Ada juga pendapat lain yang menarik perhatian. Seorang kawan saya di sekolah berpendapat bahwa permasalahan game online sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kebijakan libur sekolah selama Ramadhan.
Menurutnya, "Kalau masalahnya adalah game online, mau libur atau tidak, hasilnya tetap sama saja."
Namun, ia melanjutkan, "Kalau hasilnya sama saja, lebih baik sekolah diliburkan. Setidaknya, dengan libur, anak-anak punya kesempatan untuk ikut kajian atau pengajian, terutama jika kegiatan tersebut ditugaskan oleh sekolah. Misalnya, saat kembali masuk sekolah, mereka diminta mengumpulkan catatan kegiatan selama bulan Ramadhan. Dengan cara ini, anak-anak tetap termotivasi untuk memanfaatkan waktu libur dengan kegiatan yang bermanfaat dan bernilai keagamaan."
Pendapatnya menggarisbawahi pentingnya pendampingan dan arahan selama libur Ramadhan agar anak-anak tidak hanya menghabiskan waktu secara sia-sia.
Penutup
Efektif atau tidaknya libur sekolah selama Ramadhan masih menjadi bahan perdebatan. Namun, banyak yang berpendapat bahwa kebijakan ini sebenarnya membawa sisi positif. Sebagian besar setuju bahwa pendidikan bukan semata-mata tanggung jawab guru di sekolah, tetapi juga orang tua di rumah.
Dengan adanya libur sekolah, orang tua memiliki lebih banyak waktu untuk mendidik anak-anak mereka secara langsung. Mereka juga dapat lebih leluasa mengawasi aktivitas anak-anak, terutama karena sebagian besar kegiatan selama Ramadhan biasanya berlangsung di sekitar rumah, seperti pengajian, tadarus, atau shalat berjamaah di masjid.
Kebijakan ini memberikan peluang bagi keluarga untuk memperkuat peran mereka dalam membentuk karakter anak sesuai dengan nilai-nilai keagamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H