Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mimikri (Nde Cerpen)

21 April 2011   08:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:33 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dan kini aku kembali berjalan tersaruk-saruk, sempoyongan menuju arena judi yang kutinggalkan tadi. Aku yakin tiga orang itu masih menunggu di sana, karena hasil yang mereka dapat malam ini tidaklah akan cukup dirasa oleh mereka.

Seekor anjing kembali melintas di hadapanku seperti tadi ketika aku berjalan menuju rumah ibuku. Kini aku tak menghiraukannya. Perasaanku justru berkecamuk antara hitam dan putih, antara terang dan gelap yang bertarung dan dipicu oleh sikap ibu. Aku yakin dia pasti bermaksud untuk menghentikan semua kelakuanku, tapi dia menggunakan pendekatan yang berbeda sama sekali. Pendekatan yang bau kali ini digunakannya dan menurutku justru sangat tepat sasaran. Semua kata-katanya tadi adalah sindiran halus buatku, aku mengerti. Tidak ada bedanya memang orang-orang sepertiku dengan anjing. Anjing!

Semakin dekat dengan rumah kosong yang dipakai berjudi itu, aku mulai mendengar pembicaraan dan tawa mereka, Sagrip dan dua temannya. Sepertinya mereka senang sekali dan masih menungguku. Hatiku menjadi panas. Hilang semua pikiranku yang tadi ditambah dengan pengaruh alkohol yang masih berputar-putar dikepalaku. Aku kini harus mendapatkan uangku kembali. Aku harus menang.

Ketika aku kemudian melepas sandal dan merangkak menuju tempat mereka, aku tertegun. Kulihat tiga ekor anjing dengan anehnya sedang santai sambil duduk bersila seperti manusia. Ya, anjing-anjing bersila! Seperti manusia! Dua di antaranya merokok klepas-klepus dan satu lagi mengangkat gelas ciu-nya.

"Bawa uangnya?" tanya anjing yang memegang gelas.

Aku gemetar.

Apakah ini Sagrip dan dua temannya? Apakah mereka bermain sulap menjadi anjing? Atau mereka sebenarnya memang anjing? Aku mengucek kedua mataku untuk meyakinkan pandanganku sendiri, tapi tetap saja itu yang tersaji. Malah sekarang tiga ekor anjing itu tertawa-tawa.

Jangkrik!

Aku tak tahu mesti bagaimana. Yang aku tahu kemudian, aku langsung loncat mendapatkan sandalku dan melarikan diri dari sana sekencang-kencangnya tanpa menghiraukan mabukku.

Sempat kudengar mereka memanggil-manggil, tapi aku tak peduli. Siapa sudi bermain dengan anjing? Menjijikkan!

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun