Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Jangan Ada Presiden di Antara Kita

21 Maret 2012   08:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:40 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bukan gitu.. eh.. kepingin variasi aja. Kalau foto De' Mar terus-terusan, takutnya nanti Mas malah jadi bosen.. eh..  lagian, De' Mar tahu sendiri, Mas kan mengidolai semua presiden kita."

"Gitu, ya? Apa bedanya? Kalau itu dipasang terus bukannya sama, nanti bisa bosen juga sama presiden-presiden idola Mas itu?"

"Jelas beda. Seperti mengoleksi perangko, mengoleksi foto presiden idola juga merupakan hobi membanggakan. Paling tidak, Mas menunjukkan kalau masih punya rasa nasionalisme. Menempelkan foto presiden berarti mencintai presiden. Mencintai presiden pasti otomatis mencintai negara. Namanya mencintai negara, nggak akan ada matinya sampai kiamat. Mana bisa bosen. Begitu, to?"

"Grrr..." Marini menggeram persis babon yang anak-anaknya diganggu. Penjelasan dari Saprudin justru makin membuat darahnya umeb. Jelas sudah, pacarnya itu lebih mengutamakan presiden dan nasionalisme daripada cintanya.

"Nggg..." Saprudin grogi. Salah ngomong, pikirnya.

"Ganti!"

"De' Mar...."

"Ganti foto presidennya!"

"De' Mar sayang..."

"Ganti! Ganti! Gantiiiiiiii...!!!"

"Iya, iya.. Iyaaaa...." ngeri melihat Marini mulai kalap, Saprudin tangkas campur gedabigan menurunkan foto-foto itu dari tembok kamarnya. Lalu mengambil gulungan foto pacarnya dari pojokan dan coba men-jembreng-nya untuk direkatkan lagi dengan selotip pada tembok. Sayang, sepertinya karena kelamaan digulung, setiap di-jembreng, salah satu sisinya akan tergulung lagi. Di-jembreng ke kanan, yang kiri tergulung. Di-jembreng ke kiri, yang kanan nggulung. Mbulet mirip kentut Hansip seperti itu sampai kurang lebih 5 menit dan Marini jadi kehabisan kesabaran. Mendengus, dia berbalik dan pergi sambil membanting pintu kamar Saprudin. Yang lebih menyakitkan bagi Saprudin, sayup-sayup terdengar kata-kata Marini sampai di telinganya, seperti di bawa angin kering musim kemarau yang parau dan sengau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun