Mohon tunggu...
Asep Saepul Adha
Asep Saepul Adha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Senang membaca dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warisan Terindah: Membekali Anak dengan Bekal Terbaik

22 November 2024   13:40 Diperbarui: 22 November 2024   13:51 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warisan Terindah: Membekali Anak dengan Bekal Terbaik

Orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk memenuhi kebutuhan dasar anak-anaknya, seperti sandang dan pangan, sekaligus mempersiapkan mereka untuk menjadi pribadi yang mandiri di masa depan. 

Sebagai bagian dari tanggung jawab ini, orang tua perlu membekali anak-anak mereka dengan berbagai keterampilan yang relevan dan bermanfaat, sehingga mampu menghadapi tantangan dan meraih kesuksesan dalam kehidupannya kelak.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. bersabda, "Ajari anakmu berenang, memanah, dan menunggang kuda." Hadits ini memberikan pelajaran mendalam tentang pentingnya mendidik anak secara seimbang, tidak hanya menekankan pengisian rohani melalui ilmu pengetahuan dan keimanan, tetapi juga menjaga kesehatan fisik melalui olahraga. 

Melalui aktivitas seperti berenang, memanah, dan menunggang kuda, anak tidak hanya memperoleh keterampilan, tetapi juga menguatkan tubuh mereka. Secara fisik, seseorang yang konsisten berolahraga cenderung memiliki tubuh yang bugar, tampak segar, dan biasanya lebih sehat. 

Ini menunjukkan bahwa Islam menganjurkan keseimbangan dalam kehidupan, mengharmonikan antara kebutuhan jasmani dan rohani sebagai bekal untuk menjalani kehidupan dengan lebih baik.

Jika kita memahami hadits tersebut secara harfiah sesuai teks, tentu kita akan fokus mengajarkan anak-anak kita ketiga jenis olahraga yang disebutkan: berenang, memanah, dan menunggang kuda. 

Namun, inti dari ajaran ini bukan sekadar pada jenis olahraga itu sendiri, melainkan pada pentingnya menanamkan keterampilan fisik yang bermanfaat, memperkuat tubuh, serta mendidik mereka dengan keseimbangan antara kekuatan jasmani dan rohani. 

Oleh karena itu, pesan hadits ini dapat dimaknai lebih luas sebagai dorongan untuk memilih aktivitas yang relevan dan sesuai dengan kebutuhan zaman, selama tetap memenuhi tujuan yang dimaksudkan Rasulullah Saw.

Renang

Salah satu bentuk latihan fisik yang dilakukan di dalam air adalah renang, di mana seseorang melakukan gerakan koordinasi dengan tangan dan kaki. Tujuannya adalah untuk bergerak dengan cepat dan efektif sambil mempertahankan keseimbangan dan kekuatan apung tubuh. 

Keahlian ini sangat penting untuk keselamatan di air (sungai, lautan), bukan hanya untuk aktivitas olahraga dan rekreasi saja

Kemampuan berenang menjadi keterampilan berharga yang dapat menyelamatkan nyawa, terutama dalam situasi darurat di air (sungai, lautan). Seseorang yang mahir berenang tidak hanya mampu melindungi dirinya sendiri saat menghadapi kecelakaan di perairan, tetapi juga memiliki potensi untuk memberikan pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan bantuan.

Untuk menghadapi segala kemungkinan buruk yang dapat terjadi saat menyeberangi sungai, berlayar di lautan, atau menjelajahi samudra, seorang ayah memiliki tanggung jawab penting untuk mengajarkan kemampuan berenang kepada anaknya. 

Keterampilan ini bukan hanya sekadar keahlian, tetapi juga bentuk perlindungan yang dapat menyelamatkan nyawa dalam situasi darurat.

Terlebih bagi umat Islam, anjuran untuk mengajarkan berenang memiliki landasan kuat dalam hadits. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya seorang ayah memikirkan keselamatan anaknya sejak dini, sebagai bentuk persiapan menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

Hakikat penerapan hadits yang disebutkan di awal tulisan ini terletak pada pentingnya seorang ayah untuk memastikan anaknya memiliki kemampuan berenang. Dengan demikian, mengajarkan berenang bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan.

Secara kiasan (majazi), hadits ini mengajarkan para orang tua untuk membekali anak-anak mereka dengan kemampuan bertahan dalam menghadapi kehidupan yang penuh tantangan. 

Bukan sekadar riak kecil, tetapi juga gelombang besar dan tekanan dahsyat, seperti tsunami kehidupan, yang mungkin mereka temui di masa depan. 

Pesan ini menekankan pentingnya mempersiapkan generasi yang tangguh, siap menghadapi kompleksitas dan dinamika zaman yang terus berubah.

Jadi tugas orang tua adalah :

1. membekali anak dengan perlengkapan berlayar. 

Anggaplah anak-anak adalah kapal kecil yang kita lengkapi untuk berlayar di lautan kehidupan. Lautan ini tidak selalu tenang; badai besar, gelombang tsunami, atau bahkan pusaran arus yang kuat dapat menghancurkannya.

2. membekali anak dengan kemampuan bertahan hidup adalah seperti membangun benteng yang kokoh di tengah samudra. 

Benteng itu adalah pondasi iman yang kuat, pengetahuan yang luas, dan moralitas yang mulia, bukan hanya struktur beton. Dengan bekal ini, anak-anak akan mampu menghadapi badai kehidupan dengan tegar, keluar dari masalah dengan bijaksana, dan dengan selamat mencapai tujuan mereka.

3. menjadi nahkoda yang akan menuntun kapal kecil menuju pelabuhan yang aman. 

Kita harus menjadi pemimpin yang bijaksana yang dapat memimpin dan mendorong anak-anak. Kita harus mengajarkan mereka untuk berprasangka baik kepada Allah, memecahkan masalah dengan akal sehat, dan menghadapi tantangan dengan keberanian.

Memanah

Olahraga memanah adalah aktivitas fisik yang melibatkan penggunaan busur dan anak panah untuk mengenai target dengan presisi.

Olahraga ini tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik, tetapi juga ketenangan pikiran, konsentrasi tinggi, serta koordinasi antara mata dan tangan.

Memanah pada awalnya bukanlah keterampilan yang dipelajari untuk lomba atau kompetisi, melainkan sebagai kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia.

Di masa lampau, memanah digunakan untuk berburu sebagai upaya memenuhi kebutuhan pangan, khususnya daging. Selain itu, panah juga menjadi salah satu senjata utama dalam pertempuran. 

Oleh karena itu, memanah menjadi keterampilan penting yang wajar untuk dipelajari dan diajarkan oleh orang tua kepada anaknya, demi kelangsungan hidup dan perlindungan diri.

Secara kiasan (majazi), mengajarkan anak memanah memiliki makna yang lebih dalam. Hal ini mengajarkan anak untuk fokus pada tujuan hidupnya, memahami arah yang ingin dituju, dan menetapkan sasaran yang jelas dalam perjalanan kehidupannya. 

Layaknya seorang pemanah yang membidik target dengan presisi, anak diajarkan untuk mengejar cita-cita dengan ketekunan, konsentrasi, dan strategi yang matang.

Dengan mengajarkan anak memanah, kita menanamkan ketelitian dan fokus dalam jiwanya. Setiap tarikan busur dan lepasan anak panah adalah perenungan. Anak-anak belajar bahwa hidup ini seperti kompetisi besar dengan tujuan yang berbeda-beda. Anak-anak harus memiliki tujuan hidup yang jelas, seperti anak panah yang selalu menemukan jalannya.

Anak belajar pentingnya keseimbangan dari setiap tarikan busur. Agar anak panah dapat meluncur dengan benar, kekuatan otot dan fokus pikiran harus seimbang. Dengan cara yang sama, kita harus mengimbangi berbagai aspek kehidupan kita, seperti belajar, bermain, dan beribadah.

Anak akan merasakan kepuasan dan kebahagiaan yang luar biasa ketika mereka mencapai tujuan mereka. Hal ini mengajarkan anak bahwa setiap upaya akan menghasilkan hasil yang manis jika dilakukan dengan sungguh-sungguh. Namun, mereka tidak perlu berkecil hati jika mereka gagal mencapai tujuan mereka. Kegagalan adalah bagian dari belajar; yang penting adalah terus berusaha dan memperbaiki diri kita sendiri.

Berkuda

Kuda adalah hewan liar yang melambangkan kekuatan dan kebebasan. Namun, untuk dapat memanfaatkan tenaganya dalam kehidupan, manusia berupaya menaklukkan kuda, melatihnya agar dapat dikendalikan sesuai keinginan pemilik atau penunggangnya. 

Proses ini mencerminkan hubungan antara manusia dan alam, di mana manusia belajar untuk memanfaatkan potensi alam dengan bijaksana demi kemajuan hidupnya.

Pada zaman dahulu, kuda memiliki peran penting sebagai sarana transportasi dan alat utama dalam peperangan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad memerintahkan para sahabatnya untuk mengajarkan anak-anak mereka berkuda. 

Hal ini bertujuan agar anak-anak mampu bepergian secara mandiri tanpa bergantung pada orang tua, sekaligus mempersiapkan diri menghadapi panggilan untuk membela negara jika situasi menuntut. Keterampilan berkuda tidak hanya menjadi simbol keberanian, tetapi juga kesiapan menghadapi tantangan hidup.

Jika kita mengibaratkan kuda sebagai hawa nafsu, maka anjuran Rasulullah kepada umat Muslim untuk belajar menunggang kuda dapat dimaknai sebagai perintah kepada orang tua untuk mengajarkan anak-anaknya cara mengendalikan hawa nafsu. 

Seperti halnya kuda yang harus dijinakkan dan diarahkan, hawa nafsu perlu dikelola dengan bijak agar dapat digunakan untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat. 

Dengan demikian, anak-anak diajarkan untuk memanfaatkan dorongan nafsu sebagai energi yang membangun, bukan sebagai kekuatan yang merusak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun