PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rahmat bagi alam semesta. Ajaran-ajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini. Allah SWT sendiri telah menyatakan hal ini, sebagaimana al-Qur'an menyebutkan "Kami tidak menurunkan al-Qur'an ini kapadamu supaya kamu menjadi susah." Artinya bahwa umat manusia yang mau mengikuti petunjuk al-Qur'an ini, akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan mereka akan bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang dan mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang sempit dan penuh penderitaan.
Kualitas manusia berkaitan dengan tiga hal berikut ini, pertama, berkenaan dengan kekuatan iman. Iman adalah keyakinan terhadap Allah, terhadap Malaikat-Nya, terhadap kitab-kitab-Nya, terhadap rasul-rasul-Nya, dan terhadap hari akhir. Di antara ayat al-Qur'an yang menyebutkan lima sendi iman tersebut adalah surat al-Baqarah ayat 177. Sedangkan iman kepada takdir Tuhan disebutkan dalam beberapa ayat al-Qur'an secara implisit sedangkan secara eksplisit disebutkan dalam hadis nabi. Kemantapan iman yang benar merupakan penentu (barometer) nilai hidup manusia. Iman yang benar bertumpu pada keyakinan tauhidullah, serta mendorong untuk banyak berbuat baik dalam hidupnya menuju ridha Allah SWT.
Kedua,berkaitan dengan kehendak untuk beramal saleh. Amal baik merupakan manifestasi dari iman yang benar. Amal saleh menuntut adanya ketaatan terhadap Allah, terhadap diri sendiri dengan berupaya memenuhi yang menjadi haknya (ruhani dan jasmani), terhadap keluarga dengan memenuhi yang menjadi haknya, terhadap tetangga dengan memenuhi apa yang menjadi hak tetangga, terhadap masyarakat dengan memenuhi apa yang menjadi hak masyarakat, dan seterusnya. Manusia adalah mahluk sosial yang saling memiliki hak dan kewajiban, plus solidaritas yang senantiasa ditumbuhkembangkan. Hidup tolong-menolong harus selalu ditegakkan dan senantiasa mendayung bersama pekerjaan yang dinilai memiliki dimensi untuk mengangkat kepentingan hidup bersama, tidak rakus, dan harus memelihara kelestarian lingkungan hidup.
Ketiga, berkenaan dengan ilmu pengetahuan. Untuk dapat merealisasikan amal saleh yang multidimensional itu, ilmu pengetahuan mutlak diperlukan sebagai sarananya. Dengan menggunakan pena, manusia dapat mencatat segala sesuatu yang dijumpai di alam raya ini. Alam raya merupakan kamus yang khusus diperuntukan kepada manusia. Bagi manusia yang berilmu, Allah berjanji akan mengangkat derajatnya. Ilmu memiliki nilai sentral di samping iman. Saking sentralnya masalah ilmu ini, sampai-sampai Nabi Muhammad SAW bersabda : "Barang siapa yang menghendaki dunia, hendaklah dengan ilmu, dan barang siapa yang menghendaki akhirat, hendaklah dengan ilmu, dan barang siapa yang menghendaki keduanya, hendaknya dengan ilmu."  Dalam hal ini, keilmuan seseorang sangat berpengaruh dengan kebudayaannya.
Budaya yang sudah melekat pada masyarakat harus berhadapan dengan fenomena tantangan kehidupan yang begitu deras. Sehingga tinggi rendahnya ekspresi keberagamaan seseorang, terlihat dari tingkatan ekspresi budayanya. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa pertanyaan yang harus dijawab terkait hubungan agama dan budaya:
- Apa dan bagaimana sesungguhnya hubungan antara agama dengan budaya, atau bagaimana posisi agama di hadapan budaya, dan posisi budaya di hadapan agama?
- Apa kesamaan dan perbedaan yang terjadi di antara agama dan kebudayaan?
- Bagaimana fungsi agama dan budaya dalam kehidupan manusia?
- Sejauhmana agama harus landing dalam budaya? atau sebaliknya? atau bagaimana teknis objektivikasi agama dalam budaya?
Berkaitan dalam pembahasan makalah ini, yang cukup urgen adalah penulis berupaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan deskriptif dan komparatif teks literatur dengan analisis dari buku-buku yang berkaitan dengan tema kajian dan dari sumber media informasi internet yang dijadikan referensi dalam bahasanbahasan kajiannya.
PEMBAHASAN
Istilah Islam merupakan kata turunan yang berarti ketundukan, keta'atan, kepatuhan (kepada kehendak Allah). Istilah Islam berasal dari kata aslama-yuslimu-islaam artinya patuh atau menerima dan memeluk Islam; kata dasarnya adalah salima yang berarti selamat dan sejahtera. Dari kata itu terbentuk kata mashdar salaamat. Dari uraian tersebut dapatlah disebutkan, bahwa arti yang dikandung dalam kata Islam adalah kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan diri, keta'atan, dan kepatuhan.Â
Makna kata Islam intinya adalah berserah diri, tunduk, patuh dan ta'at dengan sepenuh hati kepada kehendak Ilahi. Kehendak Ilahi yang wajib dita'ati dengan sepenuh hati oleh manusia. Manfaatnya bukan untuk Allah sendiri, tetapi untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Sebagai agama wahyu yang terakhir, syari'at Islam memberi bimbingan kepada manusia mengenai semua aspek kehidupan. Agama Islam merupakan satu sistem aqidah, syari'ah, dan akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan manusia dalam berbagai hubungan. Oleh karena itu, Islam adalah agama yang menyatakan keta'atan kepada Tuhan, dengan kitab al-Qur'an sebagai panduan dan tuntunan yang keasliannya di jaga oleh Allah SWT.
Islam merupakan nama bagi agama yang dikirim Tuhan dengan perantara wahyu kepada Nabi Muhammad SAW untuk dikembangkan kepada umat manusia seluruhnya dan sepanjang masa. Pedoman pokok dan sumber hukum dalam agama Islam ialah Kitab Suci al-Qur'an dan kitab suci ini dijelaskan dengan perkataan, perbuatan dan contoh teladan dari Nabi Muhammad SAW yang dinamakan hadis nabawi atau sunnah rasul.
Agama dianggap sebagai nilai dasar atau hak dasar setiap individu. Salah satunya adalah bebas menjalankan agama pilihannya. Tidak boleh ada paksaan kepada orang lain dalam memilih sebuah agama. Dalam syari'at agama mengajarkan manusia dalam menegakkan kebenaran, keadilan, dan semua kebajikan. Demikian juga agama, mengajarkan manusia untuk menghindari kejahatan. Tidak ada paksaan dalam ber-Islam, sebagaimana Allah mengatakan: "Tidak ada paksaan dalam agama, kebenaran tampak jelas dari kesalahan".
Islam ibarat istana yang sempurna; berfondasi aqidah dan bertiang ibadah yang ikhlas. Keduanya berfungsi membentuk perilaku dan akhlak yang mulia. Islam mempunyai konsep keseimbangan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, sehingga syari'at dan undang-undangnya berfungsi menguatkan dan menjaga bangunan Islam demi kemaslahatan dunia dan akhirat.
Kebudayaan merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata budaya yang mendapat awalan ke dan akhiran an. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa: "budaya" adalah pikiran dan akal budi. Kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal). Budi mempunyai arti akal, kelakuan, dan norma. Sedangkan "daya" berarti hasil karya cipta manusia. Dengan demikian, kebudayaan adalah semua hasil karya, karsa dan cipta manusia di masyarakat.Â
Oleh karena itu, kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan lain-lain). Sedang ahli sejarah mengartikan kebudaaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan.
Sejak 1871, E. B. Tylor, yang dikutip oleh A.L. Kroeber dan Clyde Kluckhohn, mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat, dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan J.J. Honigman (1954) membedakan pada fenomena kebudayaan atau wujud kebudayaan yang memahaminya dengan sistem budaya (sistem nilai, gagasan-gagasan, dan norma-norma), sistem sosial (kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat), dan artefak kebudayaan fisik. Menurut Koentjaraningrat, unsur-unsur universal dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini adalah: (1) sistem religi dan upacara keagamaan, (2) sistem dan organisasi kemasyarakatan, (3) sistem pengetahuan, (4) bahasa, (5) kesenian, (6) sistem mata pencaharian hidup, dan (7) sistem teknologi dan peralatan. Dari ketujuh macam ini bila diperdalam terkandung nilai-nilai pendidikan dalam konteks kehidupan sosial.
Hubungan antara Agama dan Budaya (Persamaan dan Perbedaannya)
Agama merupakan bidang yang dapat dibedakan dengan budaya, tetapi tidak dipisahkan. Agama bernilai mutlak, tidak berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sedangkan budaya, sekalipun berdasarkan agama dapat berubah dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Oleh karenanya, agama adalah kebutuhan primer, di sisi lain budaya adalah kebutuhan sekunder. Budaya bisa merupakan ekspresi hidup keagamaan. Dengan demikian, tinggi rendahnya ekspresi keberagamaan seseorang terlihat dari tingkatan ekpresi budayanya.
Oleh karena itu, dapat dikatakan, pertama, kebudayaan merupakan hasil karya, rasa, dan cita-cita manusia. Yang dapat berubah setiap waktu, ruang dan tempat. Dengan adanya budaya, kehidupan manusia menjadi lebih terarah dan mendapat tempat yang semestinya di mata manusia itu sendiri. Kedua, Islam bukan produk budaya, namun budaya timbul dapat terinspirasi dari efek adanya agama itu sendiri,
Islam dalam menghadapi budaya memberi batasan-batasan yang jelas dalam implementasinya. Dalam konsep Ikhwanul Muslimin dikenal dengan tsawabit dan mutaghayyirat. Artinya Islam memberikan batasan antara yang tidak boleh diubah (tsawabit) karena bersifat prinsip seperti aqidah, ushul (pokok-pokok) yang tegas, yang tidak menerima takwil, penggantian, perubahan kapanpun dan di manapun serta oleh siapapun. Seperti rukun iman, atau bahasa arab sebagai bahasa Al-Qur'an. Sedang mutaghayyirat memberikan fleksibilitas terhadap perkembangan zaman, termasuk kebudayaan.Â
Dalam khazanah ke-Islam-an, budaya biasa dinamakan dengan 'urf atau'adah. Qardhawi menjelaskan bahwa 'urf merupakan kebiasaan dan perilaku masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang kemudian dijadikan adat-istiadat turun temurun, baik berupa ucapan ataupn perbuatan, baik umum maupun khusus. Karena 'urf merupakan bagian tidak terpisahkan dari manusia, maka dalam merumuskan hukum, para ushuliyun memposisikan'urf sebagai salah satu instrumen penting. Hal ini dapat dilihat dari konsepsi yang dijabarkan oleh para ushuliyun. Selain itu, pentingnya posisi 'urf ini juga dapat dilihat dari munculnya kaidah ushul yang menyatakan: "al-'adahmuhakkamah".
Sebagai sebuah kenyatan sejarah, agama dan kebudayaan dapat saling mempengaruhi, karena dalam keduanya terdapat nilai dan simbol. Agama adalah simbol yang melambangkan nilai ketaatan kepada Tuhan. Kebudayaan juga mengandung nilai dan simbol supaya manusia bisa hidup di dalamnya. Agama memerlukan sistem simbol, dengan kata lain agama memerlukan kebudayaan agama. Hal ini menunjukkan hubungan antara agama dan budaya yang begitu erat. Tetapi perlu diperhatikan, keduanya perlu dibedakan. Agama adalah sesuatu yang final, universal, abadi (parennial), dan tidak mengenal perubahan (absolut). Sedangkan kebudayaan bersifat partikular, relative, dan temporer. Agama tanpa kebudayaan memang dapat bekembang sebagai agama pribadi; namun tanpa kebudayaan agama sebagai kolektivitas tidak akan mendapat tempat.
Interaksi antara agama dan kebudayaan itu dapat terjadi dengan, pertama agama mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya. Nilainya adalah agama, tetapi simbolnya adalah kebudayaan. Contohnya adalah bagaimana shalat mempengaruhi bangunan kehidupannya. Kedua, kebudayaan dapat mempengaruhi simbol agama. Dalam hal ini kebudayaan Indonesia mempengaruhi Islam dengan pesantren dan kiai yang berasal dari padepokan dan pondok pesantren. Dan ketiga, kebudayaan dapat menggantikan sitem nilai dan simbol agama.
Agama dan kebudayaan mempunyai dua persamaan, yaitu, keduanya adalah sitem nilai dan sistem symbol. Keduanya mudah sekali terancam setiap kali ada perubahan. Agama, dalam perspektif ilmu-ilmu sosial adalah sebuah sistem nilai yang memuat sejumlah konsepsi mengenai konstruksi realitas, yang berperan besar dalam menjelaskan struktur tata normatif dan tata sosial serta memahamkan dan menafsirkan dunia sekitar. Sementara seni tradisi merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia (dalam masyarakat tertentu) yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan filosofis, dan kearifan lokal (local wisdom).
Baik agama maupun kebudayaan, sama-sama memberikan wawasan dan cara pandang dalam mensikapi kehidupan agar sesuai dengan kehendak Tuhan dan kemanusiaannya. Misalnya, dalam menyambut anak yang baru lahir, bila agama memberikan wawasan untuk melaksanakan aqiqah untuk penebusan (rahinah) anak tersebut. Sementara kebudayaan yang dikemas dalam marhabaan dan bacaan barjanji memberikan wawasan dan cara pandang lain, tetapi memiliki tujuan yang sama, yaitu mendo'akan kesalehan anak yang baru lahir agar sesuai dengan harapan ketuhanan dan kemanusiaan. Demikian juga dalam upacara tahlilan, baik agama maupun budaya lokal dalam tahlilan sama-sama saling memberikan wawasan dan cara pandang dalam menyikapi orang yang meninggal.
Dengan demikian, antara keduanya saling melengkapi dalam rangka keharmonisan kehidupan manusia. Jadi kebudayaan merupakan upaya penjelmaan diri mausia dalam usaha menegakkan eksistensinya dalam kehidupan. Sehingga kebudayaan adalah susunan yang dinamis dari ide-ide dan aktivitas-aktivitas yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lainnya secara terus menerus. Untuk kemudian agama sebagai sandarannya berupaya menjadi fondasi keselamatan umat manusia. Oleh karena itu, pada prinsipnya agama dan kebudayaan merupakan subjek dan objeknya, yaitu sama-sama terdapat pada diri manusia.
Fungsi Agama dan Budaya dalam Kehidupan Manusia
Allah SWT telah menurunkan agama dengan perantaraan rasul-Nya (nabi-utusan Tuhan Yang Maha Esa), berisi hukum dan bimbingan suci dalam bidang aqidah, amaliah, dan akhlak, supaya manusia memperoleh keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi (duniawi dan ukhrawi). Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW pada hakekatnya merupakan nikmat karunia Ilahi yang terbesar bagi kita. Sebab dengan mengimani Allah SWT dan menta'ati-Nya sebagaimana yang dititahkan-Nya, kita memperoleh pegangan dan pedoman keselamatan dan kebahagiaan yang hakiki dan abadi dalam seluruh kehidupan yang kita tempuh, baik kehidupan duniawi, apalagi kehidupan ukhrawi. Hanya saja, karena mata kita "tertutup" dan hati kita diselubungi oleh kebutaan kejahatan, kadang kala seseorang merasa agama itu sebagai "belenggu" bagi kebebasannya. Padahal rahmat dan karunia agama itu justru untuk kemaslahatan dan kebajikan manusia baik di dunia maupun di akhirat.
Memang dalam hukum Syari'at agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW itu ada sekian banyak hal yang diperintahkan Allah SWT untuk kita lakukan dalam bidang 'aqidah dan amaliah, dan sekian banyak pula hal-hal yang dilarang. Tetapi perintah dan larangan itu semuanya mengandung hikmah yang tinggi, yaitu demi kebajikan dan keselamatan hidup manusiawi, duniawi, dan ukhrawinya. Keta'atan kita terhadap hal-hal yang diperintah dan dilarang dalam hukum syari'at itu, pada hakekatnya adalah pelaksanaan bagi keimanan kita. Tidak boleh atau tidak patut perintah dan larangan Tuhan SWT itu, kita pandang atau kita rasakan sebagai belenggu keburukan, tetapi sebagai bimbingan keselamatan yang mutlak benarnya. Kebenaran manakah yang lebih sempurna dan lebih tinggi nilainya dan lebih dapat dipertanggung jawabkan kemutlakan benarnya, lebih daripada kebenaran yang diturunkan dan dibimbingkan oleh Allah SWT sendiri? Allah SWT menciptakan alam semesta, tentu lebih mengetahui apa yang baik terhadap diri kita daripada pengetahuan kita manusia tentang diri kita sendiri.
Patut diketahui dan diyakini, bahwa Agama kebenaran (Dinul Haqq) yang dibawa oleh Rasulullah SAW selaku nabi-utusan Tuhan SWT yang terakhir, cukup mempunyai unsur-unsur kekuatan yang dapat mengangkat mutu dan derajat manusia, sebagaimana layaknya manusia selaku pemegang amanat Tuhan di muka bumi ini. Mari kita renungkan isi dari rukun Iman (sendi kepercayaan) Islam yang 6 (enam) dan Rukun-rukun Islam yang 5 (lima), serta ajaran Ihsan Islami. Semua itu berisi daya kekuatan atau unsur - unsur yang dapat mengangkat manusia (sebagai hamba Tuhan dan sebagai umat) kepada mutu kemanusiaan yang tinggi dan akhlak yang mulia. Mengapa dikatakan demikian? Renungkan misalnya 3 (tiga) saja dari pokok-pokok ajaran Agama:
- Iman kepada Allah yang Maha Esa.
- Iman tentang adanya Hari Kemudian.
- Amalan shalihat.
Masyarakat yang warga anggotanya terdiri dari insan-insan yang mempunyai sifat-sifat karakteristik semacam yang disebutkan di atas (dengan diterapkan dalam kehidupannya), tidak usah disangsikan, karena tentu merupakan masyarakat yang baik dan tinggi nilainya. Dalam masyarakat yang demikian, keimanan kepada Tuhan SWT. Menjadi landasan yang kuat untuk setiap gerak atau aktivitas jiwa insani, tentunya faktor-faktor yang menjadi tulang punggung keadilan dan kemakmuran serta kemajuan (seperti disiplin yang baik, kejujuran, kesabaran, kesungguhan, kesetiaan serta semangat gotong royong, dan sebagainya) dapat tegak dengan kokoh. Ia menjadi seolah-olah "pakaian" rohaniah bagi warga warga atau anggota masyarakat.
Adapun fungsi budaya dalam kehidupan manusia sebagaimana yang diungkapkan oleh Musa Asy'ari yang dikutip dari Koentjaraningrat, bahwa hal itu melalui tahapan kebudayaan sebagai suatu proses dan kebudayaan sebagai suatu produk. Dalam tahap produk kebudayaan dapat berwujud sebagai: (1) gagasan, konsep, atau pikiran, (2) aktivitas, dan (3) benda-benda. Kebudayaan dapat pula merupakan penjelmaan dari nilai-nilai, yaitu nilai teori (ilmu, ekonomi, agama, seni, politik, dan sosial (solidaritas).
Oleh karena itu, penjelmaan nilai-nilai agama dalam kaitan ini adalah aktivitas keagamaan atau kebudayaan agama sebagai penjelmaan dari nilai-nilai yang ada dalam wahyu, karena agama dalam pengertian wahyu adalah bukan kebudayaan. Wahyu berasal dari Tuhan, karenanya secara ontologis agama wahyu juga berasal dan berpusat pada Tuhan, sedangkan kebudayaan berasal dan berpusat pada manusia. Dengan demikian, fungsi agama untuk dita'ati, sedangkan kebudayaan berfungsi sebagai kreasi manusia untuk melengkapi kehidupannya.
Landing Agama dan Budaya, serta Teknis Objektivikasi Agama
Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian, Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut oleh suatu masyarakat. Akan tetapi, dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya. Sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang Undang Dasar (UUD) Negara Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, dijelaskan: "Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia."
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam: Pertama, kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam. Dalam kaidah fiqh disebutkan: "al-'adatu muhakkamatun" artinya bahwa adat-istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syari'at, seperti kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam Islam budaya itu sah-sah saja, karena Islam tidak menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita. Menentukan bentuk bangunan masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia, ataupun arsitektur Jawa yang berbentuk joglo.
Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kriterianya di dalam Islam, maka adat istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum. Sebagai contoh adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam sebuah harian yang menyatakan bahwa menikah antar agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil "al adatu muhakkamatun" karena nikah antaragama sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka dibolehkan dengan dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa seorang wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
Kedua, kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam, kemudian di "rekonstruksi" sehingga menjadi Islami. Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti lafadh "talbiyah" yang sarat dengan kesyirikan dan thowaf di Ka'bah dengan telanjang. Islam datang untuk merekonstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk "Ibadah" yang telah ditetapkan aturan-aturannya. Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantunkan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinyaagar sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Ketiga, kebudayaan yang bertentangan dengan Islam. Seperti, budaya "ngaben" yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Ngaben adalah upacara pembakaran mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya "tiwah", sebuah upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam "tiwah" ini dilakukan pemakaman jenazah yang berbentuk perahu lesung lebih dahulu.Â
Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut akan digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau lebih. Pihak penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah yang besar, karena disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk memakamkan orang yang meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah, mereka mempunyai budaya "Tumpeng Rosulan", yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat setempat merupakan penguasa lautan selatan (Samudra Hindia).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan, serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia yang sudah meninggal dunia.
Dengan demikian, objektivikasi agama memberi keanekaragaman interpretasi dalam praktik kehidupan beragama (Islam) di setiap wilayah yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Islam tidak lagi dipandang secara tunggal, melainkan beraneka ragam. Tidak ada lagi anggapan Islam yang di Timur Tengah sebagai Islam yang murni dan paling benar, karena Islam sebagai agama mengalami historisitas yang terus berlanjut, dan Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan sunnah rasul. Dalam perjalanan sejarahnya, budaya lokal juga ikut mempengaruhi corak kebudayaan Islam. Istilah budaya Islam Syar`i digunakan untuk membedakan bentuk pemahaman dan pengamalan nabi atas agama yang belum dipengaruhi oleh budaya Jahiliyah (unsur-unsur budaya lokal).Â
Fakta sejarah menunjukkan bahwa Islam seperti yang dicontohkan oleh rasul, adalah sistem yang merupakan kesatuan utuh antara aspek aqidah (iman) aspek Islam (aturan-aturan formal) dan aspek ihsan (moral spiritual). Sepeninggal Rasul, untuk masa tertentu meski terjadi gejolak sosial dan politik, tetapi magnet al-Qur'an dan sunnah masih cukup kuat menarik jiwa penganutnya, terutama para sahabat besar, sehingga budaya lokal tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap budaya Islam. Di sisi lain, agama dan budaya dapat di-landing-kan tatkala memenuhi prinsip-prinsip syari'at dan tidak menyalahi norma-norma dan nilai-nilai dasar dalam al-Qur'an dan sunnah Rasulullah SAW. Keduanya merupakan sumber hukum Islam yang wajib diikuti untuk keselamatan umat manusia menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Daftar Pustaka:
- Al-Qur'an al-Karim bi al-Rosmil Utsmani,(1425). Damaskus. Darul Furqon, cet.I.Â
- A.L. Kroeber dan Clyde Kluckhohn, (1952). Cultural: A Critical Review of Concepts and Definitions, Massachusset.The Museum.
- Arnold John Winsinch, (1943). Al-Mu'jam al-Mufahros li Alfaadz al-Hadiits al-Nabawiy,Leiden.Breil, juz II.
- Kuntowijoyo, (2001). Muslim Tanpa Masjid, Essai-essai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transendental, Bandung. Mizan.
- Mawardi dan Nur Hidayati, (2007). Ilmu Alamiah Dasar Ilmu Sosial Dasar Ilmu Budaya Dasar, Bandung. Pustaka Setia, cet. V
- Sanusi Uwes, (2003). Visi dan Pondasi Pendidikan (Dalam Perspektif Islam), Ciputat. Logos, cet. I.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H