David Evans dalam M. Saleh Marzuki (2005) mengkategorikan PLS berdasarkan peranan dan fungsinya menjadi;Â
1) Complementary education; Â
2) Suplementary education;Â
3) Replacement education.Â
Complementary education berfungsi melengkapi pelajaran di sekolah karena biasanya kegiatan belajarnya tidak cocok disajikan di lokal atau sekolah. Suplementary education adalah sebagai tambahan pendidikan setelah tamat dari sekolah, karena di sekolah tidak mendapatkannya. Replacement education merupakan pendidikan bagi yang tidak dapat menikmati sekolah, biasanya berupa keterampilan dasar membaca, menulis dan berhitung dan pengetahuan-pengetahuan praktis seperti kesehatan, nutrisi, pertanian dan lain sebagainya. Jika dilihat dari literatur ataupun pelaksanaan program, PLS diarahkan kepada perubahan sosial dan perubahan perilaku. Eitzen dalam M. Saleh Marzuki (2005) mengemukakan bahwa PLS merupakan gerakan sosial yang sifatnya reformatif karena ia berusaha mengubah bagian penting dari suatu masyarakat seperti memperbaiki pendidikan wanita, memperbaiki lingkungan, usaha kecil dan lain-lain.
Mitigasi BencanaÂ
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh factor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. (Pasal 1 ayat 1 UU nomor 24 tahun 2007). Rahmat (2006) menyatakan bahwa mitigasi adalah suatu tahapan yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan dampak negative kejadian bencana terhadap kehidupan dengan menggunakan cara alternatif yang lebih dapat diterima secara ekologi. Bencana ini bisa berupa gempa bumi, tsunami, banjir, longsor, kebakaran, angin puting beliung, wabah penyakit maupun kecelakaan lalu lintas dan lainnya. Sebagai daerah yang rawan bencana, maka penanggulangan bencana sudah dimulai dari tahap pra bencana atau yang lebih dikenal dengan mitigasi bencana. Mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Resiko (risk) bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Kegiatan mitigasi dapat dilakukan melalui sosialisasi bagaimana menghadapi bencana, simulasi evakuasi bencana, rambu-rambu rawan bencana, membuat jalur evakuasi, pendidikan dan pelatihan menghadapi dan mengurangi dampak bencana, dan lain sebagainya. Mitigasi bencana bisa berupa mitigasi fisik dan mitigasi non fisik. Mitigasi fisik (Structure Mitigation) merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana dengan menurunkan kerentanan dan/atau meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman bencana dengan membangun infrastruktur. Sedangkan mitigasi non fisik merupakan (Non Structure Mitigation) upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana dengan menurunkan kerentanan dan/atau meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman bencana dengan meningkatkan kapasitas pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana (Perwali Kota Bima nomor 38 tahun 2018).Â
Pendidikan Kebencanaan Dalam Masyarakat
Menurut Triutomo dalam Nirmalawati (2011), bahwa masih banyak penduduk yang menganggap bahwa bencana itu merupakan suatu takdir. Pada umumnya mereka percaya bahwa bencana itu adalah suatu kutukan atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, sehingga merasa tidak perlu lagi berusaha untuk mempelajari langkah-langkah pencegahan. Sedangkan menurut pendapat Priyanto (2006) bahwa pengetahuan partisipan mengenai gempa bumi berhubungan dengan tingkat kesiapannya menghadapi gempa bumi. Zakaria dalam Nirmalawati (2011) menyatakan bahwa kesiapsiagaan yang perlu dilakukan oleh masyarakat, diantaranya adalahÂ
(a) Memahami bahaya yang timbul oleh bencana, masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana perlu memahami bahaya yang mungkin dialami ketika bencana datang, kapan bencana tersebut datang di daerah tersebut, daerah mana saja yang aman untuk menghindari bencana.Â
(b) Menyiapkan peta daerah rawan bencana; peta daerah rawan bencana didasarkan pada berbagai penyebab dan risiko bencana (geologis dan klimatologis) sebagai salah pertimbangan perencanaan pembangunan dan penanggulangan untuk pencegahan bencana, di dalam peta perlu dilampirkan keterangan seperti tingkat risiko, jumlah penduduk, jumlah lahan, ternak, dan sebagainya serta sangat penting mencantumkan tempat aman dan jalur aman yang dapat dilalui untuk evakuasi.