Saya bukan paranormal apalagi dukun.Saya hanya orang biasa yang tidak pernah bercita cita jadi paranormal apalagi dukun.
Paling tidak, saya tahu, jika langit mendung belum tentu turun hujan. Tapi, tanpa ragu saya bisa memprediksikan arus lalu lintas di Jakarta, baik mendung maupun hujan, cenderung macet. Siang tengah hari bolong saja, Jakarta, bisa saya prediksikan macet. Padahal saya bukan paranormal apalagi dukun.
Tapi, saya bahkan lebih berani dari paranormal dan dukun untuk mengatakan bahwa tahun 2014 adalah "tahun tanpa titik balik" bagi Indonesia. Mau hancur ya di tahun 2014 itu. Mau bangkit kembali ya di tahun 2014 itu juga. Tidak ada pilihan lain, hanya 2 opsi: hancur atau bangkit kembali.
Indonesia hancur, itu pasti, karena sudah terlihat gejalanya selama 10 tahun terakhir ini:
- Selama 10 tahun terkahir ini, khususnya, pemerintah tidak berani tegas terhadap ormas ormas yang tidak perlu saya sebutkan. Azas, visi, misi ormas ormas yang tercatat resmi di Kemendagri, secara jelas ingin menghancurkan kepluralan Indonesia. Mereka tega melakukan "pengkhianatan" terhadap UUD 1945, yang sudah diamandemen sekalipun, Pancasila dan Bhinekka Tunggal Ika.
Pihak berwenang takut untuk bersikap tegas terhadap ormas ormas serupa ini. Ormas ormas ini merasa berhak terang terangan menghujat demokrasi Indonesia. Mereka giat menghancurkan semangat toleransi, sistem masyarakat yang plural di republik ini.
Kelakuan ormas ormas ini tidak beda dengan kelakuan para imperialis penjajah. Mereka merangsek masuk menguasai "budaya" dan seringkali "senjata" mereka adalah "agama".
- Parpol dan elite politik yang merendahkan perempuan. Selama 10 tahun terkahir ini, terbilang parpol dan para elitenya punya agenda secara langsung dan tidak langsung bertujuan untuk mengembalikan derajad perempuan Indonesia hanya layak untuk dikawini tanpa punya hak atas dirinya sendiri bahkan terhadap suaminya.
Parpol dan para elitenya menggunakan issue perempuan berdasarkan kepentingannya. Dicarilah ayat ayat penunjang yang jelas ingin mendudukan perempuan sebagai sub ordinat laki laki. Lebih celaka lagi, perempuan hanya dijadikan untuk pemuas nafsu kekuasaan sekaligus syahwat mereka. Menjijikan!!!
- Media. Dalam segala bentuk media: media mainstream, media onlines dan social media. Seperti situs porno yang susah dicegah, situs situs onlines bertebaran yang berisi informasi yang menyesatkan bermunculan seperti ojek payung di tengah hujan. Media mainstream partisan bahkan tidak kunjung berubah memanfaatkan ingatan pendek rakyat, memanipulasi sejarah dan menjadi ajang kampanye yang buruk.
Pemerintah, selama 10 tahun terakhir ini, seolah budek dan picek. Berdekade sebelum memasuki abad 21 para futurolog sudah memberikan antisipasi, era informasi tidak akan bisa dielakkan lagi.
Rencana strategis ketahanan informasi Indonesia harus diakui centang perenang. Tidak terkoordinasi. Era informasi, cuma ditandai dengan rata rata semua yang mengaku diri pejabat negara punya akun twitter, dan sibuk bercucucuwit ria setiap hari mengomentari semua kejadian yang mustinya jadi tanggung jawab mereka.
Memalukan mengikuti twitter para pejabat dari RI1, RI2 hingga ke camat, lurah dan ketua RT. Semua mengomentari yang sebetulnya adalah tugas mereka untuk meangani dan menyelesaikannnya. Mereka hanya gaya gayaan mempergunakan line, path dan instagram. Tapi tak satupun yang menyadari dan memperhatikan bahwa negara ini belum atau malah punya sama sekali rencana strategis yang komprehensif mengenai ketahanan informasi.
Kementeraian yang seharusnya mengatur hal itu, cuma sibuk buat kebijakan yang mengurus "swasta" dan berusaha hanya mendapatkan keuntungan nominal. Menyebalkan yang bebal. Tidak sadar sebuah negara bisa diobok obok hanya melalui gadget pintar dikelola oleh seorang anak SMP yang keisengan menjajal jadi hacker amatir. Atau seorang remaja membuat dan menyebarkan issue atau video porno entah siapa.
- POLRI. Tidak ada komentar lebih jauh tentang POLRI ini. Seolah semua SDM Polri ber IP 2,5 atau ber IQ di bawah rata rata. Tidak ada terobosan yang memperlihatkan bahwa mereka berubah. POLRI cuma senang dipisah dari TNI. Punya anggaran lebih besar, tapi tidak mampu mengelolanya tanpa harus keteteran korupsi. POLRI masih takut dengan para "penguasa". Hanya Sibuk mengurus video porno, pengaduan para artis yang manja manja tidak keruan.
TNI, hanya bereformasi di nama saja dari ABRI kembali menjadi TNI. Kelakuan para jendral belum berubah. Cengeng dan bermimpi sekuat era ORBA.
- Pemilu. Siapa yang berani mengatakan penyelenggaraan pemilu di era reformasi tidak "curang". Pemilu 2014, mulai dari KPU, Bawaslu dan semua pernak perniknya harus bekerja ekstra, jangan kotori rumah republik ini kembali dibangun dengan politik yang curang.
Dan kehancuran republik ini semakin jelas terlihat karena Golkar masih dihiduphidupkan.
- Golkar. Ya Golkar. Tuntutan rakyat, amanat reformasi, Golkar harus bubar.
Rakyat marah, geram terhadap Golkar Orde Baru yang di dukung penuh oleh ABRI, Golkar dan Birokrasi. Golkar Orba membuat negara ini militeristik. ABRI berhasil mencekam alam bawah sadar bahwa presiden Indonesia harus datang dari militer. ABRI dengan 4 angkatannya seolah sang ratu adil bagi rakyat.
Rakyat dibuat lupa bahwa republik ini diproklamasikan oleh dua (2) warga negara biasa, yang tidak memiliki latar belakang militer tetapi dapat menggetarkan negara negara (maju) yang ingin "menguasai" Indonesia kembali.
Birokrasi. Birokrasi yang gemuk, kolutif, nepotis ala ORBA. Coba ingat MPR dan DPR ala ORBA, istri, anak anak, saudara dimasukkan semua tanpa melihat kompetensi. Birokrasi yang korup menggurita menguangkan semua jabatan. Birokrasi yang memanipulasi rakyat demi segala pinjaman. Birokrasi yang menjadikan rakyat seolah mainannya setiap penyusunan anggaran.
Selama 10 tahun terakhir, birokrasi di era otonomi daerah sekadar meng copy paste kinerja birokrasi ORBA. Terus menjual tanda tangan. Menjual, menggadaikan setiap jengkal sumber daya alam yang sebesar besarnya milik rakyat. Lihat kelakuan para bupati, walikota dan perangkatnya bahkan lebih rakus dari pemerintahan ORBA. Lebih degil.
Golkar identik dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Golkar harus bubar.
Memang Golkar dibubarkan, diganti dengan Partai Golkar. Elite Golkar menyelinap, bertukar baju dan warna, berganti kulit, mendirikan partai partai baru dengan nafsu kekuasaan yang sama. Represif, dan ketika berkuasa tetap setia hanya kepada parpol dan kelompoknya termasuk keluarganya.
Kita tidak bisa main main lagi. Jelas, Golkar ORBA memang telah bubar. Di ganti dengan Partai Golkar. Tetapi, kita harus berani mengakui karakter dan budaya Golkar malah seperti virus yang mematikan menyebar ke semua parpol yang ada.
Golkar yang oportunis, Golkar yang "Asal Bapak Senang", Golkar yang neo-lib, Golkar yang korup malah semakin menggila virusnya di era reformasi, khususnya selama 10 tahun terkahir ini. Seakan tidak vaksin yang bisa mematikan virus Golkar ini.
Ingat ini virus Golkar, bukan Partai Golkar, walau virus itu juga kembali mengejawantah di tubuh Partai Golkar. Dan, partai partai baru yang lahir dari tangan elite Golkar (Golkar yg sdh bubar).
Sebetulnya, semua tahu kenapa virus itu bertahan. Inikarena POLRI, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung masih penakut untuk mandiri, meilih bersembunyi di bawah kelek "penguasa". Terkooptasi dengan virus ini. Virus ini berinkubasi cepat ke semua Lembaga Tinggi Negara, bahkan Mahkamah Konstitusi, lembaga yang baru didirikan di era reformasi.
Virus inipun tampaknya ingin mencapai hingga  ke pojokan desa.
Seakan zombie zombie, anggota dewan dan pemerintah kembali melakukan dosa yang sama menjadikan RUU Pedesaan menjadi UU, tanpa melakukan evaluasi dan perbaikan nyata terhadap UU Otonomi Daerah. Kebodohan yang amat sangat, dibutakan oleh virus kekuasaan ala ORBA.
Tetapi, di setiap era di tengah kebanalan yang sudah tak tertahankan, pasti akan muncul keberanian.
KPK, dan Mahkamah Agung bahkan Pengadilan Tinggi, entah mendapat kekuatan darimana, melakukan tindakan radikal yang sudah dinanti selama 10 tahun ini. Mereka menjatuhkan hukuman dan memiskinkan para koruptor yang korupsinya sudah gila gilaan.
Tidak ada yang lebih menyakitkan hati rakyat melihat kelakuan para koruptor yang asyik masyuk kawin lagi, menumpuk harta, berpelesiran dengan mempermainkan anggaran negara. Menjadikan kekuasaan sebagai kata kunci yang harus diperjuangkan untuk tetap dapat hidup hedonis dan narsis. Seperti dewa dewa yang tak tersentuh hukum mereka menertawakan hukum yang dikira akan selalu bisa dimandulkan.
Indonesia, ibarat pengantin, siap memasuki hidup baru.
Jika tidak ingin hancur, maka mari menempuh Hidup Baru Di Tahun 2014 tanpa harus ada Golkar. Jangan izinkan tamu yang datang menyimpan ambisi serupa politisi Golkar yang penjilat, tukang cari muka. Jangan lagi ada hukum yang menghambat rencana hidup baru seperti ketika hukum masih penuh dalam kendali Golkar.
Ingat ini Golkar, bukan Partai Golkar, dan partai partai lain. Hentikan adopsi gaya pemerintahan Golkar ORBA, yang terlihat jelas selama 10 tahun terakhir ini. Berkuasa secara "represif" tanpa melakukan apa apa kecuali  siap menghancurkan siapapun yang dianggap rival dengan black campaign, character assasination, memanipulasi ayat ayat agama, memandulkan penegakan hukum di Indonesia, dan binal memanipulasi kekuasaan.
Hanya orang bodoh saja yang memilih untuk hancur, atau berpendirian karena dia hancur maka orang lain pun harus hancur. Pokoknya, kalau pun harus hancur ya hancur sama sama. Itu bodoh.
Calon pengantin itu bernama Indonesia. Siapakah pemimpin yang berhak diterima lamarannya. Rakyat yang menentukan. Dan rakyat tidak lagi mengizinkan virus Golkar merusak pesta hidup baru tahun depan. (Golkar tidak di undang)
KPK menjadi penghulunya.
Selamat menempuh hidup baru Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H