Mohon tunggu...
Asri Hendrawati
Asri Hendrawati Mohon Tunggu... Buruh - Mahasiswa

Tanggapan mengenai bullying.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Bullying

14 Januari 2025   09:24 Diperbarui: 14 Januari 2025   09:24 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

ESSAY PSIKOLOGI SOSIAL

BULLYING 

DOSEN PENGAMPU 

Dr. Rr. Amanda Pasca Rini, M.Si., Psikologi

 

 

 oleh:

 

Asri Hendrawati

 

Nim : 1532400036

 

 

 

PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI 

 

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA

 

 Bullying 

 

Bullying atau perundungan merupakan perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan untuk menyakiti atau mengendalikan orang lain. Bullying bisa terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik, verbal, hingga sosial. Perilaku ini tidak hanya merugikan korban secara langsung, tetapi juga memberikan dampak jangka panjang terhadap perkembangan psikologis korban dan pelaku. Dalam mengkaji bullying, penting untuk mengaitkannya dengan berbagai teori psikologi yang menjelaskan perilaku manusia, sebab ini akan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang mengapa bullying terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya.

 

 Bullying adalah fenomena sosial yang telah lama ada dan merupakan bentuk kekerasan baik fisik, verbal, maupun sosial yang terjadi pada individu atau kelompok. Bullying sering kali melibatkan perbedaan kekuatan, di mana pelaku bullying menggunakan kekuatan fisik, emosional, atau sosial untuk mengontrol, menekan, dan merendahkan korban. Fenomena ini terjadi tidak hanya di sekolah, tetapi juga dalam lingkungan sosial lainnya seperti tempat kerja dan media sosial. Meskipun dampaknya sangat besar bagi korban, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, banyak yang belum memahami secara menyeluruh tentang akar penyebab bullying dan bagaimana cara untuk mengatasinya secara efektif.

 

Dengan menggunakan teori-teori psikologi, kita bisa mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang penyebab dan dampak bullying serta cara-cara yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah ini. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis fenomena bullying secara detail dengan merujuk pada beberapa teori psikologi yang relevan, baik untuk memahami perilaku pelaku maupun korban bullying.

 

Teori-Teori Psikologi dalam Bullying

 

  1. Teori Perilaku (Behaviorism)

 

B.F. Skinner dan John Watson adalah dua tokoh utama yang mengembangkan teori perilaku. Dalam pandangan teori ini, perilaku manusia dianggap sebagai hasil dari stimulus yang diterima dari lingkungan dan penguatan (reinforcement) terhadap perilaku tersebut. Bullying, dalam perspektif teori perilaku, bisa dipandang sebagai perilaku yang dipelajari dan diperkuat melalui interaksi sosial. Jika pelaku bullying merasa bahwa perilaku agresif mereka memberi keuntungan (seperti mendapatkan perhatian atau meningkatkan status sosial), maka perilaku tersebut kemungkinan akan terus berlanjut.

 

Analisis Bullying: Perilaku bullying sering kali menjadi kebiasaan karena mendapatkan penguatan positif atau negatif. Misalnya, jika seorang anak yang melakukan bullying merasa diakui atau mendapatkan perhatian, ia akan terus melakukannya. Begitu pula dengan korban bullying, yang bisa mengembangkan perilaku pasif atau melawan dengan agresi sebagai respons terhadap pengalaman negatif yang berulang.

 

Solusi: Untuk mengatasi bullying menurut teori perilaku, diperlukan perubahan lingkungan yang mengarah pada penguatan perilaku positif. Intervensi seperti pemberian konsekuensi negatif terhadap bullying dan pemberian penghargaan terhadap perilaku empati dapat mengurangi frekuensi bullying.

 

  1. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory)

 

Albert Bandura mengembangkan teori pembelajaran sosial, yang menyatakan bahwa manusia tidak hanya belajar dari pengalaman langsung, tetapi juga melalui observasi terhadap perilaku orang lain. Dalam konteks bullying, anak-anak atau remaja dapat meniru perilaku agresif yang mereka lihat dari orang lain, baik di rumah, sekolah, atau media. Pelaku bullying mungkin telah mengamati orang dewasa atau teman sebaya yang menggunakan kekerasan atau agresi untuk mendapatkan sesuatu, sehingga mereka menirunya.

 

Analisis Bullying: Melalui pengamatan terhadap model agresif, seorang anak dapat mempelajari bahwa perilaku bullying adalah cara yang efektif untuk mengatasi masalah atau mendapatkan perhatian. Orang tua, guru, atau teman sebaya yang menunjukkan perilaku empatik dan saling menghormati dapat menjadi model yang lebih baik bagi anak-anak untuk mengurangi kecenderungan mereka untuk melakukan bullying.

 

Solusi: Pendidikan yang berfokus pada empati dan pengembangan keterampilan sosial dapat membantu anak-anak belajar cara berinteraksi secara positif dan menghargai perbedaan. Program seperti "peer mentoring" di sekolah dapat memberikan contoh perilaku yang positif bagi anak-anak yang cenderung melakukan bullying.

 

  1. Teori Kebutuhan (Maslow's Hierarchy of Needs)

 

Abraham Maslow mengemukakan teori hierarki kebutuhan yang menggambarkan berbagai kebutuhan manusia mulai dari kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu harus memenuhi kebutuhan dasar (seperti rasa aman dan dihargai) sebelum mereka bisa mencapai aktualisasi diri. Dalam konteks bullying, baik pelaku maupun korban sering kali memiliki kebutuhan psikologis yang belum terpenuhi. Misalnya, pelaku bullying mungkin merasa kurang dihargai atau tidak aman secara emosional, sehingga mereka melakukan bullying untuk memperoleh pengakuan atau meningkatkan rasa harga diri mereka.

 

Analisis Bullying: Bullying dapat terjadi ketika seseorang merasa terancam atau tidak dihargai, baik di rumah atau di sekolah. Pelaku bullying sering kali menggunakan agresi untuk memenuhi kebutuhan mereka akan kekuasaan atau pengakuan sosial, sementara korban bullying mungkin merasa kehilangan rasa aman dan harga diri.

 

Solusi: Untuk mengatasi bullying, penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pemenuhan kebutuhan psikologis anak, seperti rasa aman, penerimaan, dan penghargaan. Program pengembangan diri yang berfokus pada peningkatan rasa percaya diri anak dan membangun hubungan sosial yang positif dapat mencegah terjadinya bullying.

 

  1. Teori Perkembangan Sosial (Social Development Theory)

 

Erik Erikson mengemukakan teori perkembangan psikososial yang mencakup tahapan-tahapan perkembangan manusia dari masa kanak-kanak hingga dewasa. Pada masa sekolah, anak-anak berada dalam tahap "industri vs. inferioritas," di mana mereka mulai belajar keterampilan sosial, akademik, dan fisik. Selama tahap ini, anak-anak sangat peka terhadap pengakuan sosial dan status mereka di kelompok teman sebaya. Pola hubungan sosial yang terbentuk, termasuk bullying, dapat mempengaruhi perkembangan psikososial mereka.

 

Analisis Bullying: Pada usia sekolah, anak-anak cenderung mencari pengakuan dan status di kelompok sosial mereka. Bullying sering kali menjadi cara untuk membangun atau mempertahankan posisi sosial di antara teman sebaya. Sementara itu, korban bullying sering merasa inferior dan tidak dihargai, yang dapat menghambat perkembangan sosial dan emosional mereka.

 

Solusi: Intervensi yang melibatkan seluruh komunitas, seperti sekolah yang mendukung kerjasama dan inklusivitas, sangat penting untuk mencegah bullying. Mengajarkan anak-anak tentang pentingnya menghargai perbedaan dan kerja sama di sekolah dapat membantu mencegah bullying dan mendorong perkembangan sosial yang positif.

 

  1. Teori Kepribadian (Personality Theory)

 

Teori kepribadian, khususnya teori psikoanalitik dari Sigmund Freud dan teori kepribadian sosial dari Carl Rogers, menjelaskan bagaimana dinamika internal dan kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi dapat berperan dalam perilaku seseorang. Pelaku bullying mungkin mengalami konflik internal atau tekanan emosional yang mendorong mereka untuk mengalihkan perasaan negatif mereka ke orang lain. Mereka mungkin merasa lebih kuat atau lebih berkuasa dengan merendahkan orang lain.

 

Analisis Bullying: Pelaku bullying sering kali menunjukkan perilaku yang didorong oleh ketidakamanan internal atau pengalaman traumatis yang belum terselesaikan. Mereka mungkin menggunakan bullying sebagai cara untuk menanggulangi rasa rendah diri atau stres emosional.

 

Solusi: Pendekatan psikoterapi untuk membantu pelaku bullying memahami dan mengatasi ketidakamanan emosional mereka dapat membantu mengurangi perilaku agresif. Terapi yang berfokus pada pengembangan empati dan regulasi emosi juga dapat membantu pelaku bullying untuk lebih memahami dampak perilaku mereka terhadap orang lain.

 

Dampak Bullying bagi Korban dan Pelaku

 

  1. Pada Korban Bullying: Bullying dapat meninggalkan dampak psikologis jangka panjang bagi korban. Dampak tersebut antara lain kecemasan, depresi, gangguan stres pascatrauma (PTSD), dan penurunan harga diri. Selain itu, korban bullying sering kali mengalami kesulitan dalam membentuk hubungan sosial yang sehat dan mungkin menjadi lebih rentan terhadap masalah mental di kemudian hari.
  2. Pada Pelaku Bullying: Pelaku bullying juga menghadapi konsekuensi negatif, meskipun dampaknya mungkin tidak langsung terlihat. Mereka lebih rentan untuk terlibat dalam perilaku antisocial, termasuk kekerasan di masa depan. Selain itu, pelaku bullying mungkin mengalami masalah dalam hubungan interpersonal mereka, baik di sekolah maupun dalam kehidupan dewasa.

 

Kesimpulan

 

Bullying adalah masalah sosial yang kompleks yang membutuhkan pendekatan holistik untuk penyelesaiannya. Berdasarkan analisis menggunakan berbagai teori psikologi, kita dapat melihat bahwa bullying tidak hanya berdampak buruk bagi korban, tetapi juga bagi pelaku. Perilaku bullying sering kali merupakan respons terhadap kebutuhan emosional atau sosial yang tidak terpenuhi, baik oleh pelaku maupun korban. Oleh karena itu, pencegahan bullying harus dilakukan dengan pendekatan yang melibatkan perubahan lingkungan sosial, pendidikan tentang empati, serta dukungan psikologis untuk mengatasi akar penyebabnya. Bullying adalah fenomena yang kompleks dan multidemensional yang memerlukan pendekatan psikologis yang holistik. Melalui pemahaman berbagai teori psikologi, kita dapat lebih memahami motivasi di balik perilaku bullying dan bagaimana cara menghadapinya. Peran lingkungan sosial, kebutuhan psikologis, dan dinamika kelompok sosial sangat penting dalam membentuk perilaku bullying. Oleh karena itu, intervensi yang efektif untuk mengatasi bullying tidak hanya berfokus pada pelaku dan korban secara individu, tetapi juga melibatkan perubahan dalam budaya sosial yang ada, termasuk pendidikan dan pembentukan empati serta nilai-nilai positif sejak dini. Pencegahan bullying harus dilakukan secara menyeluruh, dengan mengutamakan peran keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan mendukung perkembangan psikologis setiap individu.

 

Daftar Pustaka

 

Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. Prentice Hall.

 

Baumrind, D. (1966). Effects of Authoritative Parental Control on Child Behavior. Child Development, 37(4), 887-907.

 

Erikson, E. H. (1950). Childhood and Society. Norton & Company.

 

Maslow, A. H. (1943). A Theory of Human Motivation. Psychological Review, 50(4), 370-396.

 

Skinner, B. F. (1953). Science and Human Behavior. Free Press.

 

Freud, S. (1923). The Ego and the Id. SE

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun