Mohon tunggu...
Made Gede Arthadana
Made Gede Arthadana Mohon Tunggu... Dosen - Magister Ilmu Hukum

noch suchen die juristen eine begrijpen von recht

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Desa Adat Vs COVID-19

7 Juni 2020   21:21 Diperbarui: 7 Juni 2020   21:29 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Desa Adat sebagai masyarakat hukum adat masih tetap eksis sampai saat ini dan secara relative dipandang mampu mempertahankan adat istiadat masyarakat dan nilai-nilai budaya Bali di tengah-tengah kemajuan teknologi dan olmu pengetahuan serta arus globalisasi yang demikian pesat. 

Eksistensi tentang keberadaan hukum adat tertuang dalam konstitusi yaitu Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan "Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang". 

Ketentuan Pasal 18B ayat (2) menyiratkan bahwa hak-hak tradisional tersebut termasuk hukum adat diakui keberadaannya. Budaya disini meliputi banyak aspek seperti aspek berpikir, bersikap, dan bertindak. Setiap pemerintah dengan masyarakatnya tentun mempunyai cara atau pola berpikir, bersikap dan bertindak yang berbeda satu dengan yang lain dalam hal ini terkait penanganan wabah covid-19 ini.

Tugas dan fungsi desa adat dalam upaya pemberantasan covid-19 harus bisa mengolah data dan informasi seluruh warganya. Data dan informasi ini mencakup kondisi ekonomi warga, untuk menjaga kualitas hidup dan kesehatan mereka selama wabah. Kedua, perangkat desa adat harus mampu mengelola kendali informasi terkait Covid-19. Jangan sampai mayasarkat cemas dalam menghadapi wabah ini karena ketidakjelasan informasi (Harus bisa menjelaskan dengan baik bahwa penularan dan sebagainya, pencegahan sebagainya kepada masyarakat). 

Ketiga, perangkat desa adat mengambil inisiatif mitigasi dampak sosial dan ekonomi warga. Bagaimana dampak sosial dari kondisi darurat Covid-19 terhadap kegiatan keagaaman hingga kebudayaan. Misalnya, himbauan untuk sementara waktu menunda kegiatan yang mengumpulkan banyak orang. Keempat, perangkat desa adat dapat membuat pranata sosial baru yang sesuai dengan kebutuhan di desa. 

Hal ini untuk mencegah terjadinya konflik sosial selama pandemi. Contohnya aturan baru dalam menerima tamu, pemakaman/pengabenan termasuk kegiatan keamanan dan lingkungam. Kepala desa berperan dalam hal ini yang nantinya diputuskan dalam peraturan desa adat. dan yang terakhir tidak kalah pentingnya adalah bagaimana desa adat agar perangkat desa adat bisa memberikan informasi terkait covid-19 ini setiap harinya dan perkembangannya.

Pemerintah Provinsi Bali pun dalam menindak tegas warga yang tidak mentaati aturan bisa dikenakan Sanksi Adat. Pertanyaannya adalah apakah boleh penggunaan sanksi adat dalam hal ini? Sebenarnya apa sih Sanksi Adat tersebut? Ditujukkan untuk siapa? 

Menurut hemat penulis kepada pemerintah harus hati-hati dalam perumusan sanksi adat. mengutip pendapat dari Emile Durkheim, reaksi sosial (sanksi adat) yang berupa penghukuman atau sanksi itu sangat diperlukan, sebab mempunyai maksud untuk mengadakan perawatan agar tradisi-tradisi kepercayaan adat menjadi tidak goyah sehingga kestabilan masyarakat dapat terwujud. 

Reaksi adat ini merupakan tindakan-tindakan yang bermaksud mengembalikan ketentraman magis yang diganggu dan meniadakan atau menetralisir suatu keadaan sial yang ditimbulkan oleh suatu pelanggaran adat.

Sanksi adat dalam hukum adat Bali dikenal dengan sebutan sanksi adat, koreksi adat dan reaksi adat, tujuannya untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat adanya pelanggaran adat. 

Sanksi ini dikenakan oleh lembaga adat atau lembaga desa kepada seseorang atau kelompok atau keluarganya atau bahkan seluruh masyarakat, karena dianggap telah melanggar norma adat (norma agama Hindu), dimana untuk dikembalikan keseimbangan sekala niskala (alam nyata & alam gaib). Ada 3 golongan sanksi adat yang disebut tri danda, yaitu :

  1. Artha danda, sanksi adat berupa penjatuhan denda (uang atau barang)
  2. Jiwa danda, sanksi adat berupa penjatuhan derita jasmani dan rohani
  3. Sangaskara danda, sanksi adat berupa mengembalikan keseimbangan magis (hukuman dalam bentuk melakukan upacara agama). Contoh : kewajiban melaksanakan upacara pecaruan, pemarisudan, prayascita (bentuk-bentuk upacara yang bertujuan membersihkan benda-benda, tempat-tempat suci agar kembali kesuciannya seperti dahulu kala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun