sihir ini sangat berkaitan dengan kehidupan mereka.
Sayang sekali, ya, mereka tidak mau belajar. Padahal, sudah ada panduannya.
Detik demi detik berlalu, aku berpindah tempat duduk ke dekat jendela. Dengan selimut yang membungkus tubuhku, aku kembali mencoba sihir-sihir baru di atas meja.
Saat mataku mulai lelah, sejenak kulihat pemandangan di luar. Bulan sedang menjalankan tugasnya, yakni memberikan sinar kepada orang-orang yang jarang menyadari keberadaannya. Kuat sekali ya, dia? Bisakah aku sekuat itu?
Lama-lama mataku benar-benar lelah. Maka kupejamkan saja perlahan-lahan, sebentar lagi alam mimpi pasti akan menyambutku.
Dan benar saja.
Saat aku membuka mata, kulihat banyak sekali peri-peri yang belum pernah kutemui sebelumnya. Bahkan kali ini, ada pula ubur-ubur biru bercahaya, serta ikan-ikan kecil berwarna-warni yang berenang ke sana kemari. Bintang-bintang terlihat lebih cerah dari biasanya. Dan di luar sana, bulan tetap bersinar terang seperti yang tadi kulihat.
Aku mencoba berjalan tanpa selimut. Namun secara ajaib, kali ini aku juga bisa melayang!