REVOLUSI SPIRITUAL
Pilkada 2017 sudah di depan mata.
Rakyat akan dipersilahkan oleh negara untuk memilih pasangan cagub-cawagub yang dipercaya sebagai pasangan terbaik dari mereka yang terbaik untuk menerima mandat dari rakyat sebagai gubernur kepala daerah dan wakilnya. Di daerah masing-masing.
Semua calon yang ditampilkan dalam pilkada dipastikan sah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan undang-undang.
Tidak ada larangan memilih pasangan tertentu karena faktor tertentu. Melarang orang lain memilih pilihannya adalah tindakan bertentangan dengan undang-undang dan melawan hukum. Bisa dituntut di pengadilan dan dikenai sanksi atau dihukum.
Akhir-akhir ini ramai terbaca di dunia maya—medsos. Amien Rais, Hidayat Nurwahid dan beberapa orang yang lain. Terkesan seperti minta—memprovasi, kepada warga Jakarta yang sudah tidak sebodoh yang mereka duga. Untuk tidak memilih patahana Ahok.
Siapa yang harus dipilih dan kenapa dia yang harus dipilih? Amien Rais, Hidayat Nurwahid dan mereka yang “didekatnya” tidak berani menyebutkan namanya. Atau mungkin karena belum tahu kalau tidak atau belum ada orangnya.
Apakah warga Jakarta harus memilih Yusril atau Sandiaga? Boleh saja. Tetapi janganlah ada provokasi yang melarang warga Jakarta memilih Ahok.
Warga Jakarta akan tak peduli dengan siapa Yusril, Sandiaga Uno, Amien Rais atau Hidayat Nurwahid yang baru bisa omong saja menjanjikan akan ada yang lebih baik dari Ahok.
Sementara ini warga Jakarta sedang menanti hasil kerja Gubernur Ahok selesai dengan sempurna. Membangun dan menyejahterakan warga Jakarta dan terbebas dari bahaya laten korupsi, premanisme, mafia dan kemunafikan birokrat.
Pilkada 2017. Mudah-mudahan merupakan tanda awal pemimpin seluruh Indonesia adalah jajaran pemimpin yang Pancasilais.
Pemimpin-pemimpin yang Pancasilais.
Pemimpin-pemimpin yang Pancasilais adalah pemimpin-pemimpin yang mutlak mewujudkan kewajiban bernegara. Dengan melaksanakan setiap sila dalam Pancasila.
Setiap sila dalam Pancasila adalah perintah mutlak melaksanakan Undang-undang Dasar 1945.
Pemimpin Pancasilais yang melaksanakan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa.
1—Yang selalu diingat bukan Tuhan Yang Maha Esa, melainkan rakyat. Yang dituhankan adalah rakyat. Keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, yang Menjadikan seorang pemimpin harus selalu ingat kepada rakyat.
Kalau pemimpin ingin tahu kepentingan—persoalan, rakyat pasti minta diberitahu rakyat.
Tuhan Yang Maha Esa. Mengesakan seorang pemimpin dengan yang dipimpin—rakyat, dalam satu keesan tekad dan tujuan.
2—Tahu cara dan tujuan memimpin. Siap memimpin. Tetapi tidak berjuang untuk jadi pemimpin rakyat. Dia selalu berjuang untuk bisa memimpin dirinya sendiri agar bermanfaat bagi rakyat dan tidak menyengsarakan siapapun.
Terpaksa jadi pemimpin karena tidak ada yang mau memimpin. Atau karena dipilih dan diminta untuk memimpin.
Menjadi pemimpin karena dipercaya dan dipilih rakyat. Karena rakyat tahu siapa yang tepat dipilih untuk memimpin.
3—Selalu bersama rakyat dan diperhatikan rakyat. Merasa sebagai abdi rakyat yang harus bertanggungjawab kepada rakyat.
Mengakui bahwa rakyat yang memberi kemuliaan dan segalanya kepada pemimpinnya. Rakyat juga memberi perlidungan untuk keselamatan jiwa para pemimpinnya.
Maka seorang pemimpin harus sanggup dan siap mengorbankan kepentingan pribadi dan kepentingan keluarga demi rakyat dan negara.
4—Menyadari bahwa rakyat sangat berhak untuk minta pertanggungan jawab kepada pemimpinnya. Dan sebagai pemimpin tidak perlu bersembunyi karena rakyat melindungi pemimpinnya.
5—Menyadari dan mengakui bahwa rakyat sangat berhak marah kepada pemimpin yang dipercaya dan dipilihnya. Bahkan berhak mencabut mandat yang diberikan.
Merasa tidak pantas menasihati rakyat. Justru harus banyak mendengar nasihat rakyat. Tuntutan dan keluhan rakyat adalah nasihat kepada pemimpin yang tak boleh diabaikan.
Dalam hidup berketuhanan budaya hidup saling menasihati adalah lebih mulia dari pada berdebat adu pintar untuk saling menggurui.
Pemimpin Pancasilais yang melaksanakan sila kedua, Perikemanusiaan Yang adil dan beradab.
1—Selalu bicara, berfikir dan berbuat yang jelas dan pasti benar bersih—suci, untuk menghormati dan memuliakan rakyat.
Selalu bersikap dan berbuat menghormati, menghargai, mengakui dan menjaga hak pribadi setiap warga negara.
2—Tidak pernah mengancam dan akan menghukum orang lain.
Tetapi selalu mengajak rakyat untuk tidak takut bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukan. Karena para penegak hukum di negara Pancasila tidak sewenang-wenang dalam menterapkan hukum.
3—Tidak takut diadili. Tidak pernah takut berbuat salah. Dan tidak takut mengakui kesalahan. Tetapi berpantang sengaja berbuat salah, mendustai rakyat dan mendustakan kebenaran.
4—Tidak membiarkan rakyat dalam kesulitan dan penderitaan.
5—Sangat melarang dan pantang dengan perbuatan balas dendam, sewenang-wenang kepada siapapun dalam bentuk apa pun. Sebab negara ini negara hukum yang memuliakan manusia—rakyat.
Pemimpin Pancasilais yang melaksanakan sila ketiga,Persatuan Indonesia
1—Selalu tampil di mana-mana untuk memperkuat persatuan rakyat dalam kesatuan bangsa dan negara.
2—Selalu tampil nyaman menyatu bersama rakyat.
3—Konsisten menangani dan segera menghilangkan segala persoalan yang menimbulkan konflik di masyarakat.
4—Menjaga tradisi hidup bersama dengan gotong royong. Serta membina, memajukan dan melestarian budaya dan kesenian daerah.
5—Memupuk serta menghargai sikap keteladanan dan sifat kepahlawanan yang dipuji-puji rakyat.
Pemimpin Pancasilais yang melaksanakan sila ke empat,Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan permusyawaratan perwakilan
1—Mewujudkan demokrasi dalam bentuk bermusyawarah dalam kehidupan masyarakat. Dengan menghormati, menjaga, menghargai dan mengakui hak setiap pribadi untuk menyampaikan pendapat yang benar, bagi kepentingan bersama dengan tidak ada siapapun yang dirugikan.
2—Senantiasa membuat keputusan berdasar hasil musyawarah bersama. Tidak pernah mengambil keputusan yang tidak teruji kemaslahatannya bagi kehidupan bersama.
3—Tidak pernah beritikad mengambil hak politik pribadi seorang warga negara untuk memilih pemimpin dan dipilih jadi pemimpin. Tidak memperebutkan pilihan rakyat.
4—Tidak membiarkan keputusan bersama dilaksanakan dan dengan proses tanpa kendali.
5—Terkesan otoriter dan tegas, dalam menegakkan aturan dan demokratis kepada para bawahan dan pembantunya dalam mengemban tugas sebagai abdi rakyat.
Pemimpin Pancasilais yang melaksanakan sila ke lima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
1—Mengakui dan menghormati bahwa setiap warga negara mempunyai hak kewajiban dan tanggung jawab yang sama terhormat terhadap negaranya. Sesuai peranannya dalam bernegara.
2—Punya kewajiban menjadikan setiap warga negara harus tahu aturan yang berlaku dan program-program pemerintah yang sedang dan akan dilaksanakan.
3—Bahwa setiap warga negara tidak boleh dipersulit mendapatkan hak dilayani aparat pemerintah dengan sebaik-baiknya.
4—Mengakui bahwa setiap warga negara wajib dan punya hak menjaga dan membantu kelancaran pelaksanaan program pemerintah. Setiap warga negara punya peran utama untuk mempersiapkan generasi bangsa yang berikutnya dengan benar dan sebaik-baiknya untuk melanjutkan mengabadikan keberadaan NKRI.
5—Harus mempunyai informasi data tentang kependudukan yang lengkap dan akurat.
Demi menjadikan urusan duniawi yang bersih dan sah—halal, adalah menjadikan surga yang indah dalam kehidupan bernegara.
Demi menjadikan perilaku korupsi, premanisme, mafia dan kemunafikan sebagai perbuatan haram yang harus dipantang; karena menyalakan api neraka yang abadi dalam sejarah bangsanya.
Demikian. Salam sejahtera kepada yang sempat membaca tulisan ini. Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H