Mohon tunggu...
A K Basuki
A K Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menjauhi larangan-Nya dan menjauhi wortel..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mimikri (Nde Cerpen)

21 April 2011   08:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:33 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Iya, untuk apa lagi? Nanti kalau aku menang, aku kembalikan lagi."

Ibu diam, tetapi mulutnya tersenyum. Di situlah aku teringat, betapa kurang ajarnya aku kepada ibuku itu. Perempuan tua yang sama sekali tidak pernah dalam hidupku melihatnya bersusah hati atau marah, menyumpah serapah atau bermata merah. Tidak. Sedikitpun aku tidak pernah mengetahui dia dapat melakukan semuanya itu.

"Nanti kalau ibu kasih uang dan kau masih juga kalah, siapa lagi nanti yang dimintai?"

Aku tergagap. Ya, jika aku kalah, siapa lagi yang akan kumintai? Sedari tadi aku tidak memikirkan itu, yang ada dalam pikiranku hanyalah mencari uang dan menang! Stop sampai di sini saja sebenarnya, agar tidak berlarut-larut karena judi memang kelakuannya seperti itu. Semakin sering kalah, semakin penasaran dibuatnya. Apalagi jika pernah dibiarkan mencicipi kemenangan seperti aku, wuih, bakalan ketagihan!

Ibu tersenyum dan tanpa kuduga sama sekali, dia berjalan menuju lemari dan mengambil beberapa lembar uang ratusan ribu rupiah dari balik lipatan-lipatan baju di sana dan menyerahkannya semua padaku.

"Ibu hanya punya sebanyak ini. Inipun sisa yang ibu ambil dari keseluruhan biaya pernikahan adikmu bulan lalu, setelah dipakai untuk melunasi tagihan sewa peralatan dan lainnya. Ambillah," katanya.

Aku tertegun. Selalu seperti ini. Setiap aku merasa kepepet aku pasti akan datang kepadanya dan ajaibnya, ibu selalu menerimaku dengan biasa saja, bahkan selalu menuruti apa yang kumau. Tak pernah dia menegurku untuk melarang ini dan itu atau memakiku sebagai anak tidak tahu diuntung. Kurang ajar sekali anakmu Darsin ini, Bu!

"Tunggu apa lagi?" tanyanya melihatku hanya berdiri mematung dengan tubuh sedikit berayun-ayun.

"Ini akan kupakai berjudi," kataku lirih seperti ingin menegaskan padanya.

"Mau dipakai judi atau apapun terserah kau. Uang itu sudah bukan milik ibu lagi."

"Kenapa ibu tidak pernah melarang?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun