Aku tersenyum getir mendengarnya. Ah, Sita kamu harus menyambut rutinitas barumu. Melewati hari tanpa adanya Tama.
"Mungkin suatu saat aku bakal rindu tempat ini" katanya tiba-tiba.
Aku apalagi Tam. Aku bakal rindu taman ini. Dan tentunya juga kau.
Hening. Tidak ada percakapan diantara kami lagi. aku dan Tama sibuk tenggelam dalam pikiran kami masing-masing. Hingga langitpun memerah, matahari sudah beranjak ke tempat peraduannya, dan kami masih sama-sama memilih bungkam.
"Hari telah sore rupanya. Bagiamana jika kita pulang Sit?" katanya memecah keheningan sejak tadi.
Aku memilih mengangguk, mencoba berani menatap manik matanya. Mungkin ini adalah kesempatan terakhirku untuk melihat sosoknya? Atau mungkin bisa saja Tuhan menyiapkan kesempatan-kesempatan lain yang masih disembunyikan. Aku tidak tahu, tapi semoga saja.
      Ntahlah, Mau serindu apapun itu. Aku tak bisa mengungkapkannya. Memilih menyimpan perasaan istimewa ini di dalam hati. Ah, Maafkan memang aku tak punya pilihan lain! Sebab bagiku dikatakan atau tidak itu tetaplah cinta. Bahkan dalam diampun bagiku tetap cinta. Mungkin kali ini aku tak punya kesempatan untuk menyatakan kepadanya. Mungkin, kali ini akupun tidak mengetahui perasaan Tama. Namun soal urusan hati manusia. Siapa yang tahu?. Namun yang jelas. Biar waktu yang akan menjawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H