"Kalau anak-anak ini masih mempunyai mata dan masih bisa melihat. Maka, dendam akan bergelora di hati mereka, anak-anak ini akan meniru apa yang dilakukan orang dewasa itu dan rantai keberingasan manusia di muka bumi tak akan berakhir"
"Tapi...."
"Sudah, diam kau, kau tak tahu apa-apa."
Ku kembali ke meja makan, istriku datang dengan membawa sepanci sup panas dengan aroma menggoda selera, diletakkannya sepanci sup itu di meja makan. Diambilkannya juga piring, sendok dan sebakul nasi hangat dengan asap yang mengebul di atasnya, ditambah sepiring tahu, tempe, dadar jagung, telur dadar, sambal serta sebungkus krupuk yang baru dibeli tadi pagi.
"Pelangi, ayo sini, makan dulu" panggi istriku kepada anak perempuanku, Pelangi  Anggraini.
"Iya ma" saut anakku
Diambilkannya nasi dari bakul nasi ke piring anakku, kemudian berlanjut ke piringku.
"Nasi segini cukup?"
"Ya, cukup"
Kemudian ditambahkan juga lauk pauk di atas piring Pelangi dan piring ku, Tahu, tempe, sup, telur dan krupuk.
Kami makan dengan begitu lahap.
Sup bola mata adalah sup favorit Pelangi, meskipun ia tak tahu jika itu sup bola mata.