Selain itu, pendidikan tinggi juga terbukti belum mampu melahirkan para entrepreneur/risk taker dengan orientasi job creating dan kemandirian; pengangguran terdidik dari pendidikan tinggi terus bertambah; belum lagi problem pengabdian masyarakat, di mana perguruan tinggi dirasa kurang responsif dan berkontribusi terhadap problem masyarakat yang berada di wilayah di mana kampus itu berdiri. Jadilah Tri Dharma Perguruan Tinggi nyaris tinggal bacaan saja, padahal di situlah entitas pendidikan tinggi berada; pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
Perguruan tinggi belum mampu melahirkan lulusan-lulusan yang memiliki akhlak mulia dan karakter yang kuat. Anarkisme/kekerasan intra dan inter kampus seperti membentuk lingkaran kekerasan. Hampir setiap tahun, atau di waktu-waktu tertentu, kita disajikan dengan berita tawuran mahasiswa, juga tawuran para siswa.
Tentunya ada juga prestasi yang telah dicapai, akan tetapi gaung masalah jauh lebih bergema dibandingkan deretan prestasi-prestasi itu.
Pengangguran Terdidik
Sulit mendapatkan angka pasti berapa jumlah mahasiswa baru yang mendaftar ke perguruan tinggi setiap tahun, tetapi diyakini jumlahnya terus meningkat. Hal ini didukung oleh semakin bertambahnya jumlah perguruan tinggi, baik yang berbentuk Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, atau Akademi.
Yang pasti, jumlah pengangguran terdidik di Indonesia setiap tahun terus bertambah, apalagi bila mengingat tiap tahun ada dua gelombang wisuda di tiap Perguruan Tinggi (PT).
Tahun 2008, Indonesia mendapat ranking 1 di Asia dalam jumlah pengangguran tertinggi. Hal ini dianggap mengancam stabilitas kawasan Asia mengingat secara keseluruhan jumlah penduduk Indonesia lebih besar daripada Negara-negara tetangga. Meskipun ditengarai turun sekitar 9% dari tahun 2007, tapi secara umum angka ini tetap saja dianggap yang tertinggi di Asia.
Data Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah sarjana (S-1) pengangguran pada Februari 2007 sebanyak 409.900 orang. Setahun kemudian, tepatnya Februari 2008 jumlah pengangguran terdidik bertambah 216.300 orang atau sekitar 626.200 orang. Tiap tahun rata-rata 20% lulusan perguruan tinggi kita menjadi pengangguran.
Jika setiap tahun jumlah kenaikan rata-rata 216.300, pada Februari 2012 terdapat lebih dari 1 juta pengangguran terdidik. Belum ditambah pengangguran lulusan diploma (D-1, D-2, D-3) terus meningkat. Dalam rentang waktu 2007-2010 saja tercatat peningkatan sebanyak 519.900 orang atau naik sekitar 57%.
Jika dikaji dari perspektif sosiologi, meningkatnya pengangguran terdidik jelas membahayakan. Para penganggur itu sangat rentan melakukan tindak kriminalitas. Bahkan dengan kemampuan intelektual yang dimiliki, para sarjana pengangguran itu bisa menciptakan kejahatan baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Dari perspektif ekonomi, para pengangguran ini akan menjadi beban ekonomi keluarga, masyarakat bahkan bangsa ini. Mereka bahkan dapat menjadi pemicu lahirnya kemiskinan model baru; mereka miskin bukan karena tidak tahu apa-apa, melainkan akibat sulitnya mengakses lapangan kerja.