Islam lahir sebagai sesuatu yang asing dan kalau kita mau hubungkan dengan kondisi saat ini yang terdapat begitu banyak muncul aliran-aliran keagamaan, muncul berbagai ajaran-ajaran keagamaan dan mungkin juga ada yang mengaku nabi baru tentu ada begitu banyak kesamaan.
Kesamaannya adalah masyarakat dulu dan sekarang masih sangat begitu reaktif terhadap aliran-aliran keagamaan, ajaran-ajaran agama baru dan nabi-nabi yang dicap palsu itu. Begitu banyak konflik horizontal antar masyarakat. Kebebasan beragama menjadi hanya macan kertas di lembaran konstitusi negara Indonesia.
Pertikaian, pertumpahan darah, isak tangis dan jerit perlawanan selalu mewarnai konflik keagamaan di Republik ini. Padahal jika menengok kebelakang. Islam dulu juga lahir sebagai sesuatu yang asing.
Begitu juga dalam memandang begitu banyak aliran-aliran yang mengaku-ngaku dan membawa-bawa nama Islam. Islam Sunni, Islam Syiah, Islam Si-B, Islam Si-C hingga Islam si-Z. Begitu banyak penolakan dan tak jarang diakhiri dengan pertumpahan darah karena saling tuduh menuduh yang lain adalah aliran yang sesat.
Kita sebagai manusia tidak mempunyai hak untuk melegalisasi suatu ajaran itu benar atau sesat. Kalau kata tokoh budayawan Surabaya Cak Priyo Aljabar, “Sesama murid dilarang mengisi rapot temannya”.
Saya teringat guyonan Cak Nun saat menanyai Nabi Muhammad.