Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Balada Karyo Si Pembajak Sawah

18 Mei 2016   23:49 Diperbarui: 19 Mei 2016   01:07 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang yang menyembur bara surya

Usai sudah dua petak sawah yang tak seberapa luas diratakan

Bukan untuk ditanami, sekedar diratakan

Bukan milik Tuan Halim yang punya sawah seluas lima hektar

Bukan pula milik Tuan Haji yang tak terhitung dimana saja lahan sawahnya

Milik Karyo sendiri yang hanya dua petak, pinggir jalan beraspal

Dua sapi yang masih berdebu ditambat pada pohon kelapa

Pinggir sawah yang tak lagi rindang, hanya sisa sebatang

Pohon-pohon mahoni yang dulu masih menampak

Pohon-pohon jati yang dulu masih merimbun

Pohon-pohon kelapa yang dulu banyak menjulang

Telah habis ditebang, hilang dibentuk uang

Dipandangnya hamparan sawah yang tak lagi luas terhampar

Benteng-benteng gedongan semakin mengganas

Sungai-sungai yang dulu menyembur deras dibentuk alam

Sudahlah mengering sangat

Terganti pompa-pompa mesin buatan manusia

Sapi-sapi yang dulu ramai membajak sawah

Terganti mesin traktor meraung hingar, membising alam

Karyo berdiri terdiam

Memandang lahan-lahan sawah yang tak lagi luas membentang

Di bawah pohon kelapa yang sisa sebatang

Dengan dua ekor sapi yang masih berdebu

Usai membajak sawah, miliknya sendiri

Yang hanya dua petak dan tak seberapa menghasilkan

Bukan untuk ditanami, sekedar diratakan

Di sawah Pak Halim Sang Tuan Tanah membentang sebelah kanan

Dilihatnya dua mesin pembajak sawah, menggilas trengginas

Petak-petak sawah milik Si Tuan Tanah

Sedangkan di sebelah kiri, nun agak jauh di sana

Empat mesin pembajak sawah

Menderu kencang jelas terdengar

Saling berlomba meratakan petak-petak sawah

Milik Tuan Haji yang tak terhitung luasnya

Karyo hanya bisa mendengus hampa

Dua sapi yang ditambatnya segera dilepas

Meniti pematang melewati beberapa petak sawah yang belum tergarap

Sesampainya di sungai yang airnya tak lagi deras mengalir

Dua sapi yang sudah sekian tahun menemani

Membajak hamparan sawah yang dulu luas, meski bukan miliknya

Dimandikan dengan air keruh yang menggenang

Tak lagi menderas bening

Pada riak air sungai yang keruh menggenang, Karyo berdiri

Dipandangnya dua sapi yang terdiam

Dua punuk yang melegam ditepuknya bergantian, seraya berkata

“Maafkan sobat, besok kalian kujual pun juga dua petak sawahku yang kita ratakan tadi”

NKRI, 19 Mei 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun