Apa yang saya lakukan jelas tidak mencerminkan dari motto tersebut, justru terkesan menodai dengan sikap saya yang penuh arogansi. Rupanya apa yang saya yakini tak bisa saya paksakan pada orang lain, mereka bebas untuk memilih apa yang menjadi sumber ketentraman, kenyamanan, serta kedamaian dalam pertemuan dengan Tuhan.
Mereka bebas memilih melalui perantara siapa saja yang mereka yakini, yang mampu mengantarkan dirinya kepada kebenaran. Kesadaran ini lah yang mengubah cara pandang saya dalam berkeyakinan sekaligus lahirnya kembali sebuah pertanyaan dalam benak ini. Jika diri saya telah meyakini sosok Juru selamat, lantas keselamatan apa yang bisa diberikan pada mereka yang tidak satu keyakinan dengan diri saya ?
Pertanyaan itu begitu sangat mengusik diri saya, dengan segala macam kekurangan lahiriah maupun batiniah. Dan walaupun pada dasarnya diri ini telah menerima sosok Juru selamat. Nyatanya diri saya secara pribadi pun, masih mempertanyakan apakah setelah kematian nanti saya akan selamat dari panasnya api neraka ? Pertanyaan-pertanyaan ini lah yang membuat diri saya mulai berdamai dan berupaya untuk segera membenahi pola pikir, menurunkan ego yang sempat singgah dan hadir dalam diri saya.
Tentu perubahan pola pikir serta ego yang perlahan menurun bukan tanpa alasan. Mengingat history dari Nabi Muhammad SAW saat tinggal lama di Madinah, History dari Nabi Isa As dalam al-kitab, serta Juru Selamat yang saya yakini Hz. Mirza Gulam Ahmad yang tak pernah memaksakan apa yang telah menjadi kebenaran harus serta merta diyakini oleh banyak orang. Hal itulah yang membuat pola pikir serta ego pribadi dalam diri saya perlahan berubah serta mereda.
Oleh karena itu, diri saya hadir bukan sebagai seorang yang arogan dan merasa paling benar sendiri. Namun saya hadir kini membawa cinta serta pesan damai sebagaimana para nabi terdahulu hadir dengan cinta, kasih sayang, kedamaiannya, sehingga kehadiranya dapat bermanfaat bagi masyarakat secara luas. Dan apa yang diri saya telah alami kiranya tidak di alami juga oleh orang lain, hidup berdampingan nyatanya telah difirmankan Allah Ta'ala itu sendiri dalam Al-Qur'an yang menjadi pegangan saya.
Lantas haruskah diri ini memaksakan keyakinan saya kepada orang lain ? Rasanya hal itu sangat bertolak belakang dan belum tentu Allah Ta'ala itu sendiri meridhoi. Karena Allah Ta'ala pun nyatanya tidak pernah memaksa hambanya untuk mengimani-Nya meskipun Allah Ta'ala merupakan Sang Penguasa Alam Semesta dengan segala isinya itu.
Maka melalui paham Islam yang bernaung dalam sebuah organisasi Muslim Jemaah Ahmadiyah. Saya siap dan sukarela menebar cinta kasih tanpa melihat serta memandang suku, etnis, agama, warna kulit, golongan, untuk sama-sama hidup berdampingan, saling mengenal lebih dalam, menjalin hubungan harmonis. Demi tercipta ruang aman bagi kita untuk beribadah tanpa harus memperdebatkan prinsip-prinsip dasar yang begitu sangat sensitif dan teramat melelahkan ini.
Â
Bentuk Nyata Dari Sebuah Motto
Saya sedikit mencoba untuk menyelami apa yang ada dalam pikiran orang lain, tentang apa yang telah saya katakan. "Saya siap dan suka rela menebar cinta kasih." Pernyataan ini jika belum ter-implementasikan ke dalam sebuah bentuk aksi, nyatanya masih berupa sebuah bualan tanpa bukti.
Saya tidak ingin ter-cap sebagai seorang yang manis bertutur kata namun kosong dari aksi nyata. Dan jangan beranggapan hal ini semata-mata hanya ingin mendapatkan sebuah pengakuan atau suatu validasi dari mulut manusia, atas sebuah pernyataan yang mungkin akan terlontar, akh cuma ngomong doang !