Mohon tunggu...
asep rahmat
asep rahmat Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

senang sosialisasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Peran Pelatihan SDM dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan

22 Juni 2024   14:59 Diperbarui: 22 Juni 2024   15:05 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A. Konsep Pelatihan 

1. Definisi Pelatihan

Pelatihan merupakan sarana penting dalam pengembangan sumber daya manusia yang baik. Dengan pelatihan perusahaan memperoleh masukan yang baik menghadapi tantangan-tantangan manajemen yang terus berkembang dengan memiliki karyawan yang dapat memenuhi penyelesaian masalah-masalah yang ada. Istilah pelatihan berasal dari kata training dalam bahasa inggris yang berarti: " A short-term educational process utilizing a systematic and organized procedure by which non-managerial personnel learn technical knowledge and skills for a definite purpose" (Andrew F. Sikula, 1981:235).

Sesuai dengan pengertian tersebut, pelatihan merupakan proses jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi dimana pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas. Pelatihan terdiri dari program-program yang disusun terencana untuk memperbaiki kierja dilevel individual, kelompok, dan organisasi, Memperbaiki kinerja yang dapat diukur perubahannya melalui pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku sosial dari karyawan itu" (Casio, 1995, p. 245).

Berdasarkan pengertian di atas, pelatihan berarti suatu perubahan yang sistematis dari Knowledge, Skill, Attitude dan behaviour yang terus mengalami peningkatan yang dimiliki oleh setiap karyawan dengan itu dapat mewujudkan sasaran yang ingin dicapai oleh suatu organisasi atau perusahaan dalam pemenuhan standar SDM yang diinginkan.

2. Tujuan Pelatihan

Tujuan diadakannya pelatihan kerja atau training adalah untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan serta pengetahuan dari karyawan sesuai keinginan perusahaan. Tujuan dari pelatihan adalah untuk peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan saat ini (Dessler, 1997, p. 263).

3. Manfaat Pelatihan

Menurut Henry Simamora (2004, p. 84) manfaat dari program pelatihan yaitu:

  • Meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas
  • Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar-standar kinerja yang dapat diterima
  • Menciptakan sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan
  • Memenuhi persyaratan-persyaratan perencanaan sumber daya manusia
  • Mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerja
  • Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka

B. Konsep Sumber Daya MAnusia SDM

1. Pengertian Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya, dan karya (rasio, rasa, dan karsa) (Sutrisno, 2009, p. 3). Bagi perusahaan, ada tiga sumber daya strategis lain yang mutlak harus mereka miliki untuk dapat menjadi sebuah perusahaan unggul. Tiga sumber daya kritis tersebut menurut Ruki (2006) adalah:

  • Financial resource, yaitu sumber daya berbentuk dana/ modal financial yang dimiliki.
  • Human resource, yaitu sumber daya yang berbentuk dan berasal dari manusia yang secara tepat dapat disebut sebagai modal insani.
  • Informational resource, yaitu sumber daya yang berasal dari berbagai informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan strategis ataupun taktis.

2. Ciri Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

Berbicara masalah kualitas sumber daya manusia tentunya ada tolak ukur yang dapat kita jadikan patokan atau perbandingan agar kita bisa mengetahui dan menentukan manusia yang berkualitas. Dengan adanya batasan dan tolak ukur ini, dapat dijadikan landasan dalam menentukan kualitas pribadi seseorang. Jika kita merujuk pada buku yang disusun oleh Sudarwan Danim yang berjudul "Transformasi Sumber Daya Manusia" bahwa kualitas sumber daya manusia yang dikehendaki pada era pembangunan jangka panjang tahap dua, dan tentuya saja seterusnya adalah sumber daya manusia yang memenuhi kriteria kualitas fisik (kesehatan) dan kualitas intelektual (pengetahuan dan keterampilan, dan kualitas mentalspiritual/kejuangan). Sedangkan pengertian yang dikemukakan oleh Selo Sumarjan yang dikutip oleh Sudarwan Danim dalam bukunya "transformasi Sumber Daya Manusia" bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia yang kita inginkan dibedah atas dasar kualitas fisik (kesehatan, kekuatan jasmani, keterampilan dan ketahanan) dan kualitas non fisik (kecerasan, kemandirian, ketekunan, kejujuran dan akhlak). Menurut Sudarwan Danim dalam bukunya "Transformasi Sumber Daya Manusia" beliau mengatakan bahwa indikator dari kualitas sumber daya manusia adalah sebagai berikut: (Raharjo, 1999, p. 355)

C. Konsep Kinerja Karyawan

1. Definisi Karyawan

Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja dalam pasal 1 menyatakan bahwa tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam mapun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyrakat. Sama halnya berdasarkan ketentuan pasal 1 angka 2 UU No. 13 tahun 2003, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Sedangkan menurut KBBI karyawan adalah orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dan sebagainya) dengan mendapat gaji atau upah (KBBI, 2023). Jadi karyawan adalah orang yang bekerja di perusahaan dan mendapatkan upah atas pekerjaannya itu.

2. Jenis-Jenis Karyawan

Menurut Malayu S.P. Hasibuan ada beberapa jenis karyawan berdasarkan statusnya dalam sebuah perusahaan. Karyawan bisa dibedakan menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak dilihat dari perjanjian kerjanya (Hasibuan, 2000, p. 45). Sedangkan Pasal 1 nomor 14 UU No.13 tahun 2009 tentang ketenagakerjaan, UUK, perjanjian kerja adalah perjanjian antar pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. Sehingga jenis karyawan dibedakan menjadi 2 di antaranya:

  • Karyawan Tetap : adalah karyawan yang sudah mengalami pengangkatan sebagai karyawan perusahaan dan kepadanya diberikan kepastian akan keberlangsungan masa kerjanya.
  • Karyawan Kontrak : merujuk pada UU no.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan bahwa karyawan kontrak adalah pekerja yang memiliki hubungan kerja dengan pengusaha dengan berdasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu

2. Pengertian Kinerja Karyawan

Kinerja seseorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena setiap kinerja mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan tugasnya. Kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Kinerja berasal dari Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2011).

Murty dan Hudiwinarsih (2012:212) mengemukakan kinerja adalah hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan karyawan atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurut Christine dkk (2010:123) menyatakan kinerja adalah pencapaian suatu hasil yang dikarateristikkan dengan keahlian tugas seseorang ataupun kelompok atas dasar tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Istilah kinerja dalam bahasa inggris yaitu "performance" yang berarti melakukan, menyelenggarakan, memainkan atau menampilkan. Kinerja dapat diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu (Nanang Fattah, 2015). Pengertian kerja disini mengandung maksud sebagai kemampuan atau kecakapan seseorang dilandasi dari suatu pengetahuan.

Senada dengan pendapat diatas, Robbins mengemukakan bahwa "Kinerja ditentukan oleh tiga hal yaitu kemampuan, keinginan dan lingkungan" (Steppen P. Robbin, 2015) . Dimana kinerja yang baik harus dimiliki individu yang mengetahui bagaimana cara melakukan pekerjaan itu dengan benar, harus mempunyai keinginan yang tinggi untuk mengerjakan pekerjaan dan harus mengetahui seluruh faktorfaktor utama (lingkungan) yang mempengaruhi pekerjaan. Untuk mendapatan kinerja yang baik diperlukan adanya keinginan dari tempat kerja yang bersangkutan. Setelah adanya keinginan, diperlukan lingkungan tempat bekerja yang sesuai dan mempunyai kemampuan untuk mencapai hal tersebut terutama kemampuan intrinsik dan ekstrinsik serta yang tak kalah pentingnya adalah perlunya upaya dalam mencapai kinerja yang diinginkan.

Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil akhir dari suatu pekerjaan karyawan disuatu organisasi yang outputnya sesuai dengan tanggung jawab yang diperintahkan oleh atasannya.

D. Manajemen Sumber Daya Manusia

1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Kegiatan pengelolaan sumber daya manusia terangkum menjadi satu dalam sebuah manajamen sumber daya manusia. Menurut Wijayanto (2012, p. 249) manajemen sumber daya manusia merupakan fungsi pengelolaan yang terkait dengan proses kegiatan sumber daya manusia yang meliputi rekrutmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan karyawan. Marihot Tua dalam Sunyoto (2012, p. 1) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencapai, mengembangkan, memotivasi dan memelihara tempat kerja agar berkinerja tinggi dalam organisasi.

Berdasarkan beberapa definisi yang dijabarkan, manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pengukur dan pendorong bagi sumber daya manusia dalam sebuah organisasi yang dilaksanakan dalam berbagai bentuk fungsi kegiatan yang meliputi, perencanaan, rekrutmen, pelatihan, pengembangan sumber daya manusia serta memelihara tempat kerja untuk kinerja yang maksimal serta didukung dengan perencanaan dan pengembangan karier, pemberian kompensasi atau penghargaan, dan keselamatan kerja pada karyawan. Perencanaan dan pelaksanaan dari beberapa fungsi tersebut harus didukung dengan analisis jabatan serta penilaian kerja yang objektif dan teliti.

2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Definisi tentang manajemen sumber daya manusia akan lebih lengkap dengan memahami dua fungsi yang dimiliki, yaitu fungsi manajerial dan fungsi operasional. Menurut Triyono (2012:9) fungsi manajemen sumber daya manusia diantaranya:

a. Fungsi Manajerial, yang meliputi:

  • Perencanaan : Bagi manajemen sumber daya manusia, perencanaan berarti kegiatan penentuan terlebih dahulu untuk suatu program manajemen sumber daya manusia yang akan membantu mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan perusahaan melalui karyawan-karyawannya.
  • Pengorganisasian : Perencanaan yang telah disusun dalam rangka mencapai tujuan organisasi, maka pelaksanaan kegiatan tersebut harus diorganisasikan. Organisasi disini sebagai alat untu mencapai tujuan secara efektif dan fungsi organisasi harus terlihat pembagian tugas serta tanggungjawab karyawan yang akan melakukan tugas masing-masing.
  • Pengarahan : Pengarahan dilakukan setelah organisasi terbentuk. Pengarahan akan dilakukan oleh seorang manajer agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan efektif. Organisasi yang besar biasanya pengarahan tidak mungkin dilakukan oleh manajer saja, melainkan didelegasikan kepada orang lain yang diberi wewenang
  • Pengawasan : Pengawasan atau pengendalian berfungsi sebagai pengatur kegiatan, supaya kegiatan-kegiatan organisasi itu dapat berjalan sesuai dengan rencana. Pengendalian dimaksudkn untuk mencari jalan keluar apabila terjadi hambatan atau masalah pelaksanaan kegiatan.

b. Fungsi Operasional

  • Pengadaan : Fungsi ini meliputi penentuan program penarikan karyawan baik jumlah, ketrampilan karyawan, maupun kualitas karyawan serta seleksi dan penempatan. Penentuan sumber daya manusia yang akan dipilih harus benar-benar yang diperlukan oleh organisasi, bukan hanya karena ada tenaga yang tersedia.
  • Pengembangan : Kegiatan pengembangan dilakukan setelah sumber daya manusia didapatkan oleh organisasi. Pengembangan sumber saya manusia dilakukan sampai pada taraf tertentu sesua dengan pengembangan organisasi. Fungsi pengembangan karyawan adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan melalui pelatihan atau pendidikan yang dilakukan untuk melaksanakan kegiatan tertentu.
  • Kompensasi : Fungsi kompensasi dalam organisasi adalah memberikan balas jasa yang memadai dan layak kepada karyawan sesuai dengan kemapuan mereka dalam melaksanakan tanggungjawab. Kompensasi tidak hanya berupa uang, namun segala sesuatu yang dapat bermanfaat bagi karyawan. 
  • Penginterasian : Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh manajer yang bertujuan untuk rekonsiliasi kepentingan-kepentingan karyawan dalam suatu organisasi. Disini manajer berupaya memahami keinginan individu setia karyawan dengan keinginan organisasi serta masyarakat guna dalam pengambilan keputusan atau kebijakan organisasi.
  • Pemeliharaan : Fungsi ini berhubungan dengan usaha dalam mempertahankan dan meningkatkan kondisi para karyawan dan pemeliharaan sifat yang menyenangkan dalam organisasi.
  • Pemutusan hubungan kerja : Fungsi ini berhubungan dengan pemisahan karyawan dari organisasi untuk mengembalikan sesuatu kepada masyarakat yang dapat berbentuk pensiun, pemberhentian, pemecatan dan penempatan diluar perusahaan.

Berdasarkan uraian sebelumnya, kedua fungsi yang meliputi fungsi manajerial dan operasional menunjukkan bahwa keduanya merupakan suatu sistem yang tidak dapat dipisahkan. Kedua fungsi tersebut harus dapat dijalankan serta dikembangkan dengan selaras supaya tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif dan efisien.

c. Fungsi Kedudukan

Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi ini menjelaskan bahwa untuk menjalankan tugas-tugas dalam organisasi membutuhkan sumber daya manusia yang terampil dan dalam jumlah yang memadai. Sumber daya manusia yang terampil hanya akan didapatkan jika organisasi atau perusahaan bertanggungjawab untuk mengembangkan para karyawannya dengan melaksanakan aktivitas yang mendukung peningkatan kompetensi karyawan.

E. Peran Pelatihan SDM Dalam Meningkatkan Kinerja Karyawan

1. Perbedaan Pelatihan dan Pengembangan  

Menurut Mathis dan Jackson (2010, p. 250) pelatihan merupakan proses dimana seorang karyawan memperoleh kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan. Pelatihan memberikan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik pada karyawan yang mana nantinya dapat diidentifikasi untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat itu juga. Sikula dalam Mangkunegara (2013:44) mengatakan pelatihan merupakan suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana karyawan non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan terbatas.

 Mathis dan Jackson (2010, p. 303) menyatakan bahwa pengembangan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam menangani berbagai tugas dan untuk menumbuhkan kemampuan karyawan diluar kebutuhan pekerjaannya saat ini. Menurut Sunyoto (2012, p. 145) pengembangan mempunyai ruang lingkup lebih luas dalam upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, kemampuan, sikap dan sifatsifat kepribadian. Pengembangan lebih berfokus pada kebutuhan umum jangka panjang dalam organisasi. Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan dan pengembangan merupakan suatu proses yang mendidik untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan karyawan dalam jangka pendek dan jangka panjang agar mampu mencapai tujuan organisasi dengan efektif dan efisien.

 Pelatihan dan pengembangan dilakukan dengan prosedur yang sistematis dan terorganisir. Pada pelatihan dan pengembangan terdapat beberapa perbedaan diantaranya akan dirangkum pada gambar dibawah ini:

 Tabel 2. 1 Perbedaan antara Pelatihan dan Pengembangan

Perbedaan

Jangka waktu

Fokus

Pengukuran efektif

Pelatihan

Jangka Pendek

Mempelajari perilaku dan tindakan yang spesifik Mempraktekan teknik dan proses

Penilaian Kinerja Analisis Cost-benefit Passing test Sertifikasi

Pengembangan

Jangka Panjang

Memahami informasi tentang konsep dan konteksnya Mengembangkan penilaian Memperluas kapasitas untuk menjalankan tugas

Ketersediaan SDM yang berkualitas Terdapat kemungkinan promosi dari dalam SDM yang berbasis keunggulan kompetitif

Sumber: Mathis and Jackson (2012: 304)

Pada tabel di atas, terdapat tiga poin perbedaan antara pelatihan dan pengembangan, pertama perbedaan pelatihan dan pengembangan terletak pada jangka waktu pelaksanaan, jika pelatihan dilaksanakan untuk peningkatan kinerja dalam jangka waktu yang pendek atau sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan karyawan maka untuk pengembangan dilaksanakan untuk peningkatan kinerja dalam jangka waktu yang panjang misalnya program pencapaian tujuan organisasi.

Kedua, pelatihan berfokus pada pembelajaran perilaku dan tindakan yang spesifik atau yang sudah ditentukan misalnya seminar untuk pelatihan manajerial, serta mempraktekan teknik atau materi dan proses. Sedangkan untuk pengembangan karyawan harus memahami informasi tetang konsep dan konteks tujuan organisasi, menilai setiap aktivitas untuk mencapai tujuan organisasi dan memperluas kapasitas untuk menjalankan tugas atau pekerjaan.

Ketiga, terdapat beberapa pengukuran efektif pada pelatihan diantaranya penilaian kerja sebagai bahan untuk evaluasi, selanjutnya terdapat analisis costbenefit agar anggaran yang dikeluarkan senilai dengan manfaat yang didapat selama pelatihan. Pada beberapa pelatihan terdapat passing test diakhir kegiatan yang berguna untuk melihat apakah para peserta dapat menerima materi dengan baik atau tidak, dan terakhir sertifikasi sebagai bukti bahwa para peserta telah mengikuti pelatihan hingga akhir. Sedangkan pengukuran efektif pada pengembangan diantaranya tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas sepanjang tahun, kemungkinan muncul promosi dari dalam organisasi dan terdapat sumber daya manusia dengan keungguln yang kompetitif.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelatihan 

Menurut Marwansyah (2012, p. 158) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberlangsungan pelatihan sumber daya manusia, antara lain:

  • Dukungan manajemen : puncak Dukungan kepemimpinan dari atas sangat dibutuhkan supaya program-program pelatihan berhasil. Tanpa adanya dukungan manajemen puncak, program pelaihan tidak akan berjalan dengan baik, cara yang paling efektif agar kegiatan berjalan dengan baik adalah dimana eksekutif harus aktif mengambil bagian dalam pelatihan sumber daya yang dibutuhkan organisasi.
  • Komitmen para spesialis dan generalis : Selain manajemen puncak, seluruh manajer yang terdiri dari spesialis ataupun generalis, harus berkomitmen dan bertanggungjawab dalam memberikan keahlian teknis selama proses pelatihan.
  • Kemajuan teknologi : Faktor lain yang dapat mempengaruhi proses pelatihan adalah kemajuan teknologi. Teknologi telah memainkan peran besar dalam memberikan metode penyampaian pengetahuan kepada karyawan, dan perubahan tersebut masih teruh berlanjut sesuai yang dibutuhkan. 
  • Kompleksitas organisasi : Struktur organsasi yang yang sederhana bukan berarti membuat pengaturan karyawan dan tugas-tugasnya menjadi mudah. Tugas individu dan tim diperluas dan dipercaya, akibatnya para karyawan menghabiskan banyak waktu dalam pekerjaan dan menjalankan tugas yang lebih kompleks dari yang pernah dikerjakan sebelumnya.
  • Gaya belajar : Gaya belajar yang berbeda pada setiap individu juga akan mempengaruhi pelatihan. Mereka yang mudah beradaptasi pada prinsip-prnsip pembelajaran yang sudah ditetapkan maka akan mudah bagi mereka dalam mengikuti proses pelatihan.

3. Peserta Pelatihan SDM

Menurut Hasibuan (2000, p. 73) peserta yang dapat mengikuti pelatihan dari suatu organisasi maupun perusahaan adalah karyawan baru dan lama, baik karyawan operasional maupun manajerial.

  • Karyawan baru : yaitu mereka yang baru saja bergabung dalam perusahaan. Pelatihan diperlukan agar para karyawan baru dapat memahami, terampil dan ahli dalam melakukan tugas dan pekerjaannya. Selain itu pelatihan akan membantu mereka untuk mengimplementasikan teori dasar yang telah dipelajari dengan efektif dan efisien.
  • Karyawan lama : yaitu karyawan yang telah bekerja dalam kurun waktu lama, mereka membutuhkan pelatihan karena tuntutan pekerjaan, jabatan, perluasan perusahaan, pembaruan metode kerja, pergantian teknologi serta persiapan untuk promosi. Selain itu pelatihan dilakukan agar karyawan semakin memahami keterampilan teknis, keterampilan inter-personal, keterampilan konseptual dan keterampilan manajerial, dengan begitu moral kerja dan prestasi karyawan akan semakin baik.

4. Metode Pelatihan SDM

Metode pelatihan harus berdasarkan pada kebutuhan pekerjaan dan tergantung pada berbagai faktor, diantaranya waktu, biaya, jumlah peserta, tingkat pendidikan dasar peserta, latar belakang peserta, dan sebagainya (Suwanto & Juni , 2016, p. 113).  Pelatihan menjadi tanggung jawab yang penting dari pada manajemen. Ruang lingkup pendidikan lebih kecil daripada pendidikan. Pelatihan pada dasarnya dipandang sebagai penerapan kecakapan dan keterampilan pekerjaan, oleh karenanya pelatihan terfokus pada mempelajari bagaimana melaksanakan tugas-tugas khusus. Oleh sebab itu, pelatihan merupakan suatu fungsi yang terus menerus dilakukan, sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan yang diemban karyawan. Apabila seorang karyawan sering dirotasi, maka pelatihan bagi karyawan tersebut menjadi penting untuk selalu dilakukan. Beberapa metode pelatihan menurut Andrew F. Sikula antara lain:

  • On The Job Training  : Sistem ini merupakan metode pelatihan yang paling banyak digunakan. Sistem ini terutama memberikan tugas kepada atasan langsung dari karyawan yang akan dilatih, untuk melatih mereka. Karena itu keberhasilannya sangat bergantung kepada kemampuan atasan langsung tersebut. Meskipun demikian, cara ini mempunyai efek fisik dan psikologis kuat terhadap para karyawan yang dilatih. Karena dijalankan pada tempat kerja yang sebenarnya. Metode latihan ini dibedakan dalam dua cara, yaitu : Pertama cara informal, yaitu cara pelatih menyuruh peserta pelatihan untuk memperhatikan orang lain yang sedang mengerjakan pekerjaan, kemudian ia disuruh untuk mempraktikannya; dan kedua cara formal, yaitu supervisor menunjuk seorang karyawan senior untuk melakukan pekerjaan tersebut dan selanjutnya para peserta pelatihan melakukan pekerjaan itu sesuai dengan cara yang dilakukan oleh karyawan senior.  Dalam metode on the job training, dapat pula pelatihan dilakukan dengan menggunakan bagan, gambar, pedoman-pedoman, contoh yang sederhana, demonstrasi, dan lain-lainnya. Kebaikan cara ini adalah bahwa para peserta belajar dan terlibat langsung dalam kenyataan pekerjaan operasional sehari-hari; sedangkan keburukannya adalah sering tidak teratur (tidak sistematis) dan kurang efektif, jika pengawas yang ada kurang berpengalaman (Suwanto & Juni , 2016, p. 114).
  • Vestibule : Vestibule adalah suatu bentuk latihan dimana para pelatihnya bukanlah berasal dari atasan langsung para karyawan yang dilatih melainkan pelatih khusus (trainer specialist). Melalui percobaan dibuat suatu duplikat dari bahan, alat-alat, dan kondisi yang mereka temui dalam situasi kerja yang sebenarnya. Salah satu bentuk vestibule ini ialah simulasi. Simulasi merupakan suatu peniruan dari karakteristik atau perilaku tertentu dari dunia nyata sedemikian rupa, sehingga para peserta pelatihan dapat merealisasikan seperti dalam keadaan sebenarnya. Dengan demikian, apabila para peserta kembali ke tempat pekerjaannya semula, maka ia akan mampu melakukan pekerjaan yang disimulasikan tersebut.
  • Apprenticeship : Sistem magang ini dipergunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan keterampilan (skill) yang relatif tinggi. Program magang ini bisa mengombinasikan antara on the job training dengan pengalaman, serta petunjuk-petunjuk di kelas dalam pengetahuan-pengetahuan tertentu sesuai dengan tujuan perusahaan.
  • Spesialist Course : Merupakan bentuk pelatihan karyawan yang lebih mirip pendidikan dari pada pelatihan, kursus-kursus ini biasanya diadakan untuk memenuhi minat para karyawan dalam bidang-bidang pengetahuan tertentu atau di luar bidang pekerjaannya, seperti kursus bahasa asing, manajemen, kepemimpinan, dan sebagainya. Kursus-kursus ini biasanya dibuat bentuk learning programe, dimana para peserta bisa belajar sendiri dan menyesuaikan kecepatan belajarnya dengan kemampuan masing-masing.

5. Tahapan Pelatihan SDM

Menurut Sondang dalam Sunyoto (2012, p. 148) penyelenggaraan program pelatihan bagi tenaga kerja suatu organisasi diperlukan tahap-tahap pelatihan, yaitu:

  • Penentuan kebutuhan
  • Penentuan sasaran
  • Penetapan isi program
  • Identifikasi prinsip-prinsip belajar
  • Pelaksanaan program
  • Penilaian pelaksanaan program

6. Evaluasi Pelatihan SDM

Pelatihan SDM merupakan proses perubahan dari karyawan yang belum terlatih menjadi karyawan terlatih atau memiliki kemampuan. Evaluasi pelatihan merupakan suatu proses menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan tujuan yang dicapai, desain, implementasi dan dampak untuk membantu membuat keputusan (Nurbiyati, 2015, pp. 52-63). Menurut Snell dan Bohlander (2010) langkah-langkah dalam menilai program latihan adalah sebagai berikut:

  • Membuat kriteria untuk mengukur berhasil atau tidaknya pelatihan yang dilakukan. Biasanya yang dipakai sebagai ukuran adalah tujuan yang telah ditetapkan untuk program pelatihan tersebut;
  • Melaksanakan pretest. Pretest adalah tes yang diberikan sebelum pelatihan. Tes yang diujikan adalah kemampuan karyawan;
  • Melakukan pelatihan karyawan (treatment);
  • Melakukan post-test setelah pelatihan dilakukan;
  • Menempatkan karyawan pada pekerjaan yang sebenarnya (tentunya setelah karyawan melakukan tes dan benar-benar menunjukkan kemampuan yang diperlukan);
  • Studi lanjutan diberikan pada karyawan yang bersangkutan.

Menurut Yusuf dan Sarwono dalam Nurbiyati (2015, pp. 52-63) mengatakan ada beberapa model evaluasi program yang banyak digunakan sebagai strategi atau pedoman kerja dalam pelaksanaa evaluasi program kegiatan. Salah satunya model evaluasi CIPP (Context, input, Process, Product/Output) yang dikemukakan oleh Stufflebeam & Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi yang berorientasi pada pengambil keputusan untuk memberikan bantuan kepada administrator atau leader pengambil keputusan. Model evaluasi CIPP ini terdiri dari 4 komponen yang diuraikan sebagai berikut:

  • Evaluasi Konteks : Evaluasi konteks merupakan dasar dari evaluasi yang bertujuan untuk menyediakan alasan-alasan dalam penentuan tujuan. Evaluasi konteks dilakukan untuk menggambarkan dan merinci lingkungan, kebutuhan dan tujuan organisasi maupun individu yang belum terpenuhi. Evaluasi konteks berhubungan dengan analisis masalah yang berkaitan dengan kelebihan dan kelemahan suatu lingkungan dan objek tertentu. Evaluasi konteks memberikan informasi kepada pengambil keputusan dalam perencanaan suatu program yang akan datang.
  • Evaluasi : Input Evaluasi Input atau masukan berguna untuk membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang dibutuhkan, menentukan alternative, rencana dan strategi untuk mencapai tujuan yang belum tercapai serta menetukan prosedur kerja untuk mencapai tujuan. Komponen pada evaluasi masukan meliputi: Sumber daya manusia, Sarana dan peralatan pendukung, Dana atau anggaran, Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.
  • Evaluasi Proses : Medeteksi rancangan prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan program sebagai record atau arsip prosedur yang telah dilaksanakan. Pada dasarnya evaluasi proses untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa yang perlu diperbaiki. Contohnya dengan membuat catatan harian setelah pelaksanaan pelatihan. Memonitor secara cermat setiap perubahan-perubahan yang terjadi pada aktivitas peserta yang telah mengikuti pelatihan.
  • Evaluasi Output : Evaluasi output merupakan penilaian yang dilakukan guna melihat ketercapaian atau keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya misalnya apakah ada peningkatan terhadap skill setelah dan sesudah pelaksanaan pelatihan. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan atau bahkan dihentikan.

7. Hubungan Antara Pelatihan SDM Dengan Peningkatan Kerja Karyawan

Pelatihan sumber daya manusia (SDM) sangat erat hubungannya dengan kinerja seperti yang dinyatakan para ahli di bawah ini yaitu : Menurut Robert dan Jackson yang dikutif dari jurnal psikologi terapan (journal of applied psychology) (2002, p. 51) kinerja akan lebih tinggi pada karyawan-karyawan yang mengambil lebih banyak bagian di dalam aktivitas pelatihan Sumber daya manusia. Sedangkan menurut Wahyudi (2009, p. 27) kinerja setiap individu yang berada dalam organisasi, sehingga akan diketahui secara pasti kualitas sumber daya manusia yang dimiliki pada suatu periode tertentu dan menurut Mathis dan Jackson terjemahan (2010, p. 50) penilaian kinerja yang dilakukan dengan baik dapat menjadi sumber informasi pengembangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun