Kota Bima berada pada posisi Pulau Sumbawa Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu "supermarket dan/atau aktivitas" bencana di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari rentetan peristiwa yang terjadi seperti gempa bumi tahun 2009 dan tahun 2011 dengan kekuatan 6,7 SR, ditahun 2011 hampir terjadi tsunami pada perairan sulawesi yang masuk pada teluk bima. Pada tahun 2006 dan tahun 2016 selama renggang waktu 10 tahun terjadi bencana banjir yang sangat dasyat dengan melulu lantahkan Kota Bima, ketinggi banjir setinggi 2,5 meter sampai 5 meter, disamping bencana yang dimaksud selama era tahun 2006 sampai 2016 juga terjadi kebakaran yang hampir terjadi setiap harinya. Berbagai cara dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam mengurangi dampak dan resiko bencana yang ditimbulkan, salah satunya adalah melalui pendidikan. Masyarakat yang terancam bencana sangat beragam, baik terdidik maupun yang masih belum tersentuh pendidikan semuanya perlu diberi pemahaman pentingnya pengurangan resiko bencana, dan salah satu cara adalah melalui pendidikan mitigasi bencana yang dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan nonformal (PNF) atau yang lebih dikenal dengan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) mempunyai peranan yang sangat strategis dalam memberikan pendidikan kebencanaan dan mitigasi di tengah-tengah masyarakat karena bisa menjangkau berbagai kalangan dan kelompok masyarakat. Dampak bencana yang sangat luar biasa selama ini terjadi lebih sering disebabkan oleh kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap potensi kerentanan bencana serta mitigasi dalam mengurangi dampaknya. Mitigasi merupakan bagian dari kegiatan pra bencana, sedangkan pra bencana merupakan bagian dari siklus manajemen bencana (Nirmalawati, 2011). Bencana bisa terjadi melalui suatu proses yang panjang atau situasi tertentu dalam waktu yang sangat cepat tanpa adanya tandatanda (Fidel, 2005). Penanggulangan bencana bukan hanya pada saat terjadinya bencana dan pasca bencana namun jauh sebelum terjadinya bencana tindakan pencegahan dan mitigasi sudah dimulai, dimana hal ini bertujuan untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan baik jiwa ataupun harta. Hal ini sesuai dengan Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana pada pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Artinya bahwa mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU nomor 24 tahun 2007). Pengurangan Resiko Bencana (PRB) melalui pendidikan kebencanaan dapat diberikan melalui sistem pendidikan formal dan non formal yang bertujuan untuk mengubah pola pikir, sikap dan perilaku dalam upaya mengurangi resiko bencana serta menjadikan upaya pengurangan resiko bencana menjadi budaya masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Priyanto (2006), bahwa pengetahuan terkait dengan persiapan menghadapi bencana pada kelompok rentan bencana menjadi fokus utama. Masih rendahnya pendidikan kebencanaan di tengah masyarakat khususnya pada pendidikan luar sekolah, dapat dilihat masih adanya kasus kehilangan atau rusaknya alat deteksi tsunami di pantai, sirene atau alarm kebakaran di gedung yang dirusak atau dipecahkan, pohon-pohon yang ditebang sembarangan tanpa memperhatikan kesimbangan hutan, eksplorasi bahan galian yang sembarangan, perilaku ugal-ugalan di jalan raya ini semua merupakan contoh dari gagalnya pendidikan kebencanaan di tengah masyarakat. Indikasi lainnya dapat juga dilihat pada waktu terjadinya bencana, dimana kawasan bencana dijadikan "objek wisata" bencana oleh sebagian masyarakat lain. Jika dilihat dari korban yang ditimbulkan kebanyakan adalah anak-anak, sehingga juga akan berefek terhadap mental karena meninggalkan trauma yang sangat mendalam bagi anak-anak di masa yang akan datang. Menurut Susanto (2006) bahwa tidak mudah untuk menerapkan berbagai kebijakan dalam suasana bencana, karenanya dalam masamasa normal (pra bencana) perlu terus, dilakukan kesiapan yang meliputi pencegahan, mitigasi termasuk langkahlangkah kesiapsiagaan, disamping itu juga harus terus dilakukan penyuluhan dan sosialisasi secara luas agar masyarakat memiliki kemampuan dan mau berperan aktif mencegah dan menyiapkan langkah-langkah antisipasi meskipun dengan skala kecil. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka salah satu langkah yang ditempuh dalam pendidikan kebencanaan di tengah masyarakat adalah melalui pendidikan luar sekolah bisa berupa penyuluhan atau sosialisasi, pendidikan dan pelatihan simulasi bencana dan mitigasinya, sehingga diharapkan nantinya setiap anggota masyarakat dan keluarga sebagai satuan terkecil menjadi pionir dalam melahirkan masyarakat yang sadar dan siaga bencanaÂ
LANDASAN TEORI : Pendidikan Luar SekolahÂ
Pendidikan luar sekolah sebenarnya sudah ada jauh sebelum pendidikan formal lahir. Pendidikan luar sekolah (PLS) sesungguhnya bukan merupakan hal yang baru dalam kehidupan manusia (Faure, 1981: 2). Selanjutnya pendidikan luar sekolah menurut Coombs (1983) merupakan kegiatan belajar yang terorganisasi untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu bagi sekelompok sasaran didik yang diselenggarakan di luar sistem persekolahan. Pendidikan merupakan suatu usaha manusia untuk membina kepribadiannya agar sesuai dengan normanorma atau aturan di dalam masyaratakat. Setiap orang dewasa di dalam masyarakat dapat menjadi pendidik, sebab pendidik merupkan suatu perbuatan sosial yang mendasar untuk petumbuhan atau perkembangan anak didik menjadi manusia yang mampu berpikir dewasa dan bijak. Menurut Sudjana dan Coombs dalam M. Saleh Marzuki (2005) pendidikan nonformal, yang juga dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan berbagai istilah menurut perkembangannya, yaitu: Pendidikan Masyarakat (Penmas), Pendidikan Sosial (Pensos), dan Pendidikan Luar Sekolah (PLS), merupakan institusi atau lembaga pendidikan yang memiliki program layanan pendidikan yang luas dan kaya serta spesifik sebagai perwujudan implementasi tentang filsafat pendidikan sepanjang hayat (life long learning). Dengan pendidikan sepanjang hayat, secara sosiologis, psikologis, ekonomis, dan filosofis baik di negara maju maupun negara berkembang kenyataaannya sangat membutuhkan PLS yang saat ini lebih dikenal dengan pendidikan nonformal (PNF), karena memang dalam menghadapi pembangunan bangsa dan berbagai permasalahannya, tidak mungkin hanya mengandalkan pendidikan persekolahan atau pendidikan formal (PF) yang ternyata masih banyak memiliki kelemahan-kelemahan dan kritik terhadapnya. Menurut Sudjana dan Kamil dalam S. Mundzir (2013) PNF dalam perkembangannya memiliki sejarah yang panjang sepanjang sejarah peradaban manusia sehingga istilah PNF sangat beragam, misalnya: learning society, lifelong learning, shogai gakushu, recurrent education, permanent education, coommunity education, extention education, social education, adult education, dan continuing education. Pokok kajian keilmuan Pensos pada saat itu diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program pendidikan, dan kajian ini sangat dekat dengan konsep pembangunan masyarakat yang dikembangkan para pakar pembangunan dalam perspektif sosiologi. Perubahan konsep Pensos menjadi PLS juga tidak lepas dari pemikiran pakar PNF pada saat itu, di mana arah pembangunan pendidikan lebih ditekankan pada proses pembelajaran masyarakat sehingga tercipta masyarakat gemar belajar (learning society). Sedangkan perubahan nama PLS menjadi Pendidikan Nonformal (PNF) mengikuti perkembangan Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, di mana pada pasal 1 (satu) ayat 10 disebutkan tentang satuan pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal. Menurut Boyle dalam M. Saleh Marzuki (2005) ruang lingkup PLS dilihat dari jenis programnya dibagi ke dalam 3 jenis yaitu;
 1) informasional,Â
2) institusional dan,Â
3) developmental.
Callawarry dalam M. Saleh Marzuki (2005) program PLS dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu;
1) program keaksaraan;Â
2) program yang berhubungan dengan pekerjaan;Â
3) program perluasan (pertanian, industry);Â
4) program pengembangan masyarakat.Â