Si Gila menghampiri, mengguncang-guncangkan tubuh Asih dengan senyuman kosong dan ucapan tak karuan. Penglihatan Asih masih kabur saat menyelisik sosok di depannya. Dia kira itu malaikat maut yang hendak mencabut nyawanya. Semakin jelas penglihatan, ditatap kuat sosok perempuan itu, semakin kuat, hingga Asih mengenalinya. Ingin sekali Asih berucap minta tolong pada Si Gila, tapi bibir semakin kelu, suara terasa berat untuk meluncur keluar. Hanya isyarat kesakitan, berharap itu dapat dipahami Si Gila. Tapi tak cukup berhasil. Si Gila masih berkata-kata tak karuan, seperti mengigau, seolah di balik kata-kata itu Si Gila bertanya pada Asih, ada apa, dan kenapa?
Darah belum reda mengucur hingga menembus rok putih Asih. Warna merah yang menyembul tertangkap penglihatan, membuat Si Gila histeris, menjerit-jerit dan masih dengan kata-kata tak karuan. Setengah menit jeritan Si Gila membahana ke seluruh penjuru pasar, tak ada yang menghiraukan. Pikir orang-orang di pasar, sudah biasa, dan memang pada waktu-waktu tertentu Si Gila seringkali menjerit-jerit tak karuan, tak ada yang memahami sebab dan maksudnya.
***
Tiga puluh meter di sudut blok daging, seorang pedagang asyik dengan kesibukannya, tak terganggu, tak peduli sedikit pun pada jeritan yang bersumber dari Si Gila. Dia menganggap tak ada yang istimewa dengan jeritan seorang tak waras. Tindakan janggal apapun yang dilakukan orang gila, sekalipun meresahkan, mau tak mau harus dimaklumi, dan abaikan saja.
Si Gila semakin lantang mewakili Asih menjerit meminta pertolongan. Beberapa pedagang dan orang-orang yang hendak belanja berdatangan, tapi setelah tahu sumber keributan itu berasal dari Si Gila, mereka kembali tak acuh dan seolah berkata "Oh ternyata Si Gila. Ah, dasar! Mengagetkan saja," lalu kembali mengurusi kepentingan masing-masing tanpa menghiraukannya.
Walaupun tak diacuhkan, Si Gila tak lantas berhenti. Dia menuju ke blok ikan. Jam-jam awal pasar buka, blok ikan sudah ramai orang-orang. Si Gila mencari seseorang yang dapat menolong Asih dengan menjerit dan berkata-kata tak karuan pada siapa saja yang dijumpai, seakan memberitahu apa yang barusan dilihatnya. Seolah menyarankan harus secepatnya ada yang menolong Asih. Sebagian orang yang dihampiri Si Gila menghindar ketakutan, menyangka penyakit Si Gila sedang kumat. Sebagian lagi yang berani, malah menghardik.
Si Gila mencari lagi ke arah lain, menuju blok beras. Hasilnya, hanya bentakan yang didapatkan. Si Gila semakin panik. Dia berinisiatif kembali melihat keadaan Asih. Di ujung blok sayur tak jauh dari lapak Mak Acem, terhalang beberapa jongko, Si Gila melihat perempuan yang sedari tadi tak terganggu, terlalu asyik mengupas bawang merah. Si Gila bergegas menuju perempuan itu. Suara Si Gila sudah melemah, tak lagi mampu menjerit.
Perempuan pengupas bawang itu tak menyadari Si Gila menghampiri, hingga celotehan tak karuan, membuyarkan keasyikan perempuan itu. Perempuan pengupas bawang mengalihkan pandangan sejenak kepada Si Gila, lalu meneruskan pekerjaannya. Dia pun sudah mafhum, "Ah Si Gila, biarkan saja." Hanya mengibaskan tangan sebagai isyarat pengusiran pada Si Gila supaya tak mengganggu dirinya.
Si Gila tetap tak beranjak selangkah pun. Celotehannya tak berhenti, malah semakin cepat, semakin meracau. Spontan Si Gila meraih tangan perempuan pengupas bawang itu. Tak ada keburukan yang terasa pada getaran tangan Si Gila, membuat perempuan pengupas bawang tak merasa ketakutan sedikit pun. Entah kekuatan apa yang dipunyai Si Gila seolah mampu menghipnotis, perempuan pengupas bawang tak menghindar ataupun melawan. Seperti kerbau dicucuk hidung, perempuan pengupas bawang itu membiarkan Si Gila menuntunnya. Dia yakin ada sesuatu yang hendak ditunjukkan Si Gila.
Beberapa meter sebelum sampai di lapak Mak Acem, mata perempuan pengupas bawang langsung menangkap sesosok tubuh tergeletak. Semakin dekat semakin jelas dia melihat wajah itu. Dia yakin itu perempuan yang sering terlihat membantu Mak Acem. Pandangan perempuan pengupas bawang beralih ke kaki Asih. Melihat lumuran darah, tak kepalang dia terperanjat kaget. Cengkraman tangan Si Gila terlepas, setengah berlari perempuan pengupas bawang melesat lebih cepat mendahului Si Gila.
Perempuan pengupas bawang itu segera mendekati Asih. Si Gila masih tertinggal beberapa langkah di belakang. Dia menepuk-nepuk pipi, mencoba membangunkan Asih yang hampir tak sadarkan diri, lalu memeriksa detak jantung, denyut nadi dan embusan nafas Asih. Syukur, dia menemukan masih terdapat tanda-tanda kehidupan pada Asih.