Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paradoks Kebahagiaan

25 Januari 2025   21:55 Diperbarui: 25 Januari 2025   21:53 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

a. Budaya Kerja Berlebihan (Overwork Culture): Budaya hustle mendorong individu untuk terus bekerja tanpa henti demi mencapai kesuksesan. Narasi seperti "No pain, no gain" atau "Work hard, play hard" membuat banyak orang merasa bersalah jika mereka tidak produktif. Dalam lingkungan ini, kebahagiaan sering tertunda hingga "nanti" setelah tujuan karier tercapai, tetapi sering kali kebahagiaan itu tidak pernah datang karena standar terus berubah. 

b. Ilusi Media Sosial: Media sosial memperburuk tekanan dengan menciptakan gambaran ideal tentang kehidupan orang lain. Foto liburan mewah, perayaan kesuksesan, dan momen-momen indah yang dipamerkan secara online menciptakan perasaan bahwa kebahagiaan orang lain lebih nyata dan lebih sempurna. Padahal, kebanyakan konten ini hanya representasi parsial yang disengaja untuk menciptakan citra tertentu. 

c. Stigma Kegagalan: Dalam dunia yang sangat kompetitif, kegagalan sering kali dipandang sebagai aib. Masyarakat modern kurang memberikan ruang untuk menerima kegagalan sebagai bagian alami dari perjalanan hidup. Akibatnya, banyak orang yang takut mengambil risiko karena tidak ingin menghadapi stigma sosial.

d. Budaya Kerja Berlebihan: Seorang pekerja kantoran mengorbankan waktu bersama keluarga demi lembur setiap malam untuk mengejar promosi. Ketika akhirnya berhasil, tekanan untuk mempertahankan posisi tersebut menggantikan kebahagiaan yang diharapkan. 

e. Ilusi Media Sosial: Seorang remaja yang merasa hidupnya "tidak cukup baik" setelah melihat teman-temannya memamerkan pencapaian atau momen bahagia di media sosial, meskipun kenyataannya konten tersebut seringkali direkayasa. 

f. Stigma Kegagalan: Seorang pengusaha muda yang gagal dalam bisnis pertamanya merasa malu dan putus asa, karena lingkungan sekitarnya memandang kegagalan sebagai tanda ketidakmampuan, bukan peluang untuk belajar.

Transformasi kebahagiaan dari konsep klasik yang sederhana menjadi fenomena modern yang kompleks menunjukkan perlunya pendekatan baru. Tantangan era modern seperti budaya kerja berlebihan, media sosial, dan stigma kegagalan menegaskan bahwa kebahagiaan tidak lagi bisa dipahami dalam kerangka klasik. Oleh karena itu, Teori Kebahagiaan Integral menawarkan cara yang lebih holistik dan adaptif untuk menghadapi dinamika ini, membantu individu menemukan kebahagiaan yang lebih otentik dan berkelanjutan.

Definisi Kebahagiaan Integral

Kebahagiaan integral adalah pendekatan holistik yang menggabungkan lima elemen utama, proses, makna, penerimaan, syukur, dan ketahanan mental, untuk mencapai kebahagiaan yang berkelanjutan dan realistis. Teori ini menghindari ilusi kebahagiaan instan dan memberikan kerangka kerja yang lebih seimbang untuk menghadapi tantangan kehidupan modern.

Mengapa Teori Ini Relevan?

Teori Kebahagiaan Integral relevan karena: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun