Mohon tunggu...
Asri Nafa Safira
Asri Nafa Safira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student

LAKUKAN YANG TERBAIK DALAM HIDUPMU!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Islam dan Budaya

14 September 2021   16:30 Diperbarui: 15 September 2021   21:11 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Interaksi antara agama dan kebudayaan itu dapat terjadi dengan, pertama agama mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya. Nilainya adalah agama, tetapi simbolnya adalah kebudayaan. Contohnya adalah bagaimana shalat mempengaruhi bangunan kehidupannya. Kedua, kebudayaan dapat mempengaruhi simbol agama. Dalam hal ini kebudayaan Indonesia mempengaruhi Islam dengan pesantren dan kiai yang berasal dari padepokan dan pondok pesantren. Dan ketiga, kebudayaan dapat menggantikan sitem nilai dan simbol agama.

Agama dan kebudayaan mempunyai dua persamaan, yaitu, keduanya adalah sitem nilai dan sistem symbol. Keduanya mudah sekali terancam setiap kali ada perubahan. Agama, dalam perspektif ilmu-ilmu sosial adalah sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas, yang berperan besar dalam menjelaskan struktur tata normatif dan tata sosial serta memahamkan dan menafsirkan dunia sekitar. Sementara seni tradisi merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia (dalam masyarakat tertentu) yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis, dan kearifan lokal (local wisdom).

Baik agama maupun kebudayaan, sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang dalam mensikapi kehidupan agar sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaannya. Misalnya, dalam menyambut anak yang baru lahir, bila agama memberikan wawasan untuk melaksanakan aqiqah untuk penebusan (rahinah) anak tersebut. Sementara kebudayaan yang dikemas dalam marhabaan dan bacaan barjanji memberikan wawasan dan cara pandang lain, tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu mendo'akan kesalehan anak yang baru lahir agar sesuai dengan harapan ketuhanan dan kemanusiaan. Demikian juga dalam upacara tahlilan, baik agama maupun budaya lokal dalam tahlilan sama-sama saling memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi orang yang meninggal.

Dengan demikian, antara keduanya saling melengkapi dalam rangka keharmonisan kehidupan manusia. Jadi kebudayaan merupakan upaya penjelmaan diri mausia dalam usaha menegakkan eksistensinya dalam kehidupan. Sehingga kebudayaan adalah susunan yang dinamis dari ide-ide dan aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lainnya secara terus menerus. Untuk kemudian agama sebagai sandarannya berupaya menjadi fondasi keselamatan umat manusia. Oleh karena itu, pada prinsipnya agama dan kebudayaan merupakan subjek dan objeknya, yaitu sama-sama terdapat pada diri manusia.

Fungsi Agama dan Budaya dalam Kehidupan Manusia

Allah SWT telah menurunkan agama dengan perantaraan rasul-Nya (nabi-utusan Tuhan Yang Maha Esa), berisi hukum dan bimbingan suci dalam bidang aqidah, amaliah, dan akhlak, supaya manusia memperoleh keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi (duniawi dan ukhrawi). Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW pada hakekatnya merupakan nikmat karunia Ilahi yang terbesar bagi kita. Sebab dengan mengimani Allah SWT dan menta'ati-Nya sebagaimana yang dititahkan-Nya, kita memperoleh pegangan dan pedoman keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi dalam seluruh kehidupan yang kita tempuh, baik kehidupan duniawi, apalagi kehidupan ukhrawi. Hanya saja, karena mata kita "tertutup" dan hati kita diselubungi oleh kebutaan kejahatan, kadang kala seseorang merasa agama itu sebagai "belenggu" bagi kebebasannya. Padahal rahmat dan karunia agama itu justru untuk kemaslahatan dan kebajikan manusia baik di dunia maupun di akhirat.

Memang dalam hukum Syari'at agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW itu ada sekian banyak hal yang diperintahkan Allah SWT untuk kita lakukan dalam bidang 'aqidah dan amaliah, dan sekian banyak pula hal-hal yang dilarang. Tetapi perintah dan larangan itu semuanya mengandung hikmah yang tinggi, yaitu demi kebajikan dan keselamatan hidup manusiawi, duniawi, dan ukhrawinya. Keta'atan kita terhadap hal-hal yang diperintah dan dilarang dalam hukum syari'at itu, pada hakekatnya adalah pelaksanaan bagi keimanan kita. Tidak boleh atau tidak patut perintah dan larangan Tuhan SWT itu, kita pandang atau kita rasakan sebagai belenggu keburukan, tetapi sebagai bimbingan keselamatan yang mutlak benarnya. Kebenaran manakah yang lebih sempurna dan lebih tinggi nilainya dan lebih dapat dipertanggung jawabkan kemutlakan benarnya, lebih daripada kebenaran yang diturunkan dan dibimbingkan oleh Allah SWT sendiri? Allah SWT menciptakan alam semesta, tentu lebih mengetahui apa yang baik terhadap diri kita daripada pengetahuan kita manusia tentang diri kita sendiri.

Patut diketahui dan diyakini, bahwa Agama kebenaran (Dinul Haqq) yang dibawa oleh Rasulullah SAW selaku nabi-utusan Tuhan SWT yang terakhir, cukup mempunyai unsur-unsur kekuatan yang dapat mengangkat mutu dan derajat manusia, sebagaimana layaknya manusia selaku pemegang amanat Tuhan di muka bumi ini. Mari kita renungkan isi dari rukun Iman (sendi kepercayaan) Islam yang 6 (enam) dan Rukun-rukun Islam yang 5 (lima), serta ajaran Ihsan Islami. Semua itu berisi daya kekuatan atau unsur - unsur yang dapat mengangkat manusia (sebagai hamba Tuhan dan sebagai umat) kepada mutu kemanusiaan yang tinggi dan akhlak yang mulia. Mengapa dikatakan demikian? Renungkan misalnya 3 (tiga) saja dari pokok-pokok ajaran Agama:

  • Iman kepada Allah yang Maha Esa.
  • Iman tentang adanya Hari Kemudian.
  • Amalan shalihat.

Masyarakat yang warga anggotanya terdiri dari insan-insan yang mempunyai sifat-sifat karakteristik semacam yang disebutkan di atas (dengan diterapkan dalam kehidupannya), tidak usah disangsikan, karena tentu merupakan masyarakat yang baik dan tinggi nilainya. Dalam masyarakat yang demikian, keimanan kepada Tuhan SWT. Menjadi landasan yang kuat untuk setiap gerak atau aktivitas jiwa insani, tentunya faktor-faktor yang menjadi tulang punggung keadilan dan kemakmuran serta kemajuan (seperti disiplin yang baik, kejujuran, kesabaran, kesungguhan, kesetiaan serta semangat gotong royong, dan sebagainya) dapat tegak dengan kokoh. Ia menjadi seolah-olah "pakaian" rohaniah bagi warga warga atau anggota masyarakat.

Adapun fungsi budaya dalam kehidupan manusia sebagaimana yang diungkapkan oleh Musa Asy'ari yang dikutip dari Koentjaraningrat, bahwa hal itu melalui tahapan kebudayaan sebagai suatu proses dan kebudayaan sebagai suatu produk. Dalam tahap produk kebudayaan dapat berwujud sebagai: (1) gagasan, konsep, atau pikiran, (2) aktivitas, dan (3) benda-benda. Kebudayaan dapat pula merupakan penjelmaan dari nilai-nilai, yaitu nilai teori (ilmu, ekonomi, agama, seni, politik, dan sosial (solidaritas).

Oleh karena itu, penjelmaan nilai-nilai agama dalam kaitan ini adalah aktivitas keagamaan atau kebudayaan agama sebagai penjelmaan dari nilai-nilai yang ada dalam wahyu, karena agama dalam pengertian wahyu adalah bukan kebudayaan. Wahyu berasal dari Tuhan, karenanya secara ontologis agama wahyu juga berasal dan berpusat pada Tuhan, sedangkan kebudayaan berasal dan berpusat pada manusia. Dengan demikian, fungsi agama untuk dita'ati, sedangkan kebudayaan berfungsi sebagai kreasi manusia untuk melengkapi kehidupannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun