Bulan sabit memerah. Pucat serupa sabit berdarah, mengental. Bergerak perlahan. Sangat pelan menyapa penghuni mayapada.
Jam dinding kuno berdetak sebelas kali, sinar bulan sabit meredup. Awan-awan nan gelap menutupi, beriringan. Kegelapan menyelimuti rimbun pepohonan, ranting-ranting, dan dedaunan. Merupa makhluk-makhluk semu yang seakan bermunculan.Â
Sebuah rumah besar dan kuno. Seakan enggan mengantuk. Masih tegar menunggu keganjilan yang dijanjikan.
Di beranda, seorang perempuan tua tengah memangku bayi. Punggungnya yang setengah bungkuk, betah bersandar di tiang beton yang mulai kusam.
"Andaikan saja...." Gumam perempuan tua.
Mata keringnya sedikit berkaca-kaca. Tak sanggup meneruskan keluh-kesah. Hanya memandang bulan sabit yang kembali menyembul dan semakin memerah.
****
"Andaikan kenapa, Mbok?"
Mbok Sum menoleh ke samping kanan. Dilihatnya sosok perempuan muda. Perempuan semampai berbalut kain putih. Kain yang menutupi tubuhnya dari pundak hingga ujung kaki.
"Kau kah, Surti?"