Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kompenian

13 Maret 2016   12:00 Diperbarui: 13 Maret 2016   12:16 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan sigap empat anak buah duduk depan meja Sang Komandan. Bahasa tubuh bicara. Entah apa yang dibincangkan. Sesuatu rahasia. Sangatlah rahasia. Hanya berlima yang tahu.

Pintu itu kembali terbuka. Tak nampak tangan kanan mengepal. Sembari teriak MERDEKA!. Sang Komandan hanya menepuk lirih. Pundak empat anak buah tanpa simbol-simbol pangkat.

 

Keesokan hari. Malam datang membawa gulita. Deru ular besi merayap mengepulkan asap kegelapan. Pada cerobong lokomotip batubara terus dinyalakan. Meninggalkan Stasiun Leces menuju arah selatan.

Lima gerbong hitam pekat bergerak lambat. Muatannya sarat mesiu, rudal, dan senapan panjang. Siap dikirimkan ke Jember dan Lumajang.

Kilometer tiga selatan Stasiun Leces. Rimbun tebu-tebu tua terkuak pelan. Mata para prajurit  Macan Kumbang tajam mengintai. Seiring deru ular besi mendekat garang.

Roda-roda baja ular besi menderit. Melontarkan lidah percik api yang dipaksakan. Berhenti kemudian. Di depan onggokan pohon-pohon yang sengaja ditumbangkan. Di pinggir-pinggir rel tertidur panjang.

Dari gerbong dua, empat, dan lima. Meloncat sigap para serdadu Belanda. Mengambil posisi tiarap. Senapan panjang di kokang rancak.

Sejurus kemudian. Gelar serdadu Belanda membentuk supit urang. Mengepung rimbun tebu sebelah barat. Berhadapan. Berusaha menjepit empat puluh prajurit Macan Kumbang.

Hening tegang. Sang Komandan Macan Kumbang menoleh arah kanan. Sersan Wignyo memberi kode. Ditunjukkannya jari sepuluh, disilangkan dua telunjuk, jari sepuluh unjuk lagi. Sang Komandan mengangguk pelan. Tanda mengerti.

“Seratus serdadu dengan empat puluh anak buahku..” gumam Sang Komandan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun