Mohon tunggu...
asni asueb
asni asueb Mohon Tunggu... Penjahit - Mencoba kembali di dunia menulis

menyukai dunia menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Laki-laki di Persimpangan

21 November 2020   22:41 Diperbarui: 21 November 2020   23:21 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu bulan berlalu sudah. Laki laki itu selalu ada di tempat yang sama, duduk dengan posisi yang sama. Entah apa yang dia tunggu.

Sore ini kembali melihat dia berada di persimpangan , kembali duduk dengan posisi yang sama. Aku yang berada di seberang  semakin bertambah heran, ada apa dengan lelaki itu. Selalu berada di persimpangan dan duduk di posisi yang sama.

Sepertinya tatapan matanya kosong tertuju pada satu arah. Aku mencoba mengikuti tatapan matanya, mungkin ada jawaban penyebab dia selalu berada di sana.

Namun aku tak menemukan jawaban dari tatapan matanya yang kosong itu. Ada niatan hati untuk mendekat dan menyapa laki laki di persimpangan itu, namun aku batalkan karena aku harus bergegas ke bandara, jangan sampai ketinggalan pesawat. Bergegas tanganku meraba hp yang ada di dalam tas untuk pesan greb menuju bandara.

Tiga bulan sudah aku berada di kota ini, kesibukan kantor membuat aku lupa dengan laki laki yang berada di persimpangan jalan itu. Tugas di kota ini selesai, saatnya pulang, tiba tiba terlintas di pikiran bagaimana khabar laki laki itu, akankah dia masih berada di tempat yang sama, atau sudah menemukan apa yang dia cari.

Saat mobil melaju dengan kencangnya, di ujung mataku  melihat laki laki itu masih berada di persimpangan dan masih dengan posisi duduk yang sama. 

Lelah tubuhku mengalahkan rasa penasaran dengan laki laki di persimpangan itu. Membiarkan mobil melaju dengan cepat agar aku dapat beristirahat di apartemenku.

Hari ini minggu, libur kerja, aku bisa bersantai sembari membaca novel kesukaanku. Saat aku menyeduh teh panas, kenapa aku ingat laki laki itu ya, seakan ada yang berbisik di telingaku, untuk melihat laki laki di persimpangan itu

"Bawakan dia segelas kopi  hangat dan seiris roti  coklat," suara itu jelas terdengar di telingaku.

Bergegas aku membuat kopi dan roti, kopinya aku masukkan dalam termos kecil agar panasnya tetap terjaga. 

Dari jauh sudah terlihat, laki laki di persimpangan itu tetap berada di sana dengan duduk yang sama. Perlahan aku berjalan mendekat laki laki itu. Walau ada yang berteriak

" Hei, jangan dekat dekat laki laki itu, dia gila!" Orang berteriak mengingatkan aku untuk tidak mendekat.

Bukannya menjauh, aku semakin dekat dan mencoba duduk di sebelahnya walau jantungku serasa dipompa dengan cepat, tetap memberanikan diri duduk di sampingnya.. 

Sembari memberikan kopi dan roti, 

" Makanlah dan minumlah kopi ini, untuk menghangatkan tubuhmu sejenak," kataku sedikit terbata

Laki laki itu menoleh dan memandang aku dengan seksama

" Ambillah," kataku lagi

Dia mengambilnya sembari bilang

"Terima kasih,"

Suaranya berat, wajahnya terlihat sangar tapi di ujung bibirnya ada senyum manis. Sepertinya laki laki ini bersahabat, lebih baik aku bertanya kenapa dia selalu berada di sini.

"Setiap saya ke kantor, selalu melihat anda duduk di tempat yang sama dan selalu di persimpangan ini, apa yang anda cari," sedikit memberanikan diri untuk menanyakan prihal dia.

Hening tiada jawaban, dia masih asik dengan kopi panas dan se lembar roti coklat yang aku bawa dari rumah. Aku mencoba melihat di ujung mata, kopi dan roti itu habis tak tersisa. Dia masih tetap diam sembari matanya tak lepas memandang ke depan, aku pun jadi ikut ikutan.

"Apa perduli kamu," katanya mengagetkan aku dengan suara beratnya.

" Saya hanya ingin tahu kenapa kamu selalu berada di sini, berhari hari bahkan mungkin berbulan bulan," kataku  sedikit mencoba mencairkan kekakuan di antara aku dan laki laki yang tidak aku kenal ini.

"Kenapa kamu ingin tahu, kita bukan teman, sahabat apa lagi saudara," katanya sedikit ketus.

" Ya kita bukan teman, sahabat, apalagi saudara tapi seakan ada yang mendorong aku mempertanyakan serta membawa kopi dan selembar roti coklat tadi," kataku sedikit di pertegas.

Hening tiada jawaban, akhirnya aku pulang dengan tangan hampa tanpa dapat cerita apa apa tapi aku tidak akan menyerah. Aku akan datang dengan kopi hangat serta selembar roti coklat.

Seminggu kemudian aku datang kembali dengan bawaan yang sama, menyodorkan kopi dan roti, matanya menatap aku seakan mencari jawab.

"Ambillah," kataku pelan, kamu pasti lapar.

Dia mengambil dan memakannya dengan lahap tanpa memperdulikan aku ada di sebelahnya. Aku berdiri dan berlalu dari hadapannya.

" Hai , kamu duduklah di sini, kamu mau mendengar ceritaku," katanya dengan lembut sembari tersenyum.

Ternyata laki laki ini ada sisi lembutnya, dan senyumnya bersahabat. Aku bergegas kembali duduk di sampingnya.

Dia mengambil  sesuatu dari kantongnya dan dia berikan padaku, sepertinya selembar foto. Aku mengambilnya, dan aku balik, ah.. bukankah ini Rani, apa hubungan laki laki ini dengan Rani.

Aku kembali menatap matanya dan mencari apa yang ditatapnya, bukan ..bukankah ini tempat Rani kecelakaan  beberapa bulan yang lalu. 

Kembali ingatan mengingatkan bagaimana Rani merenggang nyawa di tempat ini. Sejak kepergian suaminya Rani sering murung di kantor, bersyukurnya anak anaknya sudah pada dewasa jadi tidak terlalu butuh Rani karena mereka sudah bisa mengurus diri mereka sendiri.

Sore itu sekitar satu jam sebelum waktu pulang dari kantor, aku melihat Rani menerima telpon wajahnya selama ini murung tiba tiba memerah, matanya berbinar, senyumnya, ah lama aku tak melihat senyum itu.

Rani bergegas membereskan meja dan tasnya, setelah itu pergi dengan buru buru

" Rani... Rani, mau kemana, " teriak aku memecah kesunyian kantor.

"Nanti aku ceritakan," kata Rani.

Tidak lama kemudian aku mendapat khabar Rani mendapatkan kecelakaan. Aku tak mampu berkata, air mataku terus mengalir. Tak menyangka akan  cepat kehilangan sahabat sebaik Rani.

"Loh, kenapa kamu yang menangis, kamu kan mau mendengar ceritaku aku," kata laki laki itu mengagetkan aku.

Aku usap air mataku dengan ujung baju.

"Apa hubungan kamu dengan wanita di foto ini," kataku sembari menatap wajahnya

Dia balik bertanya, " Kamu kenal wanita ini, "

"Apa hubungan kamu dengan wanita di foto ini." Tanpa menggubris pertanyaan laki laki itu.

Hening, yang hanya terdengar suara deru mobil dan klakson yang saling bersahutan.

"Dia adik kecilku yang manja dan keras kepala," dia diam sejenak

Dalam hati aku berkata setahu aku Rani hanya punya kakak laki laki dan aku sering melihat fotonya, tapi laki laki ini.

"Dan sekaligus istri bayangan aku," katanya dengan berat.

"Istri bayangan apa maksudmu," aku semakin tidak paham.

Laki laki itu kembali meneruskan ceritanya

"Semasa sekolah kami adalah kakak adik, tapi di lubuk hati aku mencintainya, karena hubungan kakak adik lebih kuat, akhirnya cinta ku untuk dia aku simpan. Kami saling sayang, seberapa lama kami terpisah akan bersua dan tetap saling menyayangi.

Aku mencoba menyimak ceritanya tanpa memotong cerita ataupun menyela.

"Bertengkar pun, akan cepat akur, bila kuusap kepalanya, dengan manja dia akan rebahan di pundak ku pertengkaran pun usai, kita kembali akrab lagi, selalu seperti itu,"

Benarkah Rani yang dulu seperti itu, aku mengenalnya sebagai wanita yang tangguh, dalam hati aku berkata

"Aku merantau ke negeri Jiran tanpa khabar, dia menikah dengan pacarnya dan sudah mempunyai anak laki laki, saat itu aku pulang ingin mengatakan bahwa aku mencintainya dan mau menjadikan istri, tapi aku telat."

"Akhirnya, aku pun menikah, aku mendapatkan nomornya, kita sering telpon dan sms Ternyata istriku tak menyetujui walau aku telah menjelaskan dia adikku karena keluarga ku selalu menyebut dan membanggakan dia, istriku tidak terima.

Mungkin Lima belas tahun kami tak berkabar, tanpa sengaja aku menemukan namanya di facebook dan berlanjut ke WA terkadang kita vidio call.

"Di saat itulah aku cerita bahwa aku mencintainya, semua aku ceritakan ke dia secara gamblang.

"Hari hari kami terasa indah, dia tidak pernah cerita bahwa suaminya sudah tidak ada lagi. Aku pulang ke Indonesia tanpa memberi khabar, aku menemui dia, ternyata dia kerja. Aku telpon untuk bertemu di persimpangan ini saat pertama kita bertemu."

Laki laki itu diam, sembari menarik nafas panjang, aku melihat matanya berkaca kaca. Aku menyaksikan bagaimana senangnya Rani waktu di telpon ternyata mau menemui laki laki ini. Ternyata Rani mempunyai rahasia yang tidak aku ketahui.

" Dia turun dari mobil di seberang sana, melambaikan tangan dan segera menyeberang pada hal lalu lintas padat, sesampai di tengah tiba tiba badannya terbang dan terhempas secepat kilat. Aku termangu, terdiam. Saat aku peluk dia tersenyum dan memanggil dan dia bilang diapun mencintaiku, ingin bersamaku menghabiskan masa tuanya. "

"Ternyata itu kata kata terakhirnya, untukku. Dia pergi dalam pelukanku, andai saja aku lebih sabar menunggu di rumah mungkin ini tidak terjadi. Ternyata dia lebih mencintai suaminya dari pada aku. Dia meninggalkan aku dalam nestapa, duka yang panjang,"

Suara laki laki itu hampir takter dengar,ternyata laki laki itu menangisi kepedihan hatinya yang di tinggal Rani. Orang yang puluhan tahun dia cintai.

" Makanya aku menyebutnya istri bayangan, yang hanya aku jumpai dalam bayang semu,"

Aku pun mendengarnya menangis, betapa bahagianya sahabat ku ini di kelilingi orang orang yang mencintainya.

Tanpa menoleh pada laki laki itu, aku perlahan berjalan, tak ingin mengganggu kesendiriannya, membiarkan terus menatap ke seberang jalan. Suatu saat apa bila laki laki itu masih di sini aku akan cerita siapa aku sebenarnya.

Bahagia kau sobat di atas sana bertemu dengan kekasih hatimu di sini ada yang menunggumu walau dalam bayang semu.

Ruang kosong,211120

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun