Mohon tunggu...
Array Nuur
Array Nuur Mohon Tunggu... -

krusuk-krusuk... pletuukkk... ketimprang..... bledugg.... jedoorrrr.... hapooowww.... cleebbb.... deziiiigggg... deziiiiggg..... tuuuuuuiiiiiingggg... duaaarrr.... 2654042D

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu Itu Koma: Kisah Kecil Epilepsi #Stadium 2 - Tiga Puluh Satu s/d Tiga Puluh Tiga

10 Oktober 2013   17:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:43 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Beberapa saat Tarya tertunduk kaku, duduk bersila menopang kening dengan  tangan kiri, dan tangan kanan bertolak di lututnya. Tiba-tiba anjing tetangga menggonggong, membuat Tarya terperanjat. Dia menemukan ide cemerlang. Selalu saja akal liciknya tak surut. Gonggongan anjing tetangga itu menginspirasi Tarya. Dia teringat bagaimana cara kerja anjing pelacak. Dengan disodori sesuatu berhubungan dengan barang yang dicari, maka sang hewan akan mencari dengan mengendus-endus. Bagi anjing yang sudah terlatih, delapan puluh persen, berhasil. Mungkin seperti itulah cara kerja yang dapat diaplikasikan pada Koma. Pikir Tarya, bocah itu bisa disebandingkan dengan anjing pelacak.

Merasa yakin menemukan cara brilian, Tarya beranjak menemui sang pasien. "Maaf Pak. Saya belum bisa meneropongnya. Anak bapak seperti ada yang menyembunyikan dari mata penerawangan siapa pun. Seperti ada dinding yang menghalangi. Saya belum bisa menembusnya." Air muka sang pasien berubah lesu setelah mendengar penjelasan Tarya.

"Tapi masih ada cara lain, mudah-mudahan bisa menembusnya."

"Syukurlah, bagaimana caranya Ki? Apa bisa ditemukan secepatnya?" sang pasien berubah optimis, seolah menemukan titik terang anaknya bakal ditemukan melalui bantuan Tarya.

Dan tentu kalau berbicara masalah susah, tapi seolah akan bisa diatasi dengan sempurna, dengan diyakinkan optimisme masalah itu akan terpecahkan, sesungguhnya saat itu Tarya sedang menebar umpan pada pasiennya.

"Saya yakin bisa. Tapi..."

"Tapi apa Ki?" Potong sang pasien dengan antusias.

"Saya akan melakukan ritual lagi untuk menembus benteng penerawangan itu. Tapi ini sungguh berat. Taruhannya nyawa. Syaratnya mahal, dan..." Tarya yakin umpan itu akan disambar sang pasien.

"Apapun syaratnya, dan berapapun mahalnya akan saya siapkan. Asalkan anak saya dapat ditemukan."

Umpan sudah benar-benar dimakan sang pasien. Tinggal satu tarikan, kail akan menancap di mulut, ikan sudah tak bisa lolos. Tarya dapat menekan pasien bayaran tinggi dengan dalih membeli syarat yang harus dipenuhi, dan bumbu-bumbu lain sebagai alasan untuk menguatkan tekanan itu.

"Besok bapak ke sini lagi membawa barang-barang milik anak bapak, sebagai media agar saya bisa melacaknya." Gelagat Tarya lebih meyakinkan dengan tingkat kepercayaan diri tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun