Sejak saat itu. Aku tak lagi menghubungi Ghio ataupun ortuku. Ayah dan bunda juga tidak akan merasa khawatir karena aku tetap memberi mereka kabar. Yups, hanya kabar kabar yang memang layak untuk didengar. Aku yang merantau kerja jauh dari orang tuaku memilih untuk menetap di apartemen Sifanggi beberapa waktu. Sampai pada akhirnya, Ghio datang ke sini setelah dia sadar aku sengaja menjauhi nya.
"Loe keguguran, Nin? Cowok mana yang udah bikin loe hamil hah?" Gertak Ghio.
"Eh loe gila! Jelas jelas itu anak loe." Sifanggi menampar Ghio.Â
"Yakin? Loe kan gampang Deket sama cowok. Main ke sana ke sini."Â
"Denger yah! Gue emang friendly. Tapi gue tahu batasan gue. Loe gak inget di Villa loe pas ultah loe, hah? Sekarang semua jelas. Loe ngga pernah nganggep gue sebagai pasangan loe. Sekarang mending loe pergi dan jangan pernah balik lagi karena gue gak akan bisa Nerima loe. " Sekuat tenaga mendorong tubuh Ghio dan menyuruh nya pergi.Â
Tepat di hari ulang tahunku malam ini, aku benar benar memutuskan hubungan dengan seseorang yang sudah berkali kali ku coba pertahankan. Sekali dua kali dia abai itu wajar, tapi selebihnya berarti kamu tidak ada penting baginya. Pilihan cuma dua. Lepas, atau ikhlas.Â
Jangan takut untuk melepas sesuatu yang menyakitimu. Jangan sampai kau hidup bersama rasa pedih dan benci yang lama kelamaan akan menggerogoti hatimu.Â
Ikhlas itu bohong jika aku mengatakannya sekarang. Yang ada hanyalah menerima takdir yang diluar daya pikir.Â
Lupa, ngga akan bisa kita lakuin. Yang ada hanyalah belajar mengabaikan hal hal yang pernah membuatmu menjadi hancur.
Jangan melebur bersama kenangan, pikiran atau perasaan mu. Tapi meleburlah bersama penciptamu.Â
Serpihan itu mungkin gak bisa jadi utuh tapi, dia akan menjadi sebuah mahakarya yang indah selama ditangan yang tepat. So, ubahlah mindsetmu "aku akhiri segalanya, menjadi ku ubah semestaku menjadi lebih baik dari yang tak pernah ku sangka "Â