World Inequality dengan tokoh Thomas Piketty mengkritisi pendekatan statistik tersebut untuk digunakan pada masalah sosial. Sehingga perlu kenal dan paham atau sering disebut sebagai Profile Masyarakat pada permasalahan sosial yang dihadapai masyarakat tersebut bukan dengan generalisasi.
Sehubungan dengan hunian maka pendekatan yang tepat adalah menemukenali atau identifikasi dengan memanfaatkan sumber dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Data tersebut mencatat secara lengkap dengan atribut “By Name By Address” yang dikaitkan dengan NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan tentunya Kartu Keluarga. Sehingga dapat dipastikan akan dapat disusun klasifikasi atau kategori dengan ketentuan yang tepat.
Merujuk pada data keluarga penerima bantuan sosial pada 2023 tercatat mencapai 23 Juta Keluarga dengan rentang pendapatan tertentu dari miskin ekstrim hingga mendekati pendapatan menengah dan berbagai status sumber pendapatan (berkala, rutin, formal, non formal, non rutin).
Dengan menggunakan distribusi pareto maka diprakirakan 20% merupakan keluarga dengan pendapatan berkala dan rutin dengan jumlah yang lebih dari penghasilan terkategori rendah; dengan demikian 80% sisinya merupakan keluarga berpenghasilan rendah yang jumlahnya. Dari jumlah tersebut hanya 30% yang memiliki hunian layak terklasifikasi #1-#3 pada Peraga-1
Gambarannya diberikan pada Peraga-2.
Dengan pemetaan menggunakan DTKS maka backlogger dapat teridentifikasi sehingga dapat disasar dengan program yang tepat; walaupun perlu pergeseran paradigma dan pemahaman: Rumah sebagai Goods menjadi Rumah sebagai Layanan (Housing as a Services) sehingga tidak selalu harus memiliki tetapi dapat menghuni (Occupy without Own).
Tulisan ini hanya pemicu untuk diskursus lanjutan.
Arnold M - 27 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H