Mohon tunggu...
Arsanti Raissa Kinanti
Arsanti Raissa Kinanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya berkuliah di jurusan Bisnis Digital dan memiliki minat terhadap pemasaran, keuangan, manajemen, dll

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Online Dispute Resolution dalam Fintech, Penerapannya di AS, China, dan E-Commerce Indonesia

26 Oktober 2024   22:31 Diperbarui: 27 Oktober 2024   00:14 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Financial Technology (Teknologi Keuangan) adalah suatu inovasi yang menggabungkan antara teknologi dengan keuangan, yang sampai sekarang memberikan banyak kemudahan dalam transaksi keuangan. Pada era revolusi industri 4.0 ini, pengguna financial technology di Indonesia dan di belahan dunia lainnya semakin banyak. 

Dilansir dari situs Otoritas Jasa Keuangan, terdapat berbagai macam inovasi diantaranya startup pembayaran, peminjaman atau lending, investasi ritel, dan sebagainya. Dikarenakan semakin pesat perkembangan financial technology di dunia maupun Indonesia, banyak sekali tantangan atau perubahan yang perlu dihadapi. 

Laporan yang tercatat dari Kebijakan Moneter Bank Indonesia Q3 2023, terdapat total nilai transaksi uang elektronik mencapai Rp116,54 triliun, total transaksi QRIS sebesar Rp56,92 triliun, dengan pengguna sebanyak 41,84 juta dan merchant UMKM sebesar 24,09 juta. Terlihat dari data di atas, kehidupan masyarakat sudah berubah semenjak adanya perkembangan di sektor layanan keuangan. 

Oleh karena itu, terdapat hukum perlindungan konsumen di Indonesia yang disahkan pada tanggal 20 April 1999. Perlindungan konsumen sangat penting dan diatur oleh OJK yang bertugas mengawasi dan mengatur sektor jasa keuangan di Indonesia. Terdapat salah satu mekanisme perlindungan konsumen di Indonesia dan dunia, yaitu Online Dispute Resolution (ODR).

Online Dispute Resolution merupakan salah satu opsi penyelesaian sengketa dengan memanfaatkan media elektronik untuk mengelola proses resolusi. Dengan demikian, pihak-pihak yang bersengketa tidak perlu bertemu secara tatap muka. Terciptanya ODR berawal dari Alternative Dispute Resolution (ADR).

 ADR adalah prosedur penyelesaian secara sengketa non-litigasi. Penyelesaian ini dilakukan di luar pengadilan dan melewati suatu lembaga independen dan tidak memihak, dimana pihak yang berselisih dapat meminta bantuan ke pihak ketiga untuk membantu memberikan perspektif dan opini terkait perselisihan yang terjadi di kedua belah pihak.

Seiring berjalannya waktu, penggunaan teknologi internet melahirkan inovasi baru dalam penyelesaian sengketa, dimana terdapat perubahan atas konsep ADR yang pada awalnya diterapkan secara offline, kini mampu dilakukan secara online, dengan memanfaatkan teknologi internet. 

Evolusi ini sudah mulai berkembang di awal tahun 1990, dengan diselenggarakannya Conference Online Dispute Resolution pada tahun 1996 oleh National Centre for Automated Information Research. Hal ini menghasilkan beberapa proyek terkait penerapan ODR yaitu The Virtual Magistrate dan Online Ombuds Office, dimana kedua proyek tersebut berupaya mengaplikasikan teknologi dalam proses penyelesaian sengketa hukum (Rohmah, 2023)

Penerapan ODR di Amerika Serikat 

Amerika Serikat memfasilitasi layanan penyelesaian sengketa secara daring yaitu American Arbitration Association (AAA) yang didirikan pada tahun 1926, diatur dalam International Dispute Resolution Procedures. AAA memiliki misi diantaranya, menciptakan metode yang efektif, efisien dan ekonomis, melalui proses pembelajaran, pemanfaatan teknologi, serta layanan yang memiliki fokus dalam menyajikan solusi.

 AAA menangani berbagai jenis sengketa, antara lain pekerjaan, HAKI, konsumen, teknologi, layanan keuangan, dan sebagainya. Dengan kemudahan teknologi, AAA memberikan kesempatan bagi konsumen untuk mengelola sengketa, dari pengajuan hingga penyelesaiannya.

AAA sebagai lembaga penyedia layanan Online Dispute Resolution (ODR) memberikan layanan Online Services untuk pengajuan klaim secara elektronik dengan cepat, efisien, dan efektif melalui fitur WebFile. 

Disamping itu, klien dapat melaksanakan pembayaran, mengelola sengketa via daring, meninjau asas dan ketentuan, bertukar dokumen, serta menentukan pihak netral yang akan membantu menyelesaikan sengketa yang diajukan.

Langkah-langkah untuk menyelesaikan sengketa alternatif secara online di American Arbitration Association (AAA) adalah:

1. Para pihak yang bersengketa wajib untuk melakukan pendaftaran melalui AAA WebFile

2. Kedua belah pihak yang bersengketa mengisi formulir identitas

3. Usai mendaftar dan melengkapi formulir, para pihak yang bersengketa dapat mengajukan klaim secara daring kepada AAA melalui surat elektronik dan metode lainnya. (Sitompul et al., 2016)

Contoh sengketa yang dapat diselesaikan secara online melalui American Arbitration Association (AAA) adalah sengketa komersial. Di tahun 2001, AAA memperkenalkan Protokol Manajemen Sengketa E-Commerce yang menetapkan prinsip-prinsip dasar untuk menyelesaikan sengketa e-commerce Business-to-Business (B2B). International Centre Dispute Resolution juga menerapkan ketentuan khusus untuk sengketa komersial seperti konflik manufaktur/supplier yang dipersiapkan untuk mendukung kelangsungan hubungan antara produsen dan pemasok dengan menyelesaikan sengketa tagihan dan penagihan yang berskala kecil. (Fialdi, 2019)

Penerapan ODR di China

Dinyatakan sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Asia, China menyediakan layanan penyelesaian sengketa dengan membuat lembaga China International Economic and Trade Arbitration Commission (CIETAC) ODR Center, yang diatur dalam CIETAC Online Arbitration Rules. 

Sebuah lembaga khusus yang didirikan oleh CIETAC untuk menyediakan layanan penyelesaian sengketa secara daring dengan membangun situs web. CIETAC menerima pengajuan sengketa yang berkaitan dengan ekonomi, perdagangan, kontraktual, yang didasari pada kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat. 

Arbitrase online yang diselenggarakan oleh CIETAC ini memiliki karakteristik peraturan yang dimana pelaksanaan arbitrase dipadukan dengan pendekatan konsiliasi yang didasari oleh kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa.

 Arbiter bisa memberhentikan proses konsiliasi jika pihak-pihak yang terlibat merasa itu tidak berhasil dan kemudian dilanjutkan dengan proses arbitrase. Sama halnya dengan Amerika Serikat, segala dokumen, pemberitahuan yang berhubungan dengan arbitrase akan dikirimkan melalui e-mail, facsimile, dan lainnya.

Langkah-langkah untuk menyelesaikan sengketa alternatif secara online di CIETAC adalah:

1. Proses Administrasi

Menyerahkan surat permohonan arbitrase, menyerahkan bukti-bukti, dan melakukan pembayaran. Kemudian 5 hari berikutnya, para pihak bersengketa akan diberikan notifikasi arbitrase, di dalam notifikasi tersebut berisikan alamat internet dari situs dimana para pihak dapat berkonsultasi (the CIETAC Arbitration Rules and the CIETAC Panel of Arbitrators). 

Setelah itu, dalam waktu 6 hari, kedua belah pihak harus memilih arbiter, bisa 1 orang atau lebih. 

Jika lebih, kedua belah pihak dapat memilih arbiternya masing-masing dan harus memilih 1 arbiter untuk menjadi pemimpin majelis. Namun, jika mereka tidak mau memilih sendiri, mereka dapat mempercayakan ketua CIETAC untuk menunjuk arbiter untuk kedua belah pihak. 

Selanjutnya, ada nota pembelaan. Pihak yang menjadi termohon diwajibkan untuk mempersiapkan segala nota pembelaan dan berbagai bukti dalam waktu 30 hari atau sebulan sejak mendapat notifikasi arbitrase. Jika termohon mengajukan gugatan balik, pihak pemohon juga harus menyiapkan jawaban untuk gugatan balik tersebut dalam 20 hari setelah diterimanya gugatan balik dari termohon.

2. Proses Persidangan

Diawali dengan penyelidikan bukti. Jika bukti yang dikirimkan berupa elektronik, bukti tersebut harus memiliki standar tertentu agar terbukti sah. Standarnya berupa cara pembuatan, penyimpanan, otentikasi dan bagaimana bukti tersebut bisa tetap asli. Kemudian, tanda tangan elektronik juga penting. 

Jika para pihak setuju, arbiter dapat memutuskan hanya dari bukti dokumen, sehingga tidak perlu menyelenggarakan pemeriksaan oral. Namun, jika dibutuhkan biasanya memakai video conference atau media online lainnya. 

Putusan arbitrase akan dikeluarkan secara online, hasil akhirnya akan tertulis tanggal, lokasi dimana keputusan dibuat, dan ditandatangani arbiter menggunakan label yang legal dari CIETAC.

Terdapat 3 prosedur penyelesaian arbitrase online pada CIETAC, diantaranya:

1. Main. Ini merupakan prosedur standar untuk semua sengketa. Durasi waktunya 30 hari untuk menyiapkan bukti atau pembelaan dan maksimal sampai 4 bulan hingga keputusan final.

2. Summary. Prosedur ini lebih singkat untuk kasus yang bernilai antara RMB 100.000-1.000.000, waktunya 15 hari hingga 2 bulan.

3. Expedited. Ini merupakan prosedur yang paling cepat untuk kasus yang bernilai kurang dari RMB 100.000, memakan waktu 5-15 hari. (Sitompul et al., 2016)

Contoh sengketa yang mampu dikerjakan secara daring melalui CIETAC merupakan sengketa yang muncul dari transaksi ekonomi dan perdagangan, baik yang bersifat kontraktual atau non-kontraktual. Ketetapan CIETAC Online Arbitration Rules berlaku juga untuk penyelesaian sengketa e-commerce (Fialdi, 2019)

Penerapan ODR di E-Commerce Indonesia

Masyarakat Indonesia sudah semakin banyak yang melakukan transaksi di e-commerce, jumlah platform jual beli juga terus bertambah, dan transaksi-transaksi lain yang memanfaatkan teknologi internet. 

Penerapan ODR menjadi penting untuk masyarakat Indonesia agar konsumen bisa terlindungi. Indonesia memiliki lembaga untuk penyelesaian sengketa alternatif yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia, yang disingkat BANI. 

Diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pada tanggal 12 Agustus 2024, BANI baru meluncurkan BANI Online Dispute Resolution, sehingga belum terdapat banyak informasi mengenai hal tersebut.

Dilansir dari situs Konsumen Cerdas (2020), berikut penerapan ODR dari beberapa e-commerce di Indonesia:

1. Shopee

Pada aplikasinya, Shopee menyediakan Pusat Penyelesaian Sengketa, sehingga mempermudah antara penjual dan pembeli untuk melakukan diskusi dan negosiasi langsung terkait cara terbaik dalam menyelesaikan permasalahan mereka. Shopee dapat membantu memediasi jika kedua belah pihak gagal mencapai kesepakatan sendiri, kemudian Shopee akan terlibat langsung ke dalam diskusi. Penjual dan pembeli juga harus menyerahkan bukti yang kuat melalui aplikasi.

2. Tokopedia

Di aplikasi Tokopedia, terdapat Pusat Resolusi yang dibuat untuk penggunanya dalam membantu menyelesaikan permasalahan transaksi yang muncul antara pembeli dan penjual. Pusat Resolusi ini menyimpan dana yang relevan hingga permasalahan diselesaikan.

3. Lazada

Lazada menyediakan fitur untuk konsumen yang ingin meminta pengembalian barang yang sudah dibeli kepada penjual terkait. Apabila penjual menolak untuk menerima pengembalian barang, maka konsumen dapat mengajukan negosiasi lebih lanjut terhadap penjual dengan mengirim bukti foto. Kemudian, dalam 3 hari akan ditindakanjuti oleh pihak internal Lazada.

4. Bukalapak

Terdapat kebijakan yang dibuat oleh Bukalapak yaitu Diskusi Pengembalian. Kebijakan ini dapat membantu penyelesaian masalah yang muncul antara penjual dan pembeli melalui diskusi yang dilakukan oleh penjual dan tim admin aplikasi untuk mencapai kesepakatan atas masalah yang terjadi atas pengembalian barang. 

Pembeli wajib memberikan keluhannya mengenai pengembalian barang dalam jangka waktu 2 x 24 jam sejak barang diketahui telah sampai di tangan ekspedisi yang bersangkutan, dengan ketetapan pembayaran tersebut belum diteruskan ke penjual.

Manfaat penerapan ODR di Indonesia menurut Sitompul et al., (2016):

1. Time and Cost Savings

ODR mempercepat penyelesaian sengketa pelaku bisnis internasional dengan waktu yang fleksibel dan tanpa pertemuan tatap muka, hal ini menghemat waktu serta biaya akomodasi dari kedua belah pihak.

2. Convenience of the Procedure ODR

ODR memanfaatkan komunikasi secara asynchronous untuk menyediakan pertukaran pendapat tanpa terintimidasi secara langsung, sehingga kedua belah pihak dapat menyelesaikan sengketa tanpa rasa takut bertemu secara tatap muka.

3. Selection of the Third Parties

ODR memungkinkan kedua belah pihak memilih arbiter dan menyusun proses penyelesaian sengketa secara fleksibel, termasuk dalam pemilihan hukum yang sesuai, selama selalu sejalan dan tidak bertolak belakang dengan ketertiban umum atau hukum nasional yang berlaku.

Dengan demikian, Online Dispute Resolution (ODR) memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan perlindungan konsumen yang efektif dan efisien untuk menyelesaikan permasalahan sengketa di sektor FinTech dan e-commerce. 

Diharapkan ODR dapat menjadi mekanisme standar di Indonesia yang menyediakan berbagai keuntungan seperti aksesibilitas, penghematan biaya, dan kecepatan dalam menyelesaikan sengketa. Penerapan ODR yang fleksibel di era digital ini, dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi konsumen serta pelaku bisnis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun