Secara kiasan (majazi), mengajarkan anak memanah memiliki makna yang lebih dalam. Hal ini mengajarkan anak untuk fokus pada tujuan hidupnya, memahami arah yang ingin dituju, dan menetapkan sasaran yang jelas dalam perjalanan kehidupannya.Â
Layaknya seorang pemanah yang membidik target dengan presisi, anak diajarkan untuk mengejar cita-cita dengan ketekunan, konsentrasi, dan strategi yang matang.
Dengan mengajarkan anak memanah, kita menanamkan ketelitian dan fokus dalam jiwanya. Setiap tarikan busur dan lepasan anak panah adalah perenungan. Anak-anak belajar bahwa hidup ini seperti kompetisi besar dengan tujuan yang berbeda-beda. Anak-anak harus memiliki tujuan hidup yang jelas, seperti anak panah yang selalu menemukan jalannya.
Anak belajar pentingnya keseimbangan dari setiap tarikan busur. Agar anak panah dapat meluncur dengan benar, kekuatan otot dan fokus pikiran harus seimbang. Dengan cara yang sama, kita harus mengimbangi berbagai aspek kehidupan kita, seperti belajar, bermain, dan beribadah.
Anak akan merasakan kepuasan dan kebahagiaan yang luar biasa ketika mereka mencapai tujuan mereka. Hal ini mengajarkan anak bahwa setiap upaya akan menghasilkan hasil yang manis jika dilakukan dengan sungguh-sungguh. Namun, mereka tidak perlu berkecil hati jika mereka gagal mencapai tujuan mereka. Kegagalan adalah bagian dari belajar; yang penting adalah terus berusaha dan memperbaiki diri kita sendiri.
Berkuda
Kuda adalah hewan liar yang melambangkan kekuatan dan kebebasan. Namun, untuk dapat memanfaatkan tenaganya dalam kehidupan, manusia berupaya menaklukkan kuda, melatihnya agar dapat dikendalikan sesuai keinginan pemilik atau penunggangnya.Â
Proses ini mencerminkan hubungan antara manusia dan alam, di mana manusia belajar untuk memanfaatkan potensi alam dengan bijaksana demi kemajuan hidupnya.
Pada zaman dahulu, kuda memiliki peran penting sebagai sarana transportasi dan alat utama dalam peperangan. Oleh karena itu, Nabi Muhammad memerintahkan para sahabatnya untuk mengajarkan anak-anak mereka berkuda.Â
Hal ini bertujuan agar anak-anak mampu bepergian secara mandiri tanpa bergantung pada orang tua, sekaligus mempersiapkan diri menghadapi panggilan untuk membela negara jika situasi menuntut. Keterampilan berkuda tidak hanya menjadi simbol keberanian, tetapi juga kesiapan menghadapi tantangan hidup.
Jika kita mengibaratkan kuda sebagai hawa nafsu, maka anjuran Rasulullah kepada umat Muslim untuk belajar menunggang kuda dapat dimaknai sebagai perintah kepada orang tua untuk mengajarkan anak-anaknya cara mengendalikan hawa nafsu.Â