Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mimikri (Nde Cerpen)

21 April 2011   08:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:33 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Apa?"

"Ibu...tidak pernah melarang," kataku sekali lagi.

Dia tertawa.

"Darsin, ada saatnya anak akan menjadi tua dan dia tidak akan lagi mendengarkan nasehat oang tuanya. Karena apa? Karena hidupnya telah menjadi miliknya sendiri. Kau sudah bahagia, mempunyai pekerjaan yang lumayan, rumah dan istri yang cantik. Ada banyak hal yang lebih bisa diutamakan daripada hanya mendengar ocehan seorang ibu tentang kehidupan yang menjadi pilihannya."

Aku diam. Hidupku apakah bahagia? Pekerjaan yang lumayan yang sekarang ini kudapatkan sebenarnya adalah dari hasil menyogok. Beberapa petak sawah peninggalan ayahku yang diwariskannya untuk aku dan adikku kujual dan hasilnya kulihat dengan mata kepalaku sendiri dimasukkan dalam lipatan koran pimpinan personalia di perusahaan tempatku bekerja sekarang dan dimasukkannya ke dalam tasnya. Beberapa hari kemudian, aku telah masuk bekerja.

Rumah yang kutinggali berdua saja dengan istriku itu hanyalah peninggalan ayahku yang lainnya di samping rumah ini yang nantinya akan beralih pula ke tangan adikku.

Sementara istriku...ah, dia memang cantik sekali. Segala keburukannya rapi tertutup oleh kecantikannya itu. Dia memang malas melakukan pekerjaan rumah tangga, tapi dia cantik. Dia memang selalu boros, tapi dia cantik. Dia memang selalu meminta lebih dari penghasilanku, tapi dia cantik. Dia memang awalnya melarangku berjudi, tapi begitu aku pulang dan membawakannya uang segepok, matanya berbinar-binar dan hingga sekarang dia tidak pernah melarangku lagi justru malah balik mendukung dan seperti germo yang menantikan pelacurnya dia akan menanyaiku pada pagi hari: dapat berapa?

Bweh...menyebalkan memang, tapi sekali lagi dia cantik dan di mana-mana perempuan cantik memang selalu unggul.

"Berpikirlah, Darsin, apa yang terbaik untukmu. Ibu tidak akan jauh masuk ke dalam otakmu karena toh sudah cukup apa yang kau serap dari almarhum ayahmu dan ibu sendiri sejak kecil. Manusia punya akal budi, itu yang membedakannya dengan anjing."

Manusia memang bukan anjing, tapi kelakuanku sekarang benar-benar mirip anjing! Sungguh saat itu juga aku ingin mengembalikan uang itu pada ibu, tapi ibu menolak halus.

"Ibu yakin, uang itu akan membawa peruntungan buatmu. Simpan saja atau pakailah untuk apapun," katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun