Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Akuntan - Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Untuk Dilupakan

7 Desember 2024   16:01 Diperbarui: 7 Desember 2024   16:35 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hak untuk Dilupakan: Ketika Melupakan Menjadi Seni yang Perlu Kita Pelajari Lagi

Di era digital, siapa yang bisa benar-benar melupakan masa lalu? Setiap klik, unggahan, dan pencarian meninggalkan jejak yang hampir mustahil dihapus. Lebih dari itu, ada tekanan sosial yang sering kali memperpanjang umur ingatan publik terhadap hal-hal yang sebenarnya tak lagi relevan. Kita bisa melihat ini dalam kasus-kasus artis yang berjuang untuk meninggalkan masa lalu mereka misalkan seperti selebritas yang memilih berhijab dan ingin hidup baru tanpa dibayangi jejak kehidupan sebelumnya, atau Luna Maya yang terus dihantui video seks lama meskipun ia telah melanjutkan hidupnya.

Fenomena ini menunjukkan satu hal yang jelas bahwa masyarakat kita belum memahami pentingnya melupakan sebagai proses alami, manusiawi, dan bahkan esensial untuk kesehatan mental dan martabat individu.

Melupakan: Kebutuhan yang Terlupakan

Melupakan sering dianggap sebagai kelemahan atau kekurangan. Dalam budaya yang memuja "mindfulness," kita diajarkan untuk sadar sepenuhnya, mengingat setiap detail, dan bahkan menggali memori lama untuk "belajar dari kesalahan." Tetapi apakah semua ingatan benar-benar perlu kita simpan? Apakah setiap kenangan, setiap potongan masa lalu, benar-benar layak untuk terus dihidupkan?

Inilah inti dari gagasan yang kami sebut Triple-F Model, sebuah kerangka kerja yang menawarkan perspektif baru tentang forgetfulness. Dalam model ini, melupakan tidak hanya dilihat sebagai sesuatu yang pasif atau kebetulan, tetapi sebagai kemampuan yang aktif, disengaja, dan dapat dikelola baik secara individu maupun kolektif. Model ini mencakup tiga dimensi utama:

1. Adaptive Forgetfulness yaitu melupakan sebagai mekanisme alami otak untuk fokus pada hal yang penting.

2. Intentional Forgetfulness dimana melupakan sebagai pilihan sadar untuk membiarkan masa lalu berlalu.

3. Systemic Forgetfulness yang menekankan tindakan melupakan sebagai langkah kolektif dalam menciptakan ruang sosial yang lebih manusiawi.

Kasus Artis dan Hak untuk Dilupakan

Kasus-kasus seperti artis yang berhijab atau Luna Maya menunjukkan betapa sulitnya dilupakan di dunia modern, terutama ketika masa lalu seseorang telah menjadi konsumsi publik. Ketika seorang selebritas memutuskan untuk berhijab, misalnya, ia sering dihadapkan pada publik yang terus-menerus menggali foto-foto atau video lama, seolah-olah identitas masa lalunya lebih relevan daripada perjalanan spiritualnya saat ini.

Demikian pula, kasus Luna Maya menunjukkan bagaimana jejak digital bisa menjadi alat untuk memperpanjang trauma. Meski Luna telah melanjutkan hidupnya dan membangun karier yang sukses, video lama itu terus muncul di percakapan publik, melukai privasinya dan menolak memberinya hak untuk dilupakan.

Teori forgetfulness yang kami ajukan menawarkan solusi atas masalah ini.

Adaptive Forgetfulness: Kita harus memahami bahwa otak manusia tidak dirancang untuk menyimpan segala sesuatu. Dengan teknologi yang menyimpan memori secara permanen, masyarakat perlu belajar untuk "melupakan" informasi yang tidak relevan lagi, seperti foto atau video lama selebritas yang sudah memilih jalan hidup baru.

Intentional Forgetfulness: Artis-artis ini berhak untuk memilih apa yang ingin mereka ingatkan kepada publik. Mereka juga berhak untuk meminta publik melupakan masa lalu mereka. Ini adalah hak mereka sebagai individu yang berkembang dan berubah.

Systemic Forgetfulness: Dalam level kolektif, masyarakat harus mulai menciptakan budaya yang lebih menghormati privasi dan perubahan seseorang. Platform digital juga memiliki tanggung jawab untuk mendukung hak ini, misalnya dengan menghapus konten yang merugikan atas permintaan individu.

Hak untuk Dilupakan: Relevansi yang Lebih Luas

Hak untuk dilupakan tidak hanya relevan bagi selebritas, tetapi juga bagi semua orang. Bayangkan seorang individu yang ingin melanjutkan hidup setelah pengalaman buruk, seperti perundungan online, skandal, atau bahkan sekadar unggahan masa lalu yang memalukan. Tanpa forgetfulness, masa lalu itu menjadi beban permanen.

Dalam kehidupan sehari-hari, melupakan dapat diterapkan dengan cara yang sederhana:

1. Secara pribadi, kita bisa memilih untuk tidak lagi mencari atau membagikan konten lama seseorang, terutama jika itu merugikan.

2. Secara komunitas, kita bisa mendukung inisiatif yang menghormati perjalanan perubahan seseorang.

3. Secara sistemik, pemerintah dan platform digital harus mendukung regulasi seperti "hak untuk dilupakan" yang memungkinkan individu untuk menghapus data yang tidak lagi mereka inginkan.

Melupakan: Seni untuk Masa Depan

Di dunia yang semakin obsesif dengan ingatan dan dokumentasi, forgetfulness adalah seni yang perlu kita pelajari lagi. Sebagaimana mindfulness membantu kita hadir di saat ini, forgetfulness membantu kita membebaskan diri dari masa lalu.

Kasus-kasus seperti artis yang berhijab atau Luna Maya adalah pengingat bahwa melupakan bukan hanya tentang masa lalu, tetapi tentang menghormati masa kini dan memberi ruang untuk masa depan. Dengan forgetfulness, kita belajar untuk tidak hanya memaafkan, tetapi juga membebaskan. Dan dengan pembebasan itu, kita menciptakan dunia di mana setiap orang memiliki hak untuk berubah, berkembang, dan menemukan diri mereka yang baru.

Karena pada akhirnya, apa gunanya ingatan, jika ia hanya menjadi beban? Dan apa artinya menjadi manusia, jika kita tidak diberi ruang untuk melupakan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun