"Tolong...! Tolong...! Tolong...!" teriak perempuan pengupas bawang. Si Gila terpancing ikut histeris, kembali menjerit-jerit dengan suara parau, membantu mengundang perhatian orang sekitar pasar.
"Tolong....!"
Jeritan dua perempuan saling bersahutan, meminta pertolongan, berhasil mengundang perhatian orang-orang di pasar. Beberapa lelaki perempuan, pedagang dan orang-orang yang hendak belanja, berdatangan.
"Ada apa Bu?" tanya seorang lelaki paruh baya.
"Tolong dia!"
Perempuan pengupas bawang bersama dua pria segera membopong dan membaringkan Asih di atas lantai beralas kardus. Seorang perempuan berkerudung cokelat tua ikut mendekati, begitu dekat.
"Kenapa? Apa yang terjadi dengannya?"
"Saya juga tak tahu persis apa yang terjadi. Si Gila ini yang menunjukkan pada saya," jawab perempuan pengupas bawang.
"Sepertinya pendarahan. Mungkin akan segera melahirkan," perempuan berkerudung cokelat tua memeriksa perut dan kaki Asih. "Cepat cari pertolongan, bidan, dokter atau siapa saja yang bisa membantu!" tambahnya, sedikit panik.
"Jang Dedi, tolong panggilkan Mak Ecin! Sekalian juga susul Mak Acem!" pinta perempuan pengupas bawang pada Jang Dedi, pemuda yang ikut membantu membopong Asih. Pemuda itu berdiri melongo, sedikit kebingungan tak tahu apa yang mesti diperbuatnya lagi. Mendengar intruksi dari perempuan pengupas bawang, Jang Dedi bergegas memanggil kedua perempuan yang barusan disebutkan.
Sepuluh menit kemudian pemuda itu datang bersama Mak Acem, tapi tak diikuti Mak Ecin. Paraji itu sedang membantu persalinan di daerah Kiaracondong, lumayan jauh, sekitar dua kilometer dari rumahnya. Tak ada waktu banyak untuk menyusul dan membawa Mak Ecin.