Selain itu posisi mereka yang berdekatan dan rapi itu terlihat membentuk satu garis lurus, menyatu seperti hendak bertutur bahwa bukit-bukit itu rukun bersama. "Lebih banyak lekuk dan lebih rapi" ujar Ita, seperti hendak membenarkan pendapatnya, bahwa Tunau lebih indah dari Warinding.
Dari puncak bukit Tunau, kita seperti dapat merengkuh awan yang bergerombolan seperti bermaksud menyambut kami di ketinggian yang hampir sama. Namun sesekali, dia menjauh seakan-akan malu saat ditiup angin.
Setelah beberapa lama, kami memutuskan untuk pulang, meski sayang kami tak menunggu sampai sunset tiba. Mungkin semua berpendapat sama, tanpa sunsetpun, Tunau itu tetap unik, istimewa, eksotis. Suatu saat kami akan kembali.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H