“Eks itu artinya bekas atau mantan, Pak.”
Pak Karto mengangguk bangga pada muridnya yang berbadan gemuk itu. Kemudian ia dekati lagi Adit.
“Udah ngerti kamu kan apa itu ‘eks’? Nah sekarang jawab pertaanyaan bapak tadi?” tangan guru itu mengelus rambut Dani yang baru tumbuh 1 cm.
“Pak tadi pertanyaannya apa, ya?” tanya Adit bingung.
Huuu .... Berseru suara murid meledek Adit yang lupa pertanyaan dari Pak Karto. Dan Pak Karto sendiri tersenyum. Terlihat gigi-gigi hitamnya tampak dari luar.
“Mulai besok sepertinya kamu duduk di depan, jangan di belakang lagi! Baik, bapak ulang pertanyaannya, Apa pendapat kamu mengenai presiden kita Ir Joko Widodo akan segera meminta maaf kepada eks-PKI?” jarinya yang gemuk itu sudah siap-siap mencubit perut Adit.
“Pak .... sudah memang sepatutnya, bangsa ini meminta maaf kepada eks-PKI. Karena tidak semua tokoh PKI sejahat apa yang dipelajari dan diberitakan media,” Adit memulai jawabannya.
“Maksud kamua apa? Apakah kamu tidak paham apa yang bapak terangkan selama ini?” hidung Pak Karto mendengus, seperti seekor banteng yang akan menanduk musuhnya dari depan.
“Saya selalu mendengarkan apa yang Bapak terangkan, dan saya pahami pula apa yang sudah Bapak jelaskan. Hanya saja, Pak ...” suara Adit terhenti ditenggorokan.
“Hanya saja apa, Adit? Ayo jawab!”
“Hanya saja agar lebih paham lagi belajar sejarah, jangan dari satu sumber saja. Sejarah PKI yang dikaburkan oleh pihak berkepentingan pada masa itu terus berlanjut sampai sekarang. Akibatnya belajar sejarah hanya dari satu sumber pemerintah saja, sementara pemerintah sendiri peninggalan zaman orde baru. Yang diketahui pula, saat rezim berganti pun terindikasi penipuan besar-besaran pada bangsa ini. Dan apa salahnya jika kita juga belajar sejarah dari eks-PKI itu sendiri, dan dari media yang benar-benar netral tidak ada kepentingan politiknya,” didongakkan kepalanya tinggi ke arah Pak Karto.