Memasuki tahun 2000-an, program transmigrasi mengalami perubahan signifikan dan mulai berkembang menjadi sebuah peluang bisnis. Para peserta transmigrasi tidak lagi terbatas pada mereka yang tidak memiliki lahan di daerah asal, seperti pada masa sebelumnya.Â
Sebaliknya, banyak peserta adalah individu atau keluarga yang sebenarnya sudah memiliki lahan, bahkan beberapa di antaranya telah sukses di perantauan.Â
Mereka melihat transmigrasi sebagai kesempatan untuk memperluas kepemilikan lahan dan mengembangkan usaha, dengan banyak di antara mereka memiliki kebun yang sudah produktif.Â
Perubahan ini mencerminkan pergeseran transmigrasi dari sekadar program sosial menjadi bagian dari strategi ekonomi.
Pada masa lalu, terutama sebelum era digital, orang-orang yang telah lama merantau dan sukses memiliki kebun produktif sering kali memanfaatkan program transmigrasi untuk memperluas peluang mereka.Â
Mereka bahkan rela kembali ke Jawa untuk mendaftar ulang sebagai peserta transmigrasi. Praktik ini dimungkinkan karena sistem administrasi pada saat itu masih manual, dengan KTP yang tidak terintegrasi secara online seperti sekarang.Â
Hal ini memberikan celah bagi mereka untuk mengikuti program tersebut kembali, meskipun sebenarnya sudah memiliki lahan dan kehidupan yang mapan di perantauan.Â
Apakah ini praktik curang, silahkan anda menilai sendiri, hehehe.
Bertani Tradisional
Di wilayah Air Kumbang, Kabupaten Banyuasin, banyak desa yang dulunya merupakan kawasan transmigrasi, khususnya dari tahun 1971 hingga 1997.Â