Perpustakaan adalah tempat yang ajaib.
Kalau kubilang begitu, apakah kau akan percaya?Â
Jujur sajalah, tidak usah berbohong.
Aku tidak akan terkejut lagi jika ada yang menganggapku pembual. Aku sudah kebal. Akui saja meskipun kau akan membuatku sedikit kesal.
Karena di lingkunganku ini, tak ada satu pun yang mempercayaiku.
Ngomong-ngomong, aku H. Itu inisial namaku, kau tak perlu tahu kepanjangannya. Aku mempunyai orang tua yang berorientasi tinggi pada prestasi akademik, serta satu adik yang selalu bebas dari tuntutan berat itu. Tapi sudah ya, jangan tanya lebih soal keluargaku, aku malas menceritakannya, biarlah ini menjadi ceritaku saja—Sesekali boleh, kan?
Setiap hari, sepulang dari sekolah, kegiatanku hanya berkunjung ke perpustakaan berbentuk kura-kura raksasa di dekat rumah. Lebih tepatnya, ia terletak di pesisir pantai, di perbatasan antara daratan dan lautan yang senang berbincang dengan riuh. Jika kautanya bagaimana aku bisa tahu soal itu, jawabannya terlihat jelas pada deburan ombak yang heboh.Â
Tak percaya, ya? Ya sudahlah, aku memang senang melebih-lebihkan sesuatu.
Setiap aku melangkahkan kakiku ke dalamnya, seketika suasana di sekitarku berubah. Terkadang aku melihat peri-peri beterbangan di sekitar rak buku, bunga-bunga poppy biru yang mengeluarkan serbuk kelap-kelip, serta bunga-bunga terompet yang berkolaborasi menjadi sebuah orkestra. Terdengar mustahil memang, apalagi jika kubilang bunga-bunga itu tumbuh dari sulur yang merambat di dinding. Kau pasti tidak akan percaya.
Terserahlah, lagipula percuma saja kalau kujelaskan detailnya.
Keajaibannya pun tak berhenti sampai di situ. Perpustakaan ini masih memiliki banyak jenis sihir yang bisa kaucoba satu per satu.Â