Saya berpikir anak-anak yang mencuci piring dengan air laut itu akan menjadi harapan Nusa Manuk. Mereka akan besar di saat sudah ada pembangkit listrik disana dan air bersih sudah mencukupi. Harap saya ketika kembali ke sana, ikan bakar, sopi dan teh celup itu akan kami nikmati dengan tawa jelas yang bisa kami perhatikan satu sama lain. Tetapi sekarang? Nusa Manuk tetap hening. Butuh istirahat.
Perenungan saya dihentikan teriakan sang "Kapten" yang jelas masih mabuk. “Air laut masih tinggi, harus turun sekarang. Jangkar sudah dilempar”. Kami tak bereaksi, karena perkiraan tinggi air laut belum bisa diprediksi. Salah seorang dari kami membuka baju dan byurrr…… Lebih dari setengah badan. Satu persatu mulai menyusul. “Saya gendong pak…” tawar kaka Tian yang tak sampai hati sang tamu juga harus berendam
“Terimakasih…, saya bisa sendiri” jawab saya tegas sambil mengamankan hp dan dompet dari air laut. Syukurlah. Kami sudah sampai.
***********
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI