Trek menuju ke Curug Benowo naik turun cukup ekstrim. Trek berbatu terkadang licin. Vegetasinya pun lebih rapat. Hanya pecinta alam sejati yang menyukai tantangan ini. Sehingga wajarlah jika pengunjung ke Curug Benowo tak seramai Curug Lawe.Â
Setelah menyeberangi jembatan terakhir, dari kejauhan sudah terlihat Curug Benowo. Saya pun berjalan mendekatinya. Saya berada di lembah yang terbuka.Â
Di sini saya bertemu empat anak muda yang terdiri dari satu perempuan dan tiga laki-laki. Nampaknya mereka sudah puas menikmati keindahan air terjun tersebut. Ketika mereka pergi dan tak terlihat lagi dari pandangan mata, saya pun sendirian di lokasi Curug Benowo.
Menurut aplikasi Map Runner, dari area parkir kendaraan bermotor - Curug Benowo berjarak 2,6 km dengan waktu tempuh hanya 56 menit. Ternyata tidak sampai 2 jam, seperti informasi yang beredar hasil dari Google Search.
Kabut terlihat mulai turun menyelimuti tebing. Hanya suara gemericik air terjun yang terdengar. Percikan air tipis terbawa angin menimpa tubuh saya ketika saya mendekatinya. Namun saya mendekat pada batas aman karena batuannya licin. Saya pun membasuh muka dengan air sejuk yang menyegarkan muka saya.
Dalam kesendirian, hanya berteman suara gemericik air terjun, saya pun teringat bahwa pernah ditemukan mayat pria di bawah aliran air Curug Benowo Kalisidi  (joglosemarnews.com_5/4/2019). Saya pun berfikir, apakah kejadian itu yang menyebabkan pengunjung Curug Benowo jadi sedikit? Mereka lebih memilih ke Curug Lawe. Entahlah...
Pukul 10:45 saya meninggalkan Curug Benowo menuju ke Curug Lawe. Saya tak mau berlama-lama di area Curug Benowo. Langit terlihat semakin mendung. Saya tak ingin kehujanan sebelum sampai ke tujuan akhir, yaitu Curug Lawe.
Saya pun kembali menuju ke persimpangan antara Curug Benowo dan Curug Lawe. Trek dari persimpangan itu menuju ke Curug Lawe masih naik turun tetapi tak terlalu ekstrim.Â