Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Empat Olimpiade, Empat Medali, Eko Yuli adalah Pahlawan Olahraga

25 Juli 2021   16:40 Diperbarui: 27 Juli 2021   15:59 4507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eko Yuli Irawan, Menyumbang Medali Perak di Olimpiade Tokyo 2020 I Kompas.com

Dia baru merayakan ulang tahunnya kemarin, tentu dia berharap untuk meraih emas sebagai hadiah ulang tahun. Akan tetapi, lagi medali perak yang diraihnya.

Meski begitu, dia masih terlihat gagah. Di usia 32 tahun, keringat, daya juang, selama 4 olimpiade dengan 4 medali, membuatnya dapat disematkan sebagai pahlawan olahraga. Eko Yuli Irawan.

Sebagai penikmat sepakbola yang menyukai adrenalin meningkat saat tim kesayangan berhasil mengejar ketinggalan dari lawan, saya harus mengakui bahwa pertandingan angkat besi kelas 61 kg Olimpiade Tokyo 2020 juga dapat memberikan sensasi yang sama.

Di Tokyo International Forum, duel di kelas 61 kg angkat besi, antara lifter Indonesia, Eko Yuli Irawan dan lifter China, Li Fabin berlangsung ketat hingga akhir.

Cabang angkat besi khususnya di kelas 61 kg memang menyita perhatian saya, tentu saja karena ada lifter Eko Yuli Irawan yang sedang betarung. 

Nasionalisme saya membubung tinggi, dengan asa yang menjulang, berharap agar Eko Yuli dapat menyumbangkan medali emas.

Saya bukan tanpa alasan mendukung dan berharap. 

Berharap pada Eko Yuli bukan seperti berhajat untuk timnas sepakbola kita yang targetnya terlalu tinggi dari daya. Eko Yuli tidak demikian, Eko sudah memberikan hasil bukan hanya mimpi muluk melebihi kenyataan.

Eko Yuli adalah pemegang medali perak di Olimpiade Rio 2016 sekaligus pemegang rekor olimpiade ronde clean and jerk dengan 171 kilogram.

Oh iya. Sebagai informasi, angkat besi itu terdiri dari dua sesi, snatch dan clean and jerk. 

Penjelasan sederhana itu begini. Snatch itu mengangkat barbel langsung ke atas kepala, sedangkan clean and jerk itu masih membolehkan lifter menahan barbel di dada sebelum mengangkat tinggi.

Nah, dari total dua tahap itulah maka akan dijumlah dan siapa yang meraih total berat tertinggi dia akan meraih medali emas, perak dan perunggu .

Meski pernah meraih perak di olimpiade sebelumnya, dapat disebut tak mudah bagi Eko Yuli akan menjuarai kelas ini. 

Alasannya karena kelas 61 kg ini dianggap sebagai kelas neraka atau memiliki nilai kompetitif tertinggi disebabkan ada dua juara dunia yang akan bertarung. 

Eko Yuli adalah juara dunia 2018 sedangkan pesaing terberatnya, Li Fabin asal China adalah juara dunia 2019.

Sahih, seperti yang saya saksikan, kompetisi keduanya bisa dianggap paling ketat, ketika para kompetitor lain malah susah payah mendekati keduanya.

Di sesi snatch misalnya. Ketika para kompetitor lain dari Kazakhtan, Arab Saudi atau bahkan dari Jepang susah payah mengangkat barbel seberat 130 kilo, Eko Yuli sudah berhasil mengangkat 137 kg di kesempatan pertamanya.

Li Fabin dari China itu bahkan gagal mengangkat 137 kg di kesempatan pertama. 

Sayang, harapan saya bahwa Eko akan menembus 141 kg di kesempatan kedua, gagal. Kaki Eko terlihat goyah, belum sampai kedua lengannya lurus, besi itu harus dilepasnya.

Li Fabin malah yang seperti termotivasi dengan kegagalannya di upaya pertama. 

Di kesempatan kedua dia berhasil membalas utangnya 137 kg bahkan mampu mengangkat 141 kg di kesempatan ketiga. 

Eko Yuli sendiri, sayangnya, tetap tak mampu mengangkat 141 kg di kesempatan ketiga.

Apakah sesudah itu saya sudah patah arang, dan hilang harapan bahwa Eko tak akan mendapat emas? 

Tidak sama sekali. Bahkan saya mendengar ucapan dari komentator di Tokyo International Forum yang masih bersemangat melihat persaingan antara dua lifter super hebat ini.

Mengapa demikian? Alasannya karena apapun bisa terjadi di clean and jerk, apalagi Eko adalah pemegang rekor di clean and jerk dengan 171 kg. 

Jika Eko membalikan kedudukan dengan berhasil unggul selisih 5 kg dari Li Fabin di sesi ini, maka Eko yang mendapatkan medali emas.

Nah, bagaimana kompetitor lain? Dapat disebur, mereka hanya berjuang untuk meraih medali perunggu, karena seperti mafhum bahwa Eko dan Li Fabin memiliki level yang berbeda dari mereka.

Jantung saya sempat berdegup kencang, ketika Eko meminta untuk 165 jg di angkatan pertama clean and jerk. 

Jika berhasil maka Eko akan mendapatkan total 302 kg. Ini menurut saya sudah hebat bagi seorang Eko.

Maksud saya begini. Meskipun memiliki total 317 kg ketika menjadi juara dunia 2018, tapi akhir-akhir ini untuk melewati total 300 kg saja, Eko terlihat sulit. Sehingga motivasinya perlu dilipatgandakan untuk dapat menembus 300 kg.

Ternyata berhasil. 

Eko Yuli bahkan terlihat tersenyum setelah berhasil mengangkat 165 kg itu, yang berarti jaminan medali, perak, sudah di genggaman.

Ayo Eko!. Ujar saya dalam hati.

Saya lalu berharap Li Fabin yang langsung memilih untuk menaikkan angkatannya ke 172 kg---untuk memecahkan rekor olimpiade milik Eko, gagal di upaya pertamanya.

Sayang, Li Fabin yang berusia empat tahun lebih muda ini lagi lagi berhasil mengangkatnya. Saya kira, mungkin ada ramuan khusus dari China yang membuat Li Fabin masih kuat mengangkat 172 kg.

Apakah keberhasilan Li Fabin ini berarti membuat Eko kehilangan harapan. Belum!!. 

Masih ada harapan, jikalau, di kesempatan kedua, Eko berhasil mengangkat 177 kg untuk upaya medali emas.

Li Fabin sendiri menurut tangkapan kamera dari meja juri, tertulis bersiap dan berupaya akan mengangkat 178 kg.

Saya lalu berdoa dalam hati, semoga Eko berhasil. 

Hmm, lelaki asal Lampung ini saya kira sudah memberikan upaya maksimalnya. 

Eko melangkah ke panggung dengan percaya diri, hanya kehendak ilahi berkata lain.

Kedua tangannya memang masih kokoh mengangkat besi berat bulat sampai di dada, tetapi setelah itu dia harus melepasnya lagi. Perak untuk Eko.

Eko Yuli juga tak perlu kecewa, Li Fabin juga tak mampu mengangkat 178 kg, meski dipastikan meraih medali emas dengan total angkatan 313 kg.

Di seremoni penerimaan medali, Eko tampak berdiri tegap dan gagah. Ratusan juta rakyat Indonesia mungkin berharap dia meraih emas, tetapi saya melihat dia sudah berupaya dengan sekuat tenaga, sampai penghabisan.

Melihat bendera merah putih berkibar, Saya jelas bangga sebagai bangsa Indonesia karena seorang Eko Yuli Irawan. 

Apalagi bagi Eko yang sudah melakukannya dalam 4 olimpiade dengan hebat, dengan 4 medali pula, ini sebuah pencapaian legendaris.

 Ini berarti bahwa Eko telah melewati pencapaian lifterLisa Rumbewas yang meraih 3 medali di 3 olimpiade bagi Indonesia.

Medali perunggu pada Olimpiade Beijing 2008, Olimpiade London 2012, Medali Perak Olimpiade Rio 2016 dan Tokyo 2020. Sebuah pencapaian seorang Eko Yuli yang entah kapan dapat disamai atlet lainnya.

Tanpa emas, meski hanya perak, Eko tetaplah menjadi seorang pahlawan. Dia telah dan akan menginspirasi banyak anak muda Indonesia yang berprofesi sebagai atlet atau bukan, dengan daya juang dan konsistensi untuk tetap berada di level teratas angkat besi di jagat ini demi keharuman nama Indonesia.

Terima kasih, Eko Yuli Irawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun