Jika semua fenomena kuantum adalah akibat dari fluktuasi dalam medan vakum dan dari interaksi dan tumbukan antar partikel imajiner, maka itu harus dicukupkan sebagai awal yang definitif atas semua fenomena kuantum. Mempertanyakan sebab medan vakum ada dan bagaimana partikel imajiner muncul sungguh keterlaluan. Sedangkan eksistensi medan vakum dan partikel imajiner itu sendiri masih asumsi. Konon sebuah eksperimen untuk membuktikan eksistensinya akan membutuhkan besaran energi sebanyak yang dimiliki semesta.Â
Jika Big Bang adalah awal definitif dari semesta, sudah tidak relevan mempertanyakan dari mana dan bagaimana Big Bang muncul. Jawaban yang muncul sebagai respon dari pertanyaan itu absurd semua. Absurd bukan saja karena semua itu hanya sebatas asumsi dan angan-angan, tapi juga karena semua sumberdaya observasi dan eksperimen kita tidak akan mampu menjangkau itu.
Persamaan matematika yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti disebutkan di atas hanyalah kemungkinan dan bukan bukti. Menganggap kemungkinan matematis sebagai bukti kebenaran sains adalah asumsi yang absurd.Â
Jika pun sebab dan akibat yang definitif sudah ditentukan, tidak relevan menyamakan sebab-akibat definitif itu sebagai Tuhan.
Jika eksistensi Tuhan dianggap hanya salah satu kemungkinan saja dari suatu sebab-akibat definitif, serta pada saat yang sama membuka kemungkinan sebab-akibat itu muncul dengan sendirinya, maka kemungkinan ini justru bukan saja tidak saintifik, tapi juga bikin kucing nyengir.Â
Jika eksistensi Tuhan dihapus dari semua narasi yang ada ini karena dianggap tidak sainstifik, maka bagaimana sebab-akibat yang memunculkan dirinya sendiri itu akan dibuktikan oleh sains.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI