Hal ini merupakan langkah kreatif untuk menanamkan nilai-nilai religius pada generasi muda sekaligus memperkuat tradisi Ramadan yang penuh makna.
Kenangan Masa Lalu
Dulu, saat saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, saya sempat merasakan liburan bulan Ramadhan. Itu sudah lama sekali, sampai-sampai saya lupa tepatnya di kelas berapa. Rasanya, hal itu menjadi pengingat betapa saya sudah tidak muda lagi sekarang, hehe.
Anak-anak zaman dulu memiliki kebiasaan yang unik saat Ramadhan, terutama ketika mengaji. Kami tidak hanya mengaji di masjid, tetapi juga di surau atau bahkan di rumah seseorang yang menyelenggarakan pengajian.
Sebelum waktu Magrib tiba, biasanya anak-anak sudah berkumpul di halaman surau atau masjid. Sambil menunggu bedug Magrib berbunyi, kami mengisi waktu dengan bermain permainan tradisional seperti betengan atau gobak sodor.
Permainan-permainan ini membuat tubuh kami terus bergerak, keringat mengucur deras, dan badan menjadi lebih sehat. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa anak-anak zaman dulu tampak lebih sehat.
Selain itu, makanan yang kami konsumsi pun sederhana dan alami, bukan makanan cepat saji seperti sekarang. Ubi rebus dan talas kukus adalah camilan yang biasa menemani kami saat berbuka.
Kenangan ini tidak hanya memberikan nostalgia, tetapi juga pelajaran berharga tentang kesederhanaan hidup yang penuh makna.
Libur Diisi Pengajian
Saat bulan Ramadhan, suasana masjid menjadi lebih hidup dengan berbagai kegiatan pengajian. Biasanya, pengajian dilakukan pada pagi hari setelah shalat Subuh hingga menjelang waktu Dhuha. Namun, ada juga yang melaksanakan pengajian setelah Dzuhur, tergantung jadwal yang ditentukan oleh Kiai.
Sementara waktu ba'da Magrib biasanya digunakan untuk berbuka puasa, sehingga pengajian di waktu itu jarang dilakukan. Di malam harinya, masjid semakin semarak dengan kegiatan tadarus Al-Qur'an yang dimulai setelah shalat Tarawih.