Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Saat Engkong Pamit

12 November 2021   09:35 Diperbarui: 12 November 2021   09:47 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang ini pos ronda Gang Sapi riuh rendah suara.  Gegap gempita tawa dan seperti biasa, selingan senda gurau masih bernyawa.

“Hai, Jay…sini. Keknya hari ini loe tambah ganteng.”

Idur memanggil Jijay yang berjalan sempoyongan menahan derasnya dentuman sinar matahari di siang nan menyengat.

“Loe yang tambah ganteng, Dur!” Jijay tangkas membalas

“Ih, sesama tomat saling rayu. Zizik!”

Ibud menebas perbincangan. Membuat tawa terlempar-lempar di sekitar medan persahutan ala Gang Sapi, markas besar pos ronda.

“Jay.” Ardni bersuara, lirih.

“Ape?”

“Engkong kemana?. Dari kemarin kagak kelihatan dengkulnya!”

Jijay mendelik ke arah Ardni. Isyarat reflek penanda kesal dari tanya Ardni.

“Cobak diulang.”

“Apanya?”

“Pertinyiinnyi!” Kesal, Jijay menimpali.

“Denger dan pasang telinga baik-baik. Engkong. Mulai kemarin. Kagak kelihatan. Ke mana?”

Kali ini, Ardni patah-patah menjawab pertanyaan yang diulang Jijay.

“Sakit.”

“Sakit apaan?”

“Sakit perut.”

“Engkong sakit perut?. Mau datang bulan, kayaknya!” Tanya Ibud mengarah ke pernyataan.

Gelak tawa seketika kembali menggema. Mengagetkan kodok dan kadal yang bersiap bertarung di tumpukan bebatuan sebelah utara pos ronda.

"Ya nggaklah. Cuman, sering ke belakang." Bela Jijay meyakinkan.

***

Perdebatan dan pergunjingan berlanjut. Babak kedua dimulai.

“Eh, denger kagak.” Haut menghangatkan suasana dengan kalimat pancingan. Cukup pendek dan mengalihkan perhatian.

“Denger apaan?” Tanya Inot sembari menikmati kedudukan ternyaman di pojok timur laut pos ronda.

“Kenapa tanaman tomat di Gang Sapi kebanggaan ini subur makmur?. Hayo, siapa yang bisa jawab!” Tanya Haut melanjutkan.

“Karena dirawat ala Engkong.” Jawab Idur.

“Betul. Itu jawaban umum. Kurang spesifik ala Engkong.”

“Dipupuk Engkong.”

“Hampir betul.”

“Disiram siang dan malam oleh Engkong.”

“Itu kembali ke jawaban umum.”

Terjadi saling sahut antara Idur dan Haut. Sedangkan yang lain menyimak ala murid-murid zaman kolonial.

“Begini. Sebab bin musabab tanaman tomat di Gang Sapi ini subur makmur, tidak lepas dari peran kotoran……...”

Belum sempat Haut menjelaskan lebar kali panjang, Engkong muncul dari arah timur. Semua terdiam menunggu situasi dan kondisi kedaruratan seiring semakin dekatnya Engkong ke pos ronda.

***

Suasana hening, seibarat mengheningkan cipta. Burung-burung emprit yang cerewet kebangetan beterbangan menjauh. Kodok dan kadal yang sejatinya ingin melanjutkan pertarungan di palagan bebatuan, tak jadi mendekat. Bahkan gesit bergerak dan melompat, menelusup ke kebun jagung nan rimbun.

“Kok sepi.” Kata Engkong. Sembari memainkan klontong sapi kuningan yang gagah tergantung di lampu sepeda ontelnya.

Semua saling pandang. Lirik kanan lirik kiri. Idur yang biasanya paling iseng saat ada Engkong, memandang ke langit, seakan melihat barisan bidadari turun dari langit lapis sembilan.

“Engkong dari mana?” Iwur memberanikan menyiram kebekuan. Mencairkan suasana.

“Ngapain nanyak-nanyak.”

“Yaelah, biar kagak sepi, Kong.”

Engkong menatap Iwur. Kali ini tatapan Engkong agak pucat. Seperti menahan sesuatu yang cukup membuatnya kurang berwibawa, di mata warga Gang Sapi.

“Dari apotek.”

“Ngapain ke apotek, Kong?” Ganti Haut menimpali tanya.

Sambil tetap memainkan klontong sapi kuningan dan tetap duduk di sadel sepeda, Engkong menjawab,”Beli obat.”

Suasana kembali hening. Haut, Inot, Ibud, Iwur, Ardni, dan Jijay sepertinya menemukan jawaban obat apa yang dibeli Engkong.

“Sudah. Aku pamit pulang.”

“Khan baru sampai pos ronda, Kong. Ngapain keburu ngilang?” Tanya Haut.

“Mau buang kotoran!” Jawab Engkong pendek. Lantas ngegas sepeda ontelnya menuju pojok Gang Sapi.

***

Sepeninggal Engkong, warga Gang Sapi masih betah di pos ronda.

“Eh, lanjutin tadi tema diskusi peran kotoran untuk kesuburan dan kemakmuran tanaman tomat di Gang Sapi.” Kata Idur sambil menatap Haut cukup tajam.

“Nggak perlu dilanjutin. Tadi sudah dijawab Engkong!” Tegas Haut.

Terkecuali Jijay, semua pada melongo. Mencari benang merah penjelasan Haut dengan pernyataan terakhir Engkong saat pamit.

Jijay tiba-tiba ngakak dan guling guling seperti biasanya saat ada kelucuan luar biasa di pos ronda. Sedangkan Idur, kembali memandang langit sambil menguras jigong. 

Sialan! Pekik warga Gang Sapi yang lain. Dalam hati masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun