REVOLUSI SPIRITUAL
Fenomena perang
Bisa jadi fenomena perang memang harus dialami setiap individu. Paling tidak setiap orang harus "berperang" dengan nafsunya sendiri yang bermacam-macam dan sering kali kacau. Perang dalam diri setiap individu seringkali hanya membuahkan kemenangan sementara atau sekejap dan hanya memberi kepuasan semu atau sesaat saja. Dan selalu menimbulkan haus kemenangan lagi.
Atau perang yang hanya menghasilkan perasaan pengakuan masih gagal meraih kemenangan dengan membawa nyeri siksaan frustrasi yang menyakitkan. Â Yaitu sebuah kekalahan yang kemudian harus berusaha bisa ditebus kembali dengan membiarkan nafsu dendam perang terus membara demi kemenangan yang tidak jelas untuk siapa lagi kemenangan itu diperuntukkan.
"Uniknya" perang yang dasarnya hanya ada di diri setiap pribadi yang jelas terbatas ruang gerakannya, sangat mudah menyebar ke segala ruang publik yang seperti tak berbatas. Karena ruang publik hanya dibatasi oleh etika hidup bersama yang tertuang dalam segala aturan yang ada dalam masyarakat---negara.
Ambisi Yahudi Zeonis menguasai dunia
Menurut penulis. perang dagang AS vs Cina tidak lain adalah wujud gambaran maha luar biasa besar sebuah fenomena perang masing-masing individu melawan nafsunya sendiri yang terus menerus merasa terancam kekalahan oleh pihak lain sehingga nafsu memenangkan peperangan terus dikuatkan dan dimoderenkan.
AS mungkin dominan dimiliki oleh  bangsa "orang buangan" yang terdiri kelompok-kelompok kecil berbagai ras pendatang dari benua lain yang tidak mau posisinya sebagai negara adijaya terlihat rendah dan lemah oleh bangsa dari negara mana pun.
Tentu saja posisi sebagai negara adijaya tidak serta merta diinginkan oleh seluruh rakyat Amerika. Melainkan sangat mungkin hanya sangat diinginkan oleh kelompok kecil yang merasa terpaksa harus diakui jadi penguasa dunia yang disebut sebagai kaum Yahudi Zeonis.Â
Yahudi Zeonis ingin "menguasai" seluruh dunia karena mereka merasa selalu terancam di mana pun berada. Mungkin hanya merekalah yang benar-benar merasa sebagai bangsa yang terbuang yang tidak diperlakukan secara adil di bumi ini. Di tanah Palestina asal orang Yahudi pun  kaum Zeonis tidak diterima sebagaimana mestinya.
Perang dagang AS-China
China sebagai negara besar yang sejak awal sejarahnya murni memiliki tanah air sendiri dengan sendirinya tidak mau "direndahkan" oleh negara-negara mana pun yang berusaha kuat bisa mengatur dunia. China tidak mau tunduk dengan ambisi kelompok kecil yang berjubah negara AS.
Lihat saja. Amerika bisa memberi sanksi kepada China dan Russia dan orang-orang yang harus bertanggungjawab atas terjadinya penjualan pesawat-pesawat tempur buatan Russia.
Sehingga sangat wajar jika perang dagang AS-China sangat mempengaruhi dunia. China tidak menginginkan dunia diatur hanya oleh yang berkedok kepentingan AS. China tidak menghendaki hanya Amerika yang menjaga perdamaian dunia. Dan China tidak merasa sendirian.
NKRI pun berdiri diamanahkan oleh para pendirinya untuk ikut berperan aktif menjaga perdamaian dunia.
Setiap negara harus aktif ikut menjaga perdamaian dunia. Setidaknya menjaga perdamaian di dalam negeri masing-masing. Dan harus bekerja sama menjaga perdamaian di daerah perbatasan dengan negara-negara tetangga dekatnya.
Perang yang dilakukan Amerika adalah perang menundukkan lawan-lawannya yang menentang kebijakan dalam negerinya yang pasti berdampak langsung dan tidak langsung pada stabilitas keamanan dan perekonomian di berbagai kawasan dunia. Saat ini banyak negara yang bernafas seperti bergantung dengan nafas dolar Amerika. Termasuk Indonesia?
Sedang perang yang dilakukan China tampak berusaha mempengaruhi dunia agar tidak menjadi korban kepentingan AS. Sayangnya kondisi ekonomi tidak semua negara sekuat China.
Banyak negara sangat menyadari bahwa adu kekuatan ekonomi Amerika dan China sangat mempengaruhi suasana damai dunia.
Kesadaran bernegara pemimpin bangsa
Pertarungan politik di Indonesia sejak sebelum proklamasi sampai hari ini agaknya sangat dipengaruhi oleh pergolakan kekuatan politik di dunia.
Bung Karno yang sejak awal mengajak bangsanya menjadi warga dunia yang sejajar dengan negara-negara lain. Para pendiri negara ini pun mengajak dunia menghapuskan penjajahan suatu bangsa oleh bangsa lain di muka bumi.
Sekarang. Presiden Jokowi mengajak warga dunia untuk menjalin kerjasama dengan Indonesia. Mengundang para investor luar untuk menanam modal di Indonesia. Siapapun yang berusaha di Indonesia pasti mutlak mendapat manfaat dan keuntungan yang baik dan pasti membawa kesejahteraan bagi rakyat. Sebab NKRI semakin transparan dan bersih dari koruptor.
Sedang Prabowo sejak maju sebagai Cawapres mendampingi Capres Megawati tahun 2009, sudah dengan lantang dan tegas mengajak seluruh bangsa Indonesia bersatu untuk menyelenggarakan negara yang anti asing. Mungkin pihak asing dipersepsi pasti akan bertingkah sebagai penjajah oleh Prabowo.
Dari filosofi kesadaran bernegara sebagai seorang negarawan yang jelas berbeda dan bertentangan inilah yang mungkin menjadikan ada kubu Jokowi dan kubu Prabowo terpaksa hadir pada tahun politik ini.
Ekonomi, kemiskian dan demokrasi
Sejak proklamasi sampai saat ini. Faktor ekonomi, kemiskinan dan demokrasi tidak pernah menjadi persoalan pokok yang harus dijual dalam kampanye oleh para elit politik di negara ini.
Semua elit politik sangat sadar bahwa masalah ekonomi, kemiskinan dan demokrasi di negara ini masih sangat memprihatinkan dan pasti bisa diatasi secara sempurna bila penyelenggaraan negara sesuai dengan  amanah Pancasila dan UUD 1945.
Pasca reformasi '98 masalah ekonomi, kemiskinan dan demokrasi di negara ini  baru mulai terangkat menjadi topik yang terus diperdebatkan sampai berbuih-buih.  Hal ini terjadi karena mungkin semua elit politik di negara ini belum sepaham dalam menyelenggarakan negara yang berdasar Pancasila.
Maksudnya. Menyaksikan hiruk pikuk bernegara dengan tamatnya Orba, yang  seperti tiada akhrnya ini. Maka  perlu dipertanyakan. Apakah Bangsa Indonesia harus bernegara yang anti China---asing, seperti yang diinginkan Prabowo? Atau bernegara ikut arahan Habin Rizieq Shihab yang ada di luar sana yang sangat kental membawa agama sebagai ideologi? Atau harus bernegara dengan mendukung Presiden Jokowi yang mulai mewujudkan kesatuan NKRI yang Disatukan---Diesakan, oleh Tuhan Yang Maha Esa?
Timses  versus Timses
Sudah diketahui dunia bahwa menjelang Pilpres 2019 sudah resmi ada Timses Jokowi-Ma'ruf yang dipimpin Erick Tahir yang bernaluri pengusaha dan Timses Prabowo-Sandi yang dipimpin Joko Santoso yang bernaluri prajurit.
Dari latar belakang hidup masing-masin, bisa dipastikan bahwa gaya masing-masing tidak akan bisa terlepas jauh dari rekam jejaknya yang pasti tidak bisa dihilangkan begitu saja.
Strategi berdagang dan berperang sepertinya tidak jauh berbeda yaitu "merebut" kemenangan di medan pertarungan.
Seorang pedagang---pengusaha, dalam memenangkan pertarungan di gelanggang pertarungan harus punya informasi berupa data yang lengkap tentang siapa-siapa saja  yang bermain di pasar dan juga tentang kekuatannya.
Seorang pedagang, dalam memenangkan pertarungan di gelanggang pertarungan yang disebut "pasar" akan memberi informasi tentang keunggulan produk yang dijual bagi pemakai produknya.
Seorang pedagang, dalam memenangkan pertarungan  tidak boleh memberi informasi yang tidak benar, bohong atau pun menyesatkan sehingga berakibat pasar menjauhi semua produk sejenis yang ada di pasaran. Misalnya karena dipastikan suatu produk menggunakan isu berbahaya atau beracun, atau pun isu yang tidak halal.
Seorang pengusaha harus punya etika sangat tidak boleh menyatakan keburukan produk saingannya.
Seorang pengusaha harus punya naluri tetap menjaga kelangsungan hidup pasar yang memerlukan suatu produk. Dan ada keyakinan bahwa suatu produk yang terjaga kualitasnya tidak akan pernah kehilangan pasar.
Hal  mungkin akan sangat berbeda jika timses berlatar belakang seorang prajurit. Mungkin seorang prajurit yang berperang mempunyai target kemenangan hanya dengan melumpuhkan atau menghancurkan lawannya dengan berbagai bentuk atau cara. Sehingga memudahkan pertempuran dan ber langsung dalam waktu singkat yang tidak menghamburkan logistik.
Tetapi dengan keberadaan Sandiaga Uno bisa jadi sangat meringankan beban Joko Santoso dalam memimpin Timses. Â Sandiaga Uno cukup berpengalaman dalam dunia usaha dan mantan Wagub yang kadang kala terkesan tidak perlu harus terlalu ketat dalam masalah aturan sepanjang semua bisa diatur dan menyenangkan semua pihak yang berkepentingan.
Dan bisa jadi Erick Tahir tidak akan sehebat Cawapres Sandiaga seorang pengusaha sekaligus ulama yang didampingi Djoko Santoso sebagai Ketua Timses pemenangan koalisi adil makmur yang mungkin dimaksud untuk menyamarkan  #2019PresidenPrabowo. Atau untuk menyempurnakan gagalnya deklarasi #2019GantiPresiden.
Pemilu dan demokrasi antar zamanÂ
Zaman Bug Karno. Masih tercatat dalam sejarah Bangsa Indonesia bahwa Pemilu 1955 adalah pemilu yang paling demokratis walau  yang pertama kali diselengggarakan di negeri ini. Dan parpol peserta pemilu pun tidak sedikit. Mungkin ada lebih dari 20 tanda gambar parpol.
Zaman Pak Harto. Pemilu-pemilu zaman Orba mungkin lebih layak kalau disebut sebagai wujud pemilu dalam demokrasi "terpimpin" yang salah kaprah. Demokrasi ala Indonesia yang disalahgunakan. Tetapi semuanya bisa berlangsung dan diterima secara sah dalam kehidupan bernegara.Â
Demokrasi terpimpin yang digagas Bung Karno dipandang "aneh" oleh semua parpol pada zaman itu. Â Mana ada demokrasi koq pakai "dipimpin?" Menurut logika awam kala itu dan mungkin sampai sekarang, yang disebut demokrasi adalah cara bernegara dimana setiap orang bebas berorganisasi, berserikat dan menyatakan pendapat yang dikatakan dijamin dan dilindungi oleh undang-undang.
Pada zaman Orba, demokrasi dipraktikkan dengan sangat diaturatau dipimpin oleh pemerintah---Pak Harto. Sehingga Presiden bisa mengatur MPR dan DPR RI. Tidak ada kebebasan pers. Semua harus tunduk pada aturan yang memimpin.
Zaman Bu Megawati. Masih segar dalam ingatan siapa pun bahwa pada zaman Megawati pernah diselenggarakan Pemilu yang paling sulit di dunia tetapi berhasil diselenggarakan dengan luar biasa bersih dan demokratis yang mengantar Pak EsBeYe sebagai Presiden RI ke enam. Pemilu 2004 ini hanya ternoda oleh ulah Ketua KPU yang terjerat korupsi.
Zaman Pak EsBeYe. Pemilu 2009 dihiasi kisruh di KPU. Tersebar pula kabar di media ada pula surat palsu dari MK. Dan jauh sebelum coblosan seorang kader Partai Demokrat sudah menyatakan kemenangan bagi EsBeYe untuk memimpin dua periode. Tetapi tidak ada alasan tepat untuk bisa menyatakan bahwa pemilu yang diselenggarakan secara tidak sempurna, kurang demokratis dan hasil Pemilu tidak sah.
Akhir zaman Pak BeYe. Pilpres 2014, sangat luar biasa. Semua parpol dalam berdemokrasi seakan mengikuti tarian Megawati. Abu Rizal Bakri yang tampaknya sangat bernyali melawan Megawati tiba-tiba lunglai ketika Mega ogah jadi Capres lalu memerintahkan Jokowi sebagai petugas partai maju sebagai Capres.
Kemenangan mutlak pada Pilpres 2014 tidak perlu diragukan karena sempat teruji di MK. Dan dunia pun menerima dengan senang kehadiran Presiden Jokowi di pentas dunia yang mungkin juga sedang dilanda perang dingin versi abad 21.
Pilpres 2019 bisa diprediksi yang terburuk di NKRIÂ
Pengamalan atau praktik demokrasi yang agak terlanjur kebablasan sangat mungkin akan menjadi Pilpres 2019 adalah Pilpres terburuk dalam sejarah kehidupan bernegara Bangsa Indonesia.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa kekuatan nyata yang masih ada dalam masyarakat yang sangat takut menghadapi sikap tegas dan berani Presiden Jokowi menghadapi siapa pun yang mengancam kedaulatan NKRI.
Mereka adalah kelompok #2019GantiPresiden, yang sampai hari ini seperti kian mabok laut dan mabok darat menginginkan Jokowi-JK segera mengundurkan diri, diturunkan atau dilengserkan.
Pilpres 2019 sangat mungkin akan menghadapi berbagai rongrongan  dalam bentuk demokrasi yang tidak bermutu. Bahkan bisa merusak nilai demokrasi yang semakin "berbobot keindonesiaan" di Republik ini.
Diprediksi rongrongan akan dilakukan  sisa-sisa Orba. Para mantan mafia. Para pengkhianat negara. Dan juga oleh para tokoh frustrasi yang tidak lagi tahu cara berbakti yang benar kepada rakyat selain ikut terbawa duduk berwibawa di istana Presiden.
Yang paling berbahaya adalah rongrongan mereka yang mengaku dan  mengatasnamakan diri mereka sebagai kaum ulama. Mereka seperti sangat ngotot memaksakan keinginannya agar bisa dilihat benar-benar "dekat"  Presiden. Siapa pun Presidennya pada 2019-2024.  Mereka seolah memaksakan pertarungan dengan sesama ulama seagama yang mendukung pemerintah. Mungkin yang dijual mereka kepada lawan Presiden Jokowi hanyalah keberanian menunjukkan perlawanan sikap dan pandangan dengan Presiden Jokowi.
Demikian. Terimakasih dan salam sejahtera kepada yang telah membaca tulisan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H