Capung-capung beterbangan mendekatiku. Menari-nari dan menertawakan pikiran mereka. Sedang aku? Mematung di jemuran matahari. Terpanggang semburan-semburan hasutan. Akankah mencipta peluh amarah? Tidak! Jawabku.
Mereka, capung-capung nan genit. Wajahnya imut-imut. Mampu membuatku tak bergigi. Saat di istanaku duduk rapi. Pasti ada janji, yang aku lupa, gumamku…
Aku beranjak ke ruang ilmu. Membuka jendela dunia, yang masih kosong. Lalu kekosongan aku berikan pada capung-capung. Bukan untuk membodohi. Melainkan, melukisnya dengan dunia mereka.
O… betapa dunia penuh warna-warna. Capung-capung menerbangkan dunia mereka. Di atas kekosongan-kekosongan yang mereka main-mainkan. Menantang keangkuhan matahari. Menari dan menari tiada henti.
Lalu… Matahari malu-malu. Lari dan sembunyi. Kulihat, capung-capung. Kembali ke dunia mimpi.
Probolinggo, 25.10.2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H