Mohon tunggu...
Asri Abbas
Asri Abbas Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Pascasarjana IAIN Palopo

Menulis dan Traveling

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ada Apa dengan Raib?

6 Desember 2024   08:36 Diperbarui: 6 Desember 2024   08:48 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maaf ya Raib, coklat kamu aku makan soalnya aku lapar sekali, tadi pagi aku tidak sarapan, hehe..... sebagai gantinya besok aku traktir kamu bakso ya!

Coklatku raib. Dan itu membuat suasana seketika jadi canggung.

"Coklatnya mana Raib?" tanya Syifa

"Aduh, coklatnya ketinggalan di kelas, aku ke sana dulu ya" jawabku seadanya

"Nggak usah Raib. Maaf ya aku juga mau pulang, soalnya mobil jemputanku sudah datang" kata Syifa sambil berlalu.

Aku kecewa, benar-benar kecewa. Aku merasa duniaku runtuh, usahaku gagal karena coklat yang raib. Dan hal yang lebih menyesakkan hatiku tatkala ku tahu bahwa keesokan harinya berhembus kabar bahwa Syifa telah raib. Dia telah pindah sekolah di kota yang lain. Akhirnya kuputuskan untuk menggenggam jantungku yang berdegup, membuang bunga-bunga dihatiku yang telah layu dan memalingkan tatapanku pada bangkunya yang telah kosong.

Hari-hari kini kujalani dengan rasa sepi, seperti anak ayam yang nyasar karena kehilangan induknya,  semenjak kepergian Syifa, rasanya aku tak semangat lagi untuk pergi ke sekolah. Ditambah akhir-akhir ini aku sering melamun. Aku harus pasrah oleh omelan ibuku yang bertubi-tubi karena nilai-nilaiku anjlok. Lalu kupikir dengan matang jika terus seperti ini bisa-bisa sekolahku terbengkalai. Aku harus kuat, aku harus tegar. Kuyakinkan pada diri bahwa ini bukan akhir dari segalanya. Perjalanan hidupku masih panjang.

Kemudian dengan hati yang mantap, aku berjalan ke Mesjid yang tak jauh dari rumah. Sebelum masuk ke dalam mesjid, kusimpan dengan rapi sandal jepit yang kupakai, maklum sandal jepit ini adalah kesayanganku. Hadiah dari ayah, saat aku memenangkan lomba puisi tingkat dusun di daerahku. Lalu, aku masuk ke dalam mesjid, kulihat sudah ada beberapa orang yang sedang melaksanakan sholat sunnah, setelah menunggu beberapa saat kami pun melaksanakan sholat magrib berjamaah. Kemudian setelah selesai sholat, kami saling berjabat tangan, kurasakan betapa indahnya persaudaraan jika dibarengi dengan iman.

Ketika hendak meninggalkan mesjid, sandal jepit kebanggaanku raib entah kemana. Sandal jepit kesayanganku lenyap tinggal kenangan. Hatiku tambah sedih tatkala kudapati sandalku yang trendi tergantikan oleh sandal jepit yang bisa dikatakan lima tahun tak dicuci, kusam, dan tak layak pakai.

"Oh Tuhan, cobaan apa lagi ini", gumamku dalam hati.

Akhirnya diriku lunglai tak berdaya, seketika aku mengingat rentetan kejadian yang menimpa. Sepertinya aku terus kehilangan sesuatu disaat aku benar-benar menginginkanya. Sambil duduk di teras mesjid, aku berpikir bahwa apakah nasibku yang selalu raib karena namaku adalah Raib?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun