"Ah.. udah ah!!" Seru Aksa melangkah pergi.
"Berarti kamu buta." Kataku tiba-tiba, Aksa menghentikan langkahnya.
"Harusnya kalau kamu memang cinta sama aku, kamu bisa merasakan apa yang aku rasakan ketika bersama kamu. Memang benar, aku yang bilang kalau aku nggak cinta sama kamu waktu itu, tapi kamu nggak ngerti. Kamu nggak bisa ngerasakan kalau aku sayang banget sama kamu. Kamu nggak tahu, betapa berusahanya aku belajar mencintai kamu. Karena aku nggak pengen ngecewain kamu. Aku nggak pengen kamu sakit. Namun semua membuatku masih sulit untuk mencintai kamu. Akhirnya aku mencoba berani mengatakan itu semua dengan banyak pertimbangan, dengan korban perasaan. Mengorbankan cinta dan pacar pertamaku yang sangat aku cinta. Harusnya aku yang membenci kamu. Aku sudah tahu. Kalau kamu sengaja membuat kesalah pahaman antara aku dengan Fio. Semua yang aku lihat tentang keburukan Fio itu rekayasa kamu. Ternyata kamu hebat, hebat banget."
"Nggak... Sama sekali nggak!!!" bantah Aksa.
Seketika suasana menjadi hening. Aku, Ruby dan Aksa sama-sama membungkam seribu bahasa. Namun tiba-tiba seseorang dari arah lain berkata, "Alana..." Aku menoleh dengan perlahan bersama dengan langkah Aksa menjauh, namun Ruby menahannya.
"Alana, sejujurnya aku suka kamu. Mau nggak kamu jadi yang spesial dalam hatiku?" tembak Bara di depan umum.
"Nggak!!!" jerit Ruby dengan isakan tangisnya. Lantas jeritan Ruby membuat semua pasang mata kebingungan, termasuk Aksa, Bara dan aku.
"Apa sih maksud kamu?" tanya Aksa kepada Ruby.
"Bara, aku sayang sama kamu. Mulai kelas satu SMP kita sekelas aku sudah suka sama kamu. Aku sengaja pendam perasaan ini karena aku yakin kamu nggak bakal pacaran sebelum lulus SMA. Aku pengen kamu jadi pacarku." Kata Ruby.
Perkataan Revipun kembali membuat kita bingung.Â
sementara Bara terpaku mendengar sahabatnya sejak SMP diam-diam memendam hati untuk dirinya.