Kumasukkan beberapa lembar uang sepuluh ribuan yang masih baru, ke dalam amplop, cukup dibagi satu satu untuk anak TPA yang katanya berjumlah limapuluhan tadi. Penutup lem amplop kubuka lalu kurapatkan.
"Ini mbah, sudah saya tukar, sudah pas _nggih..."
Perempuan sepuh itu menerima amplop masih dengan tangan dredheg gemetar. Tanpa menunggu jawaban, aku segera pergi.
Esoknya aku mampir lagi...tapi kosong. Berikutnya aku mampir lagi...kosong juga.
Penasaran kutanyakan pada ibu pedangang sebelahnya.
"Mbahe kok nggak jualan Mbak?"
"Oh nggak, beliau ... jualan kalau panen pisang aja...
Sampeyan to yang kemarin ngasih amplop. Walah Mbahe nangis _ngguguk (tersedu2) ..... _jare bejo, (katanya beruntung) & dapet qodaran."
Barangkali yang dimaksudkan adalah lailatul qodar. Malam yang konon lebih baik dari 1000 bulan. Para malaikat turun dari langit. Ke langit hati kita. Menyelesaikan segala urusan. Allah melapangkan rejeki dan kemuliannya bagi yang dikehendaki, Pun mempersempit bagi yang dikehendaki pula... Rejeki sesuai kapasitas kita.
Lantas siapakah yang mendapatkannya?
Barangkali perempuan sepuh inilah yang mendapatkannya. Bukan karena ia ahli ibadah... Bukan pula karena I'tikafnya yang kuat di masjid.