Awig-awig dijiwai oleh falsafah Tri Hita Karana, sebagai sumber kesejahteraan bagi seluruh masyarakat adat. Pasal 1 angka 27 Perda Desa Adat menyatakan Tri Hita Karana adalah tiga penyebab timbulnya kebahagiaan, yaitu sikap hidup yang seimbang atau harmonis antara berbakti kepada Tuhan, mengabdi pada sesama umat manusia, dan menyayangi alam lingkungan berdasarkan pengorbanan suci (yadnya).
Awig-awig desa yang disusun oleh masyarakat adat sendiri menunjukkan bahwa desa adat merupakan desa otonom, yang mempunyai hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Sebagai desa otonom, desa adat berupaya untuk mengatur seluruh kegiatannya untuk kepentingan bersama, namun kepentingan individu sebagai warga desa juga dijamin oleh desa adat. Oleh karena itu, desa adat menjadi wadah bagi warga desa untuk melakukan berbagai aktivitas, bagi kelangsungan hidupnya. Dengan mengatur seluruh aspek kegiatan masyarakat adat di dalam awig-awig desa, maka desa adat dapat mempertahankan eksistensinya.
Pelaksanaan awig-awig dilakukan oleh prajuru desa dengan dibantu oleh lembaga keamanan yang disebut pecalang. Dalam Perda Provinsi Bali angka 20 menyebutkan Pacalang Desa Adat atau Jaga Bhaya Desa Adat atau sebutan lain yang selanjutnya disebut Pacalang, adalah satuan tugas keamanan tradisional Bali yang dibentuk oleh Desa Adat yang mempunyai tugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban wilayah di wewidangan Desa Adat.Â
Pasal 1 angka 32 Perda Desa Adat menyebutkan Wewidangan atau Wewengkon yang selanjutnya disebut Wewidangan Desa Adat adalah wilayah Desa Adat yang memiliki batas-batas tertentu. Keamanan desa adat dewasa ini mendapat perhatian yang serius baik oleh masyarakat adat sendiri maupun oleh pemerintah.Â
Dalam kehidupan desa yang aman dan tenteram, masyarakat desa dapat berinteraksi guna melaksanakan berbagai kegiatan, demi kelangsungan hidupnya. Sebaliknya, ketika keamanan terganggu, maka masyarakat desa tidak tenang melakukan kegiatan. Inilah dasar hukum pacalang sah untuk ikut membantu melaksanakan himbauan dari pemerintah terkait memutus penyebaran covid-19 ini.
Pacalang mengenakan busana yang mempunyai kekuatan magis, yang tampaknya dari warnanya, yaitu merah, hitam, dan putih sebagai simbol utpeti (kelahiran), stiti (pemeliharaan), dan pralina (peleburan), yang disebut warna tri datu. Busana pacalang yang terdiri dari ketiga komponen warna itu setelah dilakukan upacara pasupati merupakan rta atau hukum alam yang mempunyai kekuatan mahadasyat.Â
Dengan mengenakan busana yang demikian itu, pacalang tampak berwibawa. Dalam kenyataannya, pacalang telah berhasil mengamankan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, termasuk dalam kegiatan yang bertaraf nasional. Oleh karena itu, pacalang sebagai "jagabaya" desa sangat diandalkan kemampuannya untuk menjaga keamanan dan ketertiban desa adat.Â
Pacalang bertugas untuk membantu tugas dari aparat keamanan lain seperti bhabinkamtibnas dalam menjaga keluar masuknya masyarakat baik dari kota ke kabupaten atau kabupaten ke kota dan juga WNA/WNI yang akan datang ke Bali. Dalam penjelasan Pasal 1 angka 10 Perda Desa Adat Nomor 4 Tahun 2019 menyebutkan Krama Desa Adat adalah warga masyarakat Bali beragama Hindu yang Mipil dan tercatat sebagai anggota Desa Adat setempat. Angka 11 Perda yang sama menyebutkan Krama Tamiu adalah warga masyarakat Bali beragama Hindu yang tidak Mipil, tetapi tercatat di Desa Adat setempat.Â
Dan angka 12 Perda yang sama menyebutkan Tamiu adalah orang selain Krama desa Adat dan Krama Tamiu yang berada di Wewidangan Desa Adat untuk sementara atau bertempat tinggal dan tercatat di Desa Adat setempat. Mereka semua, selain diperiksa suhu tubuhnya, pecalang perlu memperhatikan segala tindak tanduk mereka, hal ini agar tidak menambah penyebaran virus dari luar masuk ke desa adat.
Upaya desa adat menghadapi covid-19 ini perlu kiranya suatu bentuk kebersamaan seperti sebuah tim yang solid, apa yang dihimbau harus diikuti dan dilaksanakan. Terkadang kita berpikir sampai kapan himbauan ini? Apa kita makan himbauan? Saya tidak takut corona, yang saya takutkan adalah anak dan istri saya tidak makan, dan banyak lagi keluhan seperti itu.Â
Tentunya jika kita berpikir ulang kembali, virus ini tidak akan hilang sampai vaksin atau antivirusnya ditemukan, namun kita harus melawan dengan memberlakukan protokol kesehatan tersebut. Kita tidak pernah menyadari, apapun bentuk kegiatan kita, dari mana kita, dimanapun kita berada, virus itu akan selalu ada dan menempel, maka dari itu jangan lupa untuk selalu membawa hand sanitizer seperti yang sudah disarankan pihak tenaga kesehatan.